Bab 88 :
Fabel Rakyat Asia Tengah dan Timur Tengah Yang Diceritakan Kembali, - Bagian Satu

Nama tokoh cerita yang dikenal di Tiongkok yalah Avanti, mungkin kemudian menjadi Afandi. Dan nama yang dikenal di kalangan kita di Indonesia yalah Abunawas. Abunawas menurut catatan, hidup pada zaman Sultan Harun Al Rasyid, ada di daerah Asia Tengah. Sedangkan Avanti atau Afandi, ada di daerah Uighur, dekat Sinjiang, perbatasan daerah Uni Sovyet ( dulu ) atau Rusia ( sekarang ) dan Tiongkok. Sinjiang ( Xinjiang ) wilayah Tiongkok yang berbasiskan penganut agama Islam, karena itu namanya kebanyakan nama muslim. tetapi karena juga dekat Rusia, maka namanya ada yang bercampur dengan nama Rusia, seperti misalnya Burhanove, Ismailove, dan lainnya.

Afandi dan juga Abunawas adalah tokoh rakyat biasa. Miskin tapi pintar dan cerdas. Sering-sering suka membuat olah macam-macam, tetapi disukai banyak orang. Karena dia juga banyak membela dan berpihak pada rakyat biasa yang seperti dirinya sendiri juga, maka dia dicintai dan disukai penduduk. Menurut "sahibbulhikayat" pada pemerintahan Harun Al Rasyid itu, adalah pemerintahan yang makmur, adil dan sejahtera. Pengadilan sangat ketat memegang perundang-undangan dan peraturan. Rakyat bisa mengadukan kepada sidang pengadilan yang dikepalai seorang Kadi, dan sidang pengadilan akan memberikan keadilan yang sejujur dan seadilnya, demikian kata "sahibbulhikyat" pada zaman itu.

AFANDI MAU TERBANG

Sudah terdengar ke mana-mana berita bahwa Afandi mau terbang. Dan banyak orang-orang menanyakan kepadanya sendiri, apakah betul Afandi mau terbang. "Ya, memang saya mau terbang", kata Afandi. "Apakah orang-orang banyak sekitar pedesaan dan kota kita ini sudah pada tahu semua bahwa Tuan mau terbang?". "Saya tidak tahu, yang saya tahu betul bahwa saya mau terbang, itu saja", kata Afandi. Dan orang-orang yang datang ke rumah Afandi, ketika menanyakan perihal dirinya, semua mendapat jawaban yang sama. Banyak orang-orang heran, jangan-jangan Afandi ini sudah gila. Dan juga saling bertanya, bagaimana maka Afandi punya pikiran tiba-tiba mau terbang itu.

Kabar Afandi mau terbang benar-benar sudah merasuki semua pedesaan dan kota di provinsinya, dan bahkan sudah terdengar kepada Sultan penguasa negeri. Kabar ini menjadi suatu kehebohan. Orang tahu benar bahwa Afandi itu sama seperti orang-orang kebanyakan, mana ada punya sayap, tak ada alat-alat khusus, tidak juga menganut ilmu-burung yang bisa terbang. Kepala Kampung mendengar berita ini betul-betul marah, karena beritanya sudah begitu meluas dan terjadi sedikit kehebohan, sebab orang-orang saling berdebat dan bertengkar. Mereka saling berdebat, bertengkar bahkan cekcok, dan berkelahi, sebab ada yang tak percaya bahwa Afandi mau terbang itu. Ada yang bertahan, pasti Afandi bisa terbang, karena mereka tahu benar bahwa Afandi tak pernah bohong. Orangnya jujur dan memegang janji dengan teguh. Sifat-sifat Afandi banyak orang tahu, sebab dia sangat disukai orang banyak. Tetapi banyak juga orang tak percaya, masaksih Afandi yang begitu-begitu saja lha kok bisa-bisanya mau terbang, tak mungkin!

Kepala Kampung memanggil Afandi menghadap. Afandi dengan diiringi banyak orang dan "pengawal"nya datang memenuhi panggilan Kepala Kampung. Kepala Kampung yang merangkap penguasa daerah itu menanyai Afandi.

"Afandi, betul kamu mau terbang?" "Ya, tuanku, memang saya mau terbang", jawab Afandi. "Kapan? Dan di mana?". "Hari Jumat yang akan datang ini, dan dari menara mesjid Baitulrakhim, tak jauh dari rumah saya", kata Afandi. "Afandi, karena berita tentang kamu ini sudah sangat meluas, dan bahkan terjadi sedikit kehebohan, maka pengadilan masarakat, akan menyaksikan kamu, dan kamu kalau berbohong sesuai dengan kitab-undang-undang negeri, akan mendapat hukuman. Kamu tahu, berbohong dan membohongi orang banyak, sama dengan menipu, dan menipu ada hukumannya, sampai yang paling keras yalah hukuman gantung", kata Kepala Kampung. "Baik tuanku. Saya tidak berbohong, bahwa saya mau terbang, pada hari Jumat dan dari menara tertinggi mesjid Baitulrakhim tak jauh dari rumah saya", kata Afandi dengan tegas.

Orang-orang yang menyaksikan dan medengarkan dengan hati dan jantung deg-degan mendengarkan dengan rasa takut, ragu-ragu dan dengan kekaguman. Bayangkan Afandi, teman mereka yang biasanya pada saling berhutang, kini tiba-tiba akan menyaingi burung Garuda yang berani membelah langit! Siapa yang takkan kagum. Tetapi dalam pada itu banyak juga yang meragukan kebisaannya. Dengan alat apa dipakainya buat terbang? Mampukah dia? Berbohongkah dia?

Orang-orang pada menunggu hari Jumat. Katanya sehabis sembahyang lohor hari Jumat itu, semua penduduk pedesaan dan sekitar kota itu, akan berkumpul bersama menyaksikan Afandi terbang. Dan seperangkat alat-alat hukuman buat Afandi menjalani hukuman kalau dia berbohong juga sudah siap. Sesudah sidang pengadilan nanti memutuskan hukuman apa yang akan dijalankan terhadap Afandi. Apakah dengan 100 lecutan rotan, apakah dengan pemotongan daun kuping, ataukah yang paling berat, hukuman gantung.

Orang-orang pada hari Jumat itu, ramai-ramai bersembahyang bersama di mesjid. Yang biasanya sangat jarang ikut bersama berjemaah, kini ramai-ramai berjemaah bersama sekalian melihat dan menyaksikan pertunjukan yang teraneh di dunia. Seorang Afandi, rakyat biasa, yang sering hutang-berhutang, kini, sebentar lagi akan mempertunjukkan kebisaannya yang bagaikan Garuda membelah langit dan menembus awan-gemawan. Betapa mengagumkannya, membanggakannya!

Tapi dalam pada itu tidak sedikit yang berdoa agar Tuhan menyertai Afandi, melindungi Afandi, agar benar-benar Afandi bisa terbang dan jangan sampai kena hukuman dari Kepala Kampung. Mereka sangat memikirkan nasib Afandi. Karena apa yang dikatakan undang-undang dan Kepala Kampung, itu adalah mutlak tak dapat diubah.

Pada hari yang dinantikan, Jumat sesudah sembahyang lohor itu, lapangan sekitar mesjid Baitulrakhim sudah penuh orang. Orang biasa, rakyat, penduduk dan penguasa setempat, sudah berjubel, mengambil tempat masing-masing. Orang-orang menantikan saat yang paling genting dan mendebarkan. Afandi dicari semua orang dengan mata dan hati yang mau tahu, mau agar Afandi selamat dan lepas dari hukuman. Mau agar Afandi sukes dan berhasil gemilang dalam bercita-cita terbangnya.

Tak usah mencari Afandi. Afandi dengan langkah yang sangat gagah dan tak ragu, menaiki tangga menara tertinggi. Orang-orang mengikuti dengan mata yang nanar dan tak bergerak, terpaku, terpadu dan menyatu mengikuti seluruh tubuh Afandi. Ketika Afandi sampai pada puncak tertinggi, dia melihat lurus, dan terkadang ke bawah yang penuh orang. Badannya dan kedua belah tangannya merentang lurus, seakan-akan benar mau terbang. Orang-orang yang dibawah itu, dengan seksama memperhatikan, bahwa tak ada satupun alat-alat yang dipakai dan digunakan Afandi. Dengan alat apa lalu dia harus terbang? Orang-orang terus memperhatikannya. Dan Afandi terus dan berulang-ulang merentangkan tangannya dan memajukan badannya seakan-akan terbang dan bagaikan berenang perilaku gerak-geriknya. Beberapa menit dilakukannya, berulang-ulang. Tetapi nyatanya tetap saja Afandi tak bergerak terbang. Dan orang-orang di bawah yang menyaksikan itu benar-benar menunggu dengan jantung berdegup kencang.

Kepala Kampung dan seperangkat undang-undang dan peraturannya merasa sudah waktunya buat bersiap-siap membuka kitab-undang-undang, dan akan segera menjatuhkan hukuman apa yang seadilnya dan sejujurnya, dengan patokan yang terberatpun harus dilaksanakan kalau bunyi hukuman itu menyatakan demikian.

Dan orang-orang melepaskan desakan nafasnya yang tadi barusan begitu cepat jalannya jantung, kini sama-sama melihat Afandi turun ke bawah. Dan Afandi menemui mereka. Mereka semua terpana, terpesona, heran dan penuh keraguan, apalagi yang mau dibuat Afandi ini!

"Apa semua kalian lihat tadi bagaimana saya mau terbang itu?", kata Afandi. "Ya, kami lihat, kamu menggerakkan kedua belah tanganmu dan badanmu tergerak ke depan, tampaknya memang bergaya mau terbang", kata orang banyak. "Lalu apakah saya bohong bahwa saya mau terbang pada hari Jumat ini dan di menara tertinggi mesjid Baitulrakhim ini?", kata Afandi. "Ya tidak bohong, kamu betul mau terbang hari ini dan di sini. Tapi kenapa lalu kamu tidak terbang?", kata mereka. "Yang saya katakan saya mau terbang. Lalu saya coba, lalu ternyata yang seperti kalian lihat tadi itu", kata Afandi. "Tapi ternyata kamu tidak bisa terbang!", kata orang-orang. "Itu soal lain, saya tidak mengatakan bahwa saya bisa terbang. Saya hanya mengatakan saya mau terbang pada hari ini dan di sini. Itu yang saya katakan, dan kalian semua tahu semua itu. Tidak ada ke luar dari mulut saya yang menjanjikan saya bisa terbang. Saya katakan saya mau terbang, hanya itu, dan hari Jumat dan di sini, itu lihat, dari menara tertinggi mesjid ini", kata Afandi.

Orang-orang pada berlihatan, dan mulut-mulut bergumam. Tarikan nafas panjang, karena Afandi terlepas dari jeratan hukum. Orang-orang juga sama membenarkan bahwa Afandi memang tidak berbohong. Dia melakukan semua yang dia pernah katakan. Dan "rombongan Kepala Kampung" dengan tanpa banyak cingcong mengayunkan langkah kedongkolannya, dan mengumpat dengan mulut tertutup, sebab merasa malah mereka-lah yang diadili Afandi,-

Paris 6 Mei 2000

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.