Bab 90 :
Catatan Seorang Pensiunan, Bagian Satu,-

Semestinya tahun inilah aku mulai pensiun secara resmi. Tetapi aku sudah memulainya hampir tiga tahun yang lalu. Ketika pertama kali aku mengajukan buat pensiun, menghadap Jawatan Pensiunan, pegawai dan petugasnya meyakinkanku agar pikirlah baik-baik, setelah dia mendapat jawabanku kenapa aku mengajukan pensiuan dini, jauh sebelumnya.

"Tuan dalam keadaan masih bisa bekerja, bukan?", katanya. "Ya, bisa, tetapi saya mau mengajukan pensiun dini ini bukan karena tidak bisa bekerja lagi, tetapi saya ingin mengerjakan pekerjaan yang saya sukai. Sudah terlalu lama saya selalu saja mengerjakan suatu pekerjaan yang harus saya kerjakan, bukannya pekerjaan yang saya sukai. Saya hidup dalam keadaan terlalu banyak keharusan ini keharusan itu", kataku. "Okey-lah, tetapi yang mau Tuan kerjakan itu apakah juga bisa memberi penghasilan dan kehidupan kepada Tuan? Karena masalah ini adalah mesalah kehidupan Tuan sendiri, yang bisa menjamin kehidupan Tuan. Hal ini yang Tuan harus pikir", katanya lagi. Aku terpaksa harus lagi berpikir untuk memutuskannya, karena kukatakan pada mereka, bahwa memang benar, sesudah nanti aku pensiun dini itu, tak ada lagi sumber mata-pencaharianku.

Dan kalau kupikirkan dengan tenang dan jernih, pendapat mereka sangat jitu dan sangat baik, beralasan dan masuk-akal. Aku mengucapkan banyak terimakasih kepada mereka atas saran dan pendapatnya. Mereka itu adalah pekerja-pekerja dengan mengemban kewajiban melayani secara baik semua penduduk yang datang kepada mereka. Mereka bekerja melayani tidak hanya mengenai persoalan dan perihal keuangan, pensiunan, tetapi juga melayani dari segi moral, moril dan psychologis. Ketika aku antre menunggu giliran dipanggil berdasarkan nomor urutan, beberapa orang dengan menangis karena kesal, sedih, dan marah kepada entah suaminya, entah keluarganya, yang meninggalkan kehidupan wanita yang sedang menangis itu. Juga beberapa pengaduan yang menyatakan sangat tidak cukup keuangan yang didapatkannya dari pensiun suaminya almarhum. Dan berbagai persolan lain, yang selalu dan dengan tekun dan hati-hati serta penuh pengertian meyakinkan orang-orang yang sedang menghadap itu.

Betapa banyaknya persoalan di dunia ini. Dan kulihat, kudengar begitu banyak keluhan yang ditumpahkan para penghadap di Jawatan Pensiunan itu. Sedangkan persoalanku sangat lain, sangat beda. Bukannya mau seperti apa yang banyak kudengar dari berbagai keluhan itu, malah aku mau segera pensiun dini. Pegawai dan petugas Jawatan Pensiun ini, mungkin merasa aneh juga melihatku, orang satu ini. Sekarang malah kewajiban mereka meyakinku agar cobalah pikir-pikir dulu. Kebanyakan orang begitu takut dan agak menggelisahkan datangnya hari pensiun itu, tetapi aku malah memburunya agar segera datang. Tentu saja mungkin penemuan baru bagi para petugas dan pegawainya. Namun pada akhirnya aku pulang dengan hati yang sangat berterimakasih kepada mereka yang sudah begitu baik menyarankan agar berpikirlah matang-matang dan baik-baik.

Sambil pulang, aku masih sempat terpikir, ada juga orang-orang, pegawai-pegawai dan petugas-petugas yang berdinas di service-public, yang begitu baik. Memberikan saran dan pandangan yang sejuk. Mereka terheran-heran juga, biasanya orang merasa ingin memperpanjang masa kerjanya. Bahkan bagaimana mencari akal agar jangan segera dipensiunkan walaupun secara umur dan kedinasan kerjanya seharusnya sudah pensiun.

Tetapi rupanya aku hanya bisa bertahan satu tahun untuk terus bekerja seperti biasa di resto yang kami dirikan bersama itu. Lalu perasaan yang biasa-biasa itu datang lagi dengan mendesak dalam dada. Tak tahan lagi, lalu aku datang lagi ke Jawatan itu. Dan bertemu lagi dengan petugas dan pegawainya dulu itu, dan bertanya lagi padaku, apakah aku betul-betul sudah memikirkan kelanjutan kehidupanku dari segi keuangan dan kehidupan nantinya. Sebab sebenarnya menurut umur, seharusnya aku pensiun tiga tahun lagi, pada tahun 2000.

" Okey-lah kalau Tuan memang benar-benar sudah memikirkan semua akibatnya dan sudah memutuskan buat pensiun. Tetapi karena menurut umur kurang tiga tahun lagi masa pensiun Tuan, maka satu-satunya alasan adalah dari surat keterangan dokter, bahwa Tuan dalam keadaan tidak bisa lagi meneruskan pekerjaan Tuan sebagaimana mestinya", katanya memberi keterangan dan alasan agar aku menindak lanjuti petunjuknya.

Diberikannya padaku beberapa formulir buat diisi beberapa dokter. Ada yang harus diperiksa dan diisi oleh dokter umum, lalu dokter bagian jantung, cardiolog, lalu bagian kaki, phlebologi, dan beberapa bagian lagi. Semua yang harus kudatangi dan yang harus mengisi formulirku, kukenal baik dokternya. Sebab mereka memang dokterku yang aku selalu menjadi langganannya. Tak ada persoalan kalau hanya buat mendapatkan keterangan dan pengisian formulir itu. Sebuah Institut Jules Verne di jalan Rue d*Assas yang menjadi puskemas kami seluruh resto, pada pokoknya semua dokter yang bertugas di sana kukenal baik.

Di Institut ini banyak bagian-bagiannya, yang tak ada hanya bagian pemeriksaan gigi. Dan kebanyakan bagian itu sebagian besar sudah kudatangi, kecuali bagian geneocology, bagian wanita. Surat-surat yang harus kuselesaikan buat dibawa lagi ke Jawatan Pensiun, dalam tak sampai tiga minggu semuanya selesai. Dan kembali aku mendatangi Jawatan itu. Pegawai dan petugas yang sepertinya sudah hapal betul wajahku, malah melambaikan tangannya agar langsung saja menyerahkan surat-surat yang dulu dimintanya agar dilengkapi. Dan kebetulan para penghadap tidak ramai, dan ada bagian lowong, aku dipersilahkan menjawab beberapa pertanyaan dan mendengar penjelasan lanjutannya nanti. Sebab menjadi orang pensiunan artinya sudah memasuki dunia baru, dunia pensiunan.

Lalu mengapa sebenarnya aku begitu ngotot mau pensiun dini itu? Aku mau mengerjakan pekerjaan yang selama ini pekerjaan itulah yang seharusnya kukerjakan dengan hati yang suka, cinta dan yang menjadi cita-cita kehidupan. Seperti kukatakan tadi, selama sejak dari tahun 1966, aku selalu harus mengerjakan suatu pekerjaan yang sifatnya keharusan, kemestian, tetapi bukan kesukaanku. Memang selama itu aku berperilaku, kerjakanlah pekerjaan itu dengan tanggungjawab penuh, berusahalah mencintai pekerjaan yang tadinya tidak kau sukai itu. Dengan dasar inilah kukerjakan pekerjaan keharusan serta kemestian itu.

Apa aku suka jadi tukang masak di resto? Tidak! Apa aku suka jadi pelayan resto? Tidak! Apa aku suka jadi seorang restaurateur? Samasekali tidak! Semua ini bukan kesukaanku, tetapi harus kukerjakan, harus kulakukan dengan bertanggungjawab dan serius serta berusaha lama-lama mencintainya. Kami tidak punya pilihan buat bekerja menurut kesukaan, menurut kesenangan hati dan cita-cita kehidupan. Kami sejak tahun 1966 pada pokoknya sudah menjadi tawanan, sudah tidak punya kekebasan apapun buat memilih pekerjaan. Yang ada hanyalah selalu keharusan, kemestian! Kalau kamu tidak mau, berartti kau akan mengalami kehidupan yang parah dan terlunta-lunta. Jangan banyak pilih, kamu berada dalam kehidupan tidak normal, karena terbuang di tanah pengasingan. Tidak mungkin kamu dapat memilih pekerjaan yang kamu sukai, kamu senangi, kamu cita-citai. Sebenarnya kamu hidup dalam tawanan sejarah-gelap-bangsa. Jadi ketahuilah, kerjakanlah apa yang bisa dikerjakan buat kamu bisa hidup, titik! Hanya itu, hanya itu!

Dan apa itu pekerjaan yang kusukai, kucintai, dan yang menjadi cita-citaku? Sejak dulu, sejak lama, sejak umurku 10 tahun, aku sudah tahu mau menjadi apa. Dalam soal ini kukira aku termasuk bahagia, sebab sejak kecilku sudah tahu dan sudah menentukan mau jadi apa aku. Yang tidak bahagia itu adalah bagian dari sejarah-gelap-bangsa dan tanahair itu tadi. Setelah tahun 1965 - 1966, semua kehidupan kami jadi berubah, berganti arah, mungkin bukan 180 derajat, malah mungkin 360 derajat tetapi hinggap di titik lain. Sejarah gelap bangsa dan tanahair ini, dari sejak pertengahan tahun 60-an itu membuat kami terpulau, di rantau tanah pengasingan yang sampai kini dilarang pulang! Sanak keluarga terpencar, tercerai, terbunuh, penuh dengan penghinaan dan penyiksaan. Tidak boleh bekerja, tidak boleh sekolah, tidak boleh punya kebebasan buat jadi manusia normal, tidak boleh ngomong yang benar dan jujur. Tidak punya hak suara, dan yang dirantau sampai kini tidak boleh pulang. Berani pulang, jihad siap menghadang! Bukan lagi para serdadu, polisi dan tentara, tetapi juga orang-orang biasa tanpa bedil dan senapang, tetapi menyandang pedang, berbaju putih-putih yang siap kena muncratan darah merah.

Paris 8 Mei 2000

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.