Bab 89 :
Fabel Rakyat Asia Tengah dan Timur Tengah Yang Diceritakan Kembali, - Bagian Dua,- Habis

AFANDI dan TUAN TANAH

Ada seorang tuan tanah yang rumahnya tak jauh dari rumah Afandi. Sebagai tuan tanah tentu saja rumahnya sangat besar. Lengkap dengan seperangkat gudang makanan, pemeliharaan ternak, dan banyak kamar serta sangat kaya. Hampir semua penduduk sekitar daerah itu bekerja pada tuan tanah, bekerja keras mati-matian tetapi dengan hasil sedikit. Dan bila meminjam bahan makanan kepadanya, selalu dengan bunga dan bayaran serta pengembalian yang sangat tinggi. Derajat penghisapannya sangat kejam. Dan lagi sebagaimana layaknya tuan tanah, selalu pelit, rakus, dan loba-tamak.

Di perumahan tuan tanah itu banyak pekerja harian, di antaranya tak sedikit teman-teman Afandi. Tuan tanah ini mendengar kabar bahwa Afandi itu punya kepandaian yang rada aneh. Bila dia meminjamkan sesuatu, maka bayarannya selalu lebih, katanya pinjaman itu beranak. Misalnya seseorang meminjami Afandi seekor ayam, lalu bayarannya akan lebih, karena ayam itu beranak. Juga misalnya meminjami dua ekor ikan, maka bayarannya akan lebih dari dua ekor ikan, sebab katanya, ikan yang dipinjam Afandi itu akan segera beranak. Hal ini menjadi pertanyaan besar bagi tuan tanah itu. Menarik juga kepandaian Afandi ini,- demikian pikir tuan tanah.

Maka tuan tanahpun menanyakan tentang kepandaian khusus ini kepada pegawai-pekerjanya yang kenal Afandi. Dan pekerja itu menyatakan kepada tuan tanah. "Oya Tuan, Afandi itu bila dipinjami apa saja, maka pengembaliannya akan selalu berlebih dari pinjaman orang biasa. Katanya semua yang dipinjamnya akan selalu beranak". Mendengar jawaban ini, tuan tanah sangat tertarik. Dalam hatinya, nah ini dia kesempatan buat memperbanyak harta. Semoga saja suatu waktu Afandi mau meminjam apa saja kepadanya.

Dan pada suatu hari datanglah Afandi kepada tuan tanah buat meminjam bahan makanan. Ketika itu Afandi meminjam tiga butir telur ayam. Tuan tanah dengan sukacita dan gembira segera saja memberikan pinjaman tiga butir telur. Malah tuan tanah masih sempat menanyakan, mau pinjam apa lagi. Afandi hanya mau pinjam sejumlah itu saja. Tetapi dengan cepat tuan tanah menanyakan, kapan bisa beranaknya telur itu? Afandi menjawab, tergantung keadaan. Dan tuan tanah sudah tak sabaran ingin tahu, berapa pengembaliannya. Dan berharap Afandi akan mau meminjam lagi, apa saja!

Lima hari sesudah itu, Afandi kembali ke tuan tanah. Mengembalikan pinjaman telur sebanyak lima butir. Menerima lima butir telur itu, bukan main senangnya hati tuan tanah. Dan tuan tanah masih menawari mau pinjam apa lagi. Afandi sekali ini meminjam dua buah piring tembikar. Tuan tanah memberikan dengan senang hati. Dalam hatinya siapa tahu pengembaliannya akan sangat banyak dan jauh lebih bagus dari yang dipinjamkannya.

Lima hari sesudah itu, Afandi kembali ke tuan tanah. Mengembalikan pinjaman dua buah piring tembikar menjadi tiga buah. Walaupun tidak begitu sesuai dengan pikiran tuan tanah, tetapi hatinya cukup gembira, karena ternyata dua piring dulu itu hanya melahirkan satu anak saja. Tak apa, pikir tuan tanah, wajar-wajar saja, sedangkan orangpun malah terkadang bisa hanya punya anak tunggal saja, bahkan adakalanya tak punya anak.

Dan sekali ini baik Afandi maupun tuan tanah sama-sama gembira, sebab Afandi dipinjami uang seribu dinar. Jumlah itu banyak sekali, gaji buat puluhan pekerja dan pegawainya dalam satu bulan. Dan tuan tanah sudah berangan-angan buat apa saja uang yang nantinya beranak itu, dan berapa saja jumlah anak-anak uang pinjamannya. Tuan tanah menanti dengan hati yang tak sabar. Ditunggu lima hari, tapi Afandi belum juga datang. Ditunggu seminggu, juga belum datang. Dan ditunggu hampir satu bulan juga belum datang. Begitu tuan tanah merencanakan akan mendatangi Afandi bersama para centengnya, maka datanglah Afandi. Mulanya tuan tanah sangat gembira, tetapi sesudah Afandi menjelaskan persoalannya, bukan main marah dan berang besarnya tuan tanah yang pelit dan loba-tamak itu.

"Sayang sekali Tuan. Uang tuan yang saya pinjam itu, bukannya beranak, malah tiga hari kemudian mati mendadak". Mendengar kata-kata ini betapa berangnya tuan tanah. Hampir saja Afandi dikeroyoknya, untung saja ketika itu melintas orang-orang yang baru saja kembali dari pekerjaannya, yang kebanyakannya teman-teman Afandi.

Segera sesudah itu tuan tanah mengadukan Afandi, dan tuan tanah sangat berharap agar Afandi dihukum rajam, kalau dapat segera digantung. Belum lagi pengadilan digelar, baru saja pada tanya jawab, maka Pengadilan Negeri membatalkan pengaduan itu, sebab dasarnya sudah tidak kuat. Karena tuan tanah sangat percaya apa saja yang dipinjamkannya pasti akan beranak. Dan kalau sesuatu bisa beranak, pasti pada suatu hari bisa mati. Dan Afandi sudah menjalankan lakonnya dengan baik. Dia dianggap tidak menipu, tapi penuh akal, sedangkan tuan tanah berdasarkan kerelaannya sendiri, bukannya dibujuk, dihasut dan ditipu. Bahwa tuan tanah menjadi tertipu adalah memang wataknya yang sangat rakus, pelit dan loba-tamak itu.

AFANDI dan KAUM RAMPOK

Ketika Afandi sedang melintas jalanan di tepi kuburan menuju ke rumah keluarga lainnya, dia mendengar hirau-degau orang-orang berkuda. Ramai sekali dan sangat ributnya. Rupanya kaum rampok baru saja beraksi di sesuatu tempat. Afandi sangat takut mendengar suara yang begitu ribut, penuh rampok yang tak segan-segan membunuh orang.

Afandi segera bersembunyi di sebuah lubang dekat kuburan itu, di pinggir kuburan yang agak tidak sempurna letak bangunannya. Tetapi dia sudah bertekad bulat, lebih baik bersembunyi dalam pinggiran lubang kuburan daripada berhadapan dengan kaum rampok itu. Kuburan tidak akan membunuh orang, tapi rampok tak segan-segan membunuh orang. Tetapi ketika Afandi mau mengendapkan kepalanya dalam lubang, di antara perampok itu ada yang melihat Afandi. Lalu dengan membentak : "Hei siapa kamu! Jawab siapa kamu?!". Mulanya Afandi segan menjawab, tetapi karena ketakutan akhirnya menjawab juga. "Saya, orang yang sudah mati", katanya. "Lho, tadi saya lihat menongolkan kepalanya, lalu ngapain?!". "Oh, tadi saya menongolkan kepala itu mau menghirup udara segar", jawabnya. "Lho, orang yang sudah mati kok perlu udara segar?!". "Oh ya, ya, saya lupa", segera secepatnya Afandi membenamkan diri bersembunyi lagi dalam-dalam. Dan perampok itu pada mentertawakan Afandi dan ramai-ramai melarikan diri dengan hasil rampokannya,-

Paris 7 Mei 2000

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.