Bab 68 :
Bagian Satu ( Musim-Semi - Musim-Kawin-Cerai )

Dulu aku selalu menguar-uarkan ke mana-mana, betapa bahagianya pasangan Pak Parto dan Mbak July itu. Walaupun perbedaan umur bagaikan antara kakek dan cucu, yang pria hampir berkepala tujuh, isterinya baru 30-an lebih. Pak Parto adalah kasus pertama di Paris dan Perancis yang mendatangkan isteri dari tanahair, kasus perpaket, kiriman, pesanan. Yang di Holland dan Jerman kasus begini sudah lama dan sudah banyak. Tetapi belum terdengar ada yang bercerai, dan semoga teruslah mereka bahagia.

Kami turut memestakan pernikahan Pak Parto dan Mbak July di kotapraja di kota kami Fontenay Sous Bois, lalu kami adakan pesta-kecil di resto kami. Kami semua gembira, kami anggap resto kami RESTAURANT INDONESIA nggunduh mantu. Pada bulan-bulan pertama sepasang pengantin baru yang umurnya samasekali tak baru itu, penuh dengan kebahagiaan. Mbak July sering nggandulan di bahu Pak Parto bila berjalan di kota Paris ini. Terkadang lagak-lakunya bagaikan anak-anak muda, berpelukan, gandengan, dan ini kami lihat, dan kami bahagia melihatnya. Dan itulah pula sebabnya, kukatakan ke mana-mana, bahwa pasangan Pak Parto-Mbak July itu sangat serasi, akrab, mesra dan selalu hangat. Puja-pujiku benar-benar sangat menyenangkan siapa saja yang melihat pasangan itu.

Tetapi siapakah yang bisa mengira, siapa yang bisa menduga, tahu-tahu saja mendengar kata-kata Pak Parto, bahwa Mbak July sudah meninggalkannya dan hidup dengan pria Perancis. Lama kami bingung, terhenyak, kaget dan tak percaya. Tapi Pak Parto teryata benar apa yang dikatakannya. Mbak July memang sudah tidak lagi di rumah Pak Parto. Ini kami tahu setelah beberapa teman kami menyelidikinya dengan maksud benar-benar ingin tahu dan lalu ingin membantu dan meringankan beban Pak Parto.

Beberapa teman secara sedikit mengejek berkata padaku : " heh, bagaimana teori kamu dulu itu, yang mengatakan orang paling berbahagia, pasangan paling mesra, akrab dan selalu hangat itu, kini sudah ambyar", katanya. Dan aku hanya bisa menggelengkan kepala saja. Dan anehnya, antara kami lebih ramai ketimbang Pak Parto sendiri. Kami merasakan betapa terpukulnya dan terpental pontang-pantingnya Pak Parto mengalami semua ini. Kami merasa kasihan, bersimpati, dan ingin meringankan beban Pak Parto. Tetapi sebaliknya Pak Parto orangnya luarbiasa kuat, teguh dan hebatnya. Kamilah yang merasakan dia terpukul, tetapi tampaknya Pak Parto sendiri malah biasa-biasa saja.

Dari hari ke hari, Pak Parto biasa-biasa saja, kerja seperti biasa, tak ada soal berat, tak ada beban tampaknya, bisa ketawa, bergurau dan tidak bingung dalam bekerja. Sedangkan Mbak July memang memutuskan secara sepihak, bahwa dia tidak masuk lagi bekerja di resto, dan tak mau lagi bertemu dan datang ke resto. Sebabnya tentulah banyak alasannya. Tapi belakangan kami dengar juga, bahwa memang benar Mbak July semasih di rumah Pak Parto sudah mulai hamil, dan kini sudah positif, demikian Pak Parto bercerita pada kami. Ketika kami tanyakan kepada Pak Parto, darimana dia tahu. "Saya baru saja ketemu dia, kok", katanya. Dan sejak itu tahulah kami, bahwa Pak Parto masih juga berhubungan secara tilpun, handphone, dan janjian ketemu di mana. Bahkan seorang teman kami secara tak sengaja, memergoki Mbak July ada di rumah Pak Parto. Dan mereka masak-masak, dan teman kami itu lalu bersama makan di situ bertiga.

Kami heran juga. Dulu pernah Pak Parto mengatakan bahwa hamilnya Mbak July, entah karena cowok Perancis itu, entah karena saya. Sebab saya dalam soal gituan masih cukup hebat, bahkan dia sering-sering kelabakan, demikian cerita Pak Parto kepada kami. Jauh di dalam hati, di antara kami ada yang meragukan, masaksih kalau sampai begitu hebat, sampai kelabakan, lha kok larinya ke cowok Perancis!! Lagipula soal perut sudah berisi itu, ada di antara kami yang berpendapat, bagaimanapun sperma pria yang sudah hampir 70, lain dong kuat dan segarnya dengan sperma pria muda-usia 30-an! Lagipula calon seorang ibu tahu betul yang sedang dikandungnya itu dari mana bibitnya! Dia akan merasakan dari nalurinya, walaupun belum pasti tepat.

Tapi sudahlah, kami berbesar hati juga dengan Pak Parto ini, dia kuat dan tabah. Dan pada lain waktu, dia cerita lagi bahwa dia bepergian dengan Mbak July ke mana-mana dan sering janjian. Nah, ini sedapnya. Seorang suami yang masih dan tetap sah, pada janjian, pacaran berbentuk baru. Sedangkan cowok Perancis itu kami dengar penuh dengan kecemburuan, setelah mengetahui pacarnya , Mbak July itu masih hubungan dengan suami resminya. Pacarnya Mbak July itu sering menilpun mencari-tahu di mana kekasihnya itu berada. Dia sangat kuatir kalau-kalau Mbak July selalu bepergian dan tahu-tahu kembali ke suami resminya. Tetapi dari janji dan ucapan-hati yang dikeluarkan, mereka tetap saling bercintaan dan mau hidup bersama, kalau mungkin akan kawin-resmi. Dari pihak Pak Parto, nah, ini banyak soal. Yang banyak soal sebenarnya bukan Pak Parto, tapi kami orang-orang partikelir dan swasta ini!

Pak Parto pernah mengatakan padaku, bahwa dia tetap sangat mencintai Mbak July, bahkan siap sedia menerimanya kembali ke rumahnya, dan tak mau cerai, walaupun kembalinya itu dengan anak bayi hasil hubungan gelapnya itu. Mendengar pendapat dan pendirian Pak Parto ini, kami orang-orang luaran, partikeliran ini, agak sewot juga dibuatnya. Rasanya kok nggak ada harga dirinya, ada yang punya pendapat begitu. Kami pikirkan dalam-dalam dan lama-lama. Seorang Mbak July tentulah akan dapat mengerjakan apa saja kalau melihat asal muasalnya beberapa tahun belakangan ini. Kenapa? Dia sebenarnya punya anak empat orang, yang sudah dewasa ada satu yang tertua, lalu yang terkecil umur 6 tahun. Semuanya dia tinggalkan di Jakarta bersama kakaknya. Sedangkan kakaknya ini punya anak dua, jadi kakaknya menanggung enam anak. Memang benar Mbak July-Pak Parto mengirimkan uang belanja kepada empat anaknya ini, tetapi yang kami pikir itu yalah tega-teganya itu meninggalkan empat anak karena mau ke Paris, karena mau kawin dengan Pak Parto. Yang sebelumnya samasekali tak saling mengenal.

Lalu dengan empat anak saja dia berani meninggalkannya, apalagi hanya bagi seorang kakek seperti Pak Parto yang walaupun katanya sendiri hebatnya bukan main kalau dalam soal yang satu itu. Ternyata jago yang satu itu saja belum cukup menjamin langgengnya usia perkawinan, dan itupun kalau benar jago. Lama-lama kami tahu juga, mengapa Pak Parto begitu perlu mendekati Mbak July ini. Ada apa-apanya barangkali, pikir kami. Dan rupanya begitulah adanya. Pak Parto sudah membelikan rumah buat Mbak July sekeluarga, artinya bersama pak Parto. Rumah itu dibeli seharga 150 juta rupiah di Jakarta. Karena Pak Parto berwarganegara-asing, Perancis, maka nama pemilik rumah itu haruslah atasnama Mbak July. Pak Parto akan segera ke Jakarta mengurus rumah itu, tak jadi diberikannya kepada Mab July, tokh mereka akan bercerai juga, dan Mbak July sudah tak mau lagi bersuamikan Pak Parto. Karena itu surat-surat-resmi pemilikan rumah itu haruslah dapat dimiliki Pak Parto. Dan surat-surat itu semua ada pada Mbak July. Dan semua surat-surat itu harus segera didapat oleh Pak Parto.

Inilah sebabnya menurut Pak Parto kepadaku, kenapa dia akhir-akhir ini banyak bikin janji dengan Mbak itu. "Lalu dapat nggak surat-surat itu", kataku kepada Pak Parto. "Akhirnya dapat juga. Bahkan dia mau tandatangan di atas segel bahwa rumah itu diserahkannya kepada saya". "Tapi itu saja mungkin belum cukup, Pak", kataku. "Lalu apalagi menurut sampeyan?", katanya padaku. "Surat-menyurat-resmi itu harus diketahui KBRI dulu, sebab kehidupan Mbak July dan sampeyan, kan, ada di Paris. Apalagi sampeyan orang-asing, sedangkan Mbak July orang Indonesia, perlu diketahui ambassade-nya, jadi perlu disaksikan dan diketahui KBRI Paris", kataku. "Mungkin juga", katanya. Dan sesudah itu sibuk lagi Pak Parto mengurus surat-menyurat-resmi atas kepemilikan rumah itu.

Urusan Pak Parto-Mbak July ini bukan main tidak sederhananya. Dari urusan soal-soal perasaan, sampai ke urusan hak-milik harta-benda. Tapi bagaimanapun kulihat di mata dan penanganan Pak Parto, semuanya tenang-tenang saja. Sampai kini Pak Parto tetap berpendirian, kalau Mbak July mau kembali kepadanya, dia tetap mau menerima, siap sedia selalu kapan saja Mbak itu mau kembali. "Lha, kalau dia tetap tak mau, dia mau kawin sama orang Perancis itu, lalu bagaimana sampeyan", kataku. "Tidak apa-apa, kami urus surat-cerai, ini sangat perlu bagi saya, sangat perlu". "Mengapa sangat perlu, apa sangat mendesak?", kataku kebodoh-bodohan. "Ya, dong, sebab saya kan juga mau kawin, saya mau cari isteri lain lagi", katanya ringan dan mantap. "Lalu ke Jakarta sekali ini, mau ngurus rumah atau mau cari yang lain lagi", kataku setengah bergurau. "Dua-duanya. Begitu dapat memiliki rumah yang memang saya beli sendiri itu, akan lebih mudah dan cepat dapat isteri lagi", kata Pak Parto penuh kepastian.

Dan aku merenung dalam, hebat sungguh orang ini. Sebentar lagi umurnya 70 tahun, tapi semangat mau kawinnya tak kalah dengan yang umur 18 - 20-an. Ditinggalkan begitu saja oleh isterinya, dia tetap secara mencuri-curi membujuk isterinya yang memang tetap dan masih sah itu. Dan kini yang sakit syaraf adalah cowok yang merebutnya itu, yang tiga empat bulan lagi akan jadi seorang bapak yang gelap tak resmi. Ada-ada saja kehidupan di Paris ini,-

Paris 12 Maret 2000,-

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.