Bab 94 :
Catatan Seorang Pensiunan,- Bagian Lima,-

Catatan budget atau anggaran belanja diluar sewa apartemen dengan segala perlengkapannya, ada lagi yang harus kupikirkan. Satu bulan satu kali aku harus ke Holland karena selalu ada rapat YSBI ( Yayasan Sejarah dan Budaya Indonesia ). Itu artinya harus keluar uang sejumlah hampir 800 francs pergi-pulang. Lalu ada lagi buat pembayaran pengobatan tusukjarum. Satu minggu dua kali hari tusukjarum. Dan satu kali tusukjarum harus bayar 100 francs. Satu bulan berarti paling sedikit 800 francs. Ini harus bayar sendiri, tidak diganti oleh kantor asuransi ataupun securite sosiale. Tadinya terpikir juga buat menghentikannya atau menguranginya dengan cukup satu kali satu minggu saja.

Mengingat dokter Isabelle ini pernah "menyelamatkanku" ketika tahun 1997 kakiku dekat jari-jarinya menjadi hitam dan tak dapat lagi digerakkan karena sakit dan membengkak, karena serangan sakit gout, asam-urat yang hebat, maka lebih baiklah teruskan saja. Ketika itu betul-betul mengerikan, sehingga dokter Isabelle-pun tampak cemas, sebab kemungkinan besar harus diamputasi kalau ke dokter barat. Dan dengan tusukjarum selama satu minggu, bengkak itu lalu mengempes dan akhirnya baik - sembuh kembali seperti biasa. Nyaris, betul-betul nyaris. Mengingat ini semua, cukup besar jasa pengobatan dokter Isabelle. Lagi pula mengapa aku harus begitu "kejam" terhadap masalah keuangan yang walaupun sangat sempit dan ketat, yang padahal aku "hanya terima beres". Sebab selalu saja dokter Isabelle yang datang ke tempatku, bukannya aku yang harus datang mendatanginya, ke rumahnya atau ke tempatnya praktek.

Dokter Isabelle karena praktek gelap, dia harus mendatangi pasiennya ke rumah-rumah dan alamat tertentu yang berjauhan. Karena itu satu hari dia hanya bisa mengobati tidak lebih dari lima orang saja. Sebab waktunya sangat sempit dan ketat. Dia pergi dari rumah pada jam 08.°° mendatangi rumah-rumah pasiennya. Sekali tusukjarum makan waktu setengah jam, tetapi yang makan waktu paling lama itu adalah transportasinya, sebab rumah pasien satu dengan yang lainnya sangat berjauhan. Terkadang lebih dari satu jam barulah sampai ke rumah yang harus didatanginya. Karenanya setiap hari barulah pada jam 23.°° dia ada di rumahnya kembali. Ini termasuk kerja berat juga. Dilakukannya sendiri, dan harus dilakukannya. Dia tidak boleh dan belum boleh praktek resmi, walaupun dia benar-benar dokter Tiongkok yang memang bekerja di Rumahsakit Tienjin tidak begitu jauh dari Beijing. Dan keakhliannya dalam tusukjarum diakui oleh Rumahsakitnya sendiri, sebuah Hospital di Tienjin dan juga banyak pasien yang disembuhkannya selama di Perancis ini.

Untuk dapat pengakuan bisa berpraktek resmi, dia harus mengambil dan mempunyai diploma kedokteran Perancis atau harus mengalami ujian tertentu lagi. Sedangkan dokter Isabelle baru datang ke Perancis pada tahun 1995. Belum menguasai Bahasa Perancis. Kini dia dapat bimbingan kedokteran Perancis dengan kursus kilat, 4 kali dalam satu minggu, dan itupun kursus privat, dan harus bayar 100 francs satu jam, sedangkan kuliahnya 2 jam, jadi dia harus keluarkan 200 francs satu kali kuliah, dan secara kontan pula!

Keterikatannya dengan Tiongkok dan anaknya yang satu-satunya laki-laki itu, "memaksanya" buat pulang ke Tiongkok setiap tahun. Terutama ketika hari Imlek, Tahun Baru Tiongkok, antara akhir Januari dan pertengahan Febrauari. Dan sekali pulang biasanya paling cepat satu bulan, rata-rata satu setengah bulan. Itupun para pasiennya sudah pada mengeluh, kenapa dokter Isabelle begitu lama di Tiongkok, termasuk diriku. Rasanya kalau dia absen di Paris, ada rasa ketidaktenangan. Dia sangat mencintai pekerjaannya, giat dan berinisiatif, dan juga cerewetnya cukup lumayan. Kalau kakiku ada sedikit saja perubahan karena misalnya terlalu banyak atau "salah makan" udang, kepiting atau kambing, dan tampak sedikit agak bengkak, maka dia akan mengumpat. "Makanya jangan terlalu sering ke Holland! Mesti deh kakimu itu selalu akan tampak tidak baik kalau sering ke Holland, sebab kau akan dimanjakan oleh Nita dengan masakan yang enak-enak!", katanya. Sebenarnya tidak begitu juga, tapi karena kurang hati-hati atau kebetulan sedang dalam tidak dapat menguasai diri barangkali!

Dan kalau aku tilpun kepadanya karena aku akan ke Holland minggu depan, dia akan selalu tidak enak jawabannya. "Pasti deh kakimu bakal bengkak lagi!", katanya. Yang aku masih tetap bertahan mengapa aku mau saja menerima tusukjarum ini walapun bayarannya harus kulakukan kontan mengeluarkan uang pada waktu itu juga, sebenarnya harga ini sangat murah. Kalau kepada dokter tusukjarum lain, harga itu terkadang lebih duakali lipatnya. Sekali tusuk saja bisa sampai 200 sampai 250 francs, dan itupun dokternya sangat pelit jarumnya! Artinya paling-paling hanya 6 sampai 10 jarum. Sedangkan dokter Isabelle selalu saja antara 26 jarum sampai 30 jarum tertanam di tubuhku. Dan apa saja yang diobatinya? Menyeluruh! Dari memperkuat pertahanan jantung, ginjal, mengobati prostat, darahtinggi, gula dalam darah ( glecime ) dan beberapa lagi. Karena dulunya aku juga pernah beberapa tahun praktek tusukjarum baik ketika masih di Tiongkok maupun di Perancis - di Lure, maka titiktusuknya aku kenal benar.

Ketika aku minta titiktusuk guanyuan, 4 jari dari kemaluan, dia tampaknya keberatan. Kenapa? Dia tahu apa maksudku. "Sudahlah, kau kan sudah tua, lagi pula tak ada isteri, ngapain titik itu harus diperdulikan kini, kecuali kalau kau mau punya isteri lagi bulan yang akan datang", katanya cerewet! Titiktusuk itu buat memperkuat "keperkasaan". Tidak enak juga rasanya ketahuan maksud yang tersembunyi itu.

Seminggu yang lalu dokter Isabelle mengalami musibah dengan keluarganya. Suaminya meninggal di sanatorium luarkota Paris. Suaminya ini adalah pengusaha barang-barang congele, pengawetan hasil laut, udang, ikan, kepiting dan juga daging. Kami resto Indonesia pernah berlangganan, berjenis udang buat keperluan nasi-goreng dan a la carte. Suaminya ini adalah Tuan Lin, peranakan Haiti turunan Vietnam, tapi sudah lama menetap dan menjadi warganegara Perancis. Dokter Isabelle-pun adalah turunan Vietnam.

Ketika dia sudah diterima menjadi warganegara Perancis, karena dia berasal dari Vietnam, mudah mendapatkan kewarnegaraan Perancis-nya. Tetapi begitu mendapatkan paspor Perancis dan ketika mau kembali ber-Imlek ke Tiongkok, lalu dia marah-marah lagi. Ini bentuk kemarahan baru, sebab kalau dulu, dia begitu saja pulang ke Tiongkok tanpa visa, karena pulang ke negerinya sendiri, kini harus pakai visa! Sebab dia sudah menjadi warganegara Perancis. Dan kami-pun juga begitu, ke Indonesia dan Asia Tenggara lainnya, enak-enak saja bisa berangkat kapan saja, tanpa visa. Tetapi ke Tiongkok harus pakai visa. "Nah, rasain kamu, dulu capek-capeknya mengurus surat-surat buat masuk naturalisasi. Kini tak rasane kue"!, kataku meledeknya.

Semua keluarga dokter Isabelle pada pokoknya lebih banyak di Perancis ini. Yang di Tiongkok hanyalah anak laki-lakinya, itupun sebenarnya sudah "bukannya anak lagi" tapi sudah suami orang, karena umurnya sudah 33 tahun, sudah berumahtangga, hampir punya anak, dan dokter Isabelle hampir punya cucu. Suami dulunya sudah meninggal. Lagi-lagi dunia ini terlalu banyak yang aneh-anehnya. Ketika suaminya akan meninggal, dia berpesan, agar lamaran Tuan Lin yang datang dari Paris itu, diterima saja. Saya tokh tidak bisa apa-apa lagi, dan kamu kan masih cukup muda, demikian katanya. Suami pertamanya itu sakit menahun, selama bertahun-tahun karena sakit jantung. Lalu datanglah seorang dari Paris, Tuan Lin, bertemu dengan dokter Isabelle, di Beijing malah, sebab ketika itu dokter Isabelle datang buat keperluan seminar kedokteran tradisional Tiongkok. Dan begitu ketemu, bergaul, rapat dan tahu-tahu cinta dan dengan berani dan nekad datang ke Tienjin buat melamar dokter Isabelle kepada suaminya yang masih sah! Dan gilanya ini sejarah kehidupan, suami dokter Isabelle merestuinya!

"Kalau ada kemungkinan kawinlah secara baik-baik, juga kalau aku sudah tiada nanti, teruskanlah maksud itu", kata suaminya. Dan tak beberapa bulan sesudah itu, suami pertamanya meninggal. Sejak dulu sebenarnya sudah tak ada penghalang buat dokter Isabelle bersuamikan Tuan Lin. Tetapi dengan meninggalnya suami pertamanya ini, jalan buat itu semakin lancar. Sayangnya, baru saja 5 tahun menjalani kehidupan barunya, suami yang keduanya ini lagi-lagi meninggal. Aku dalam hati berdoa, semoga perasaan dan hati dokter Isabelle tidak sama dengan masarakat-lama dulu itu. Seseorang wanita kematian suaminya, apalagi sudah dua kali ini, akan merasa dirinya memang sial, memang nasibnya sudah begitu. Inilah anggapan masarakat-lama ketika itu. Dan anggapan-lama ini sudah lama dituliskan oleh pujangga kenamaan Lu Sun ( Lu Hsun ), dan sudah pula menjadi sebuah filem yang amat mengharukan The New Year Sacrifice,-

Paris 12 Mei 2000

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.