Bab 65 :
Perihal Datang dan Pulang

Itikad baik pemerintah untuk membuka pintu bagi orang-orang yang dianggap punya keterlibatan pada sejarah kelam 65, sehingga puluhan tahun tak bisa pulang ke tanahairnya sendiri, sampai perlu mengirimkan seorang Menteri dengan stafnya buat berdialog dengan orang-orang itu di Eropa, di Holland, patut disambut. Dan memang sudah disambut dengan berbagai tulisan. Pada umumnya orang-orang itu menyambut baik kemauan pemerintah yang sudah begitu terbuka, seakan-akan sudah waktunyalah pulang, tokh sekarang ini bukankah tak ada lagi tapol?

Berbagai cara dan bentuk penerimaan seruan, dan himbauan pulang. Ada yang sangat gembira, ada yang gembira, ada yang biasa-biasa saja. Tetapi pada umumnya langkah pertama pemerintah yang membuka pintu buat pulang saja, sudah diterima dengan baik, dan disambut baik. Inilah pada umumnya pendapat yang boleh dikatakan terbanyak. Sudah tentu ada pendapat yang dengan kecurigaan dan kewaspadaan tinggi, tetapi pendapat itu bukanlah yang terbanyak.

Sekarang ada dua hal perkara. Pertama, tentang penyambutan kemauan baik, itikad baik pemerintah. Hal ini sudah banyak didengar, dibaca, dibicarakan antara satu orang dengan orang lainnya. Dalam diskusi kecil dan sedang, baik di luarnegeri sendiri, maupun dalam negeri, Indonesia, sudah dapat diketahui berbagai macam reaksi. Kedua, pelaksanaan seruan dan himbauan itu. Kenyataan kongkrit atas hasil, atau reaksi kongkritnya. Kenyataan kongkritnya bagaimana. Nah, perihal kedua inilah yang menjadi masalah pelaksanaan, kenyataan kongkritnya.

Menyambut seruan, menyambut himbauan, lalu sesudah itu, mau tidak pulang yang juga secara kongkrit pulang benaran. Pulang mudik buat selama-lamanya. Selama ini yang banyak dikerjakan dan dilakukan orang-orang itu, termasuk saya, yalah datang, datang ke Jakarta, datang ke Indonesia. Sudah itu, sesudah dua-tiga minggu atau satu-dua bulan, lalu kembali pulang ke kandang semula, yaitu ke Eropa lagi. Jadi datang hanya sebagai turis saja, ziarah, nyekar, ketemu banyak keluarga, teman dan sahabat dan rindu kampunghalaman.

Setelah adanya seruan, himbauan bahkan seakan-akan mengajak pulang, membuka pintu tanahair buat warganegaranya yang selama ini terasing di tanah pengasingan selama puluhan tahun, lalu bagaimana? Banyak pertanyaan diajukan oleh perorangan, bahkan beberapa suratkabar, tabloid, majalah, seakan-akan berlomba mewawancarai, apakah Anda mau pulang? Apakah Anda sudah siap pulang? Katanya Anda akan segera pulang, apa benar? Apakah Anda tahu, bahwa tidak sedikit pendapat yang sebenarnya menentang pendapat dan himbauan pemerintah itu, yang pada pokoknya masih banyak yang tidak setuju Anda dan teman-teman Anda pulang sekarang ini!? Pertanyaan inipun sebenarnya ingin menyelidik, ingin tahu secara agak tidak biasa. Seakan-akan "benar nggak kalau memang kamu mau pulang, apa benar kamu berani pulang?".

Orang-orang itu, sejenis saya ini, cukup banyak tahu juga apa yang dikatakan oleh orang-orang suratkabar itu. Memang reaksinya tidak sedikit yang negatif, bahkan kami melihat, mendengar, mengetahui, reaksi yang keras itu, bahkan cukup tahu juga dari pihak mananya. Dan orang-orang sejenis kami ini agaknya cukup terdidik untuk tetap waspada, sebab taruhannya yalah, jiwa, nyawa, penjara, atau hilang sirna, hilang begitu saja.

Gus Dur, presiden RI ini, ya, beliau sih baik, tetapi bawahannya itu? Beliau sih hebat, mendepak Wiranto saja, dengan lihai tekerjakan olehnya, dan berhasil baik, tanpa macam-macam akibat belakangnya. Menteri Yusril ketika Januari dua tiga bulan yang lalu masih mengatakan di Holland, bahwa perundang-undangan dan peraturan mengenai sesuatu atas pelaksanaan himbauan ini, paling lambat akan selesai pertengahan Februari. Rombongan itu baru saja memasuki perbatasan tanahair, di Hongkong, sudah ada yang mengatakan, bahwa paling cepat peraturan dan perundang-undangan itu, sudah sangat baik kalau selesai pada April 2000,- dan ini dikatakan oleh staf menterinya yang ikut bersama Bapak Yusril.

Dan sampai kini belum ada bau-baunya akan segera diselesaikan. Beberapa undang-undang dan peraturan yang dulu dikeluarkan pemerintah, tetap belum dicabut, tetap masih berlaku. Artinya tentang pelarangan paham komunisme, baik orang-orangnya maupun ajarannya. Artinya juga melarang orang-orangnya pulang secara biasa, karena undang-undang serta peraturan itu justru buat mencekal, menghadang dan melarang orang-orang dan pahamnya, dan lebih dari itu ya menangkap, memenjara, dan siapa tahu melenyapkannya begitu saja. Semua ini masih tetap yang lama. Seruan dari Presiden, Kepala Negara, walaupun sudah paling atasan, tokh beliau tidak mungkin mengawasi dengan cermat secara terperinci. Sebab ketika sudah taraf pelaksanaan, ke bawahnya walaupun masih juklak-nya, sudah lain lagi soalnya. Antara atasan yang paling atasan dengan yang bawahan, kebanyakannya dalam praktek, tak ada hubungan erat dan langsung, ada antara putus, bisa missing-link, akan ada rantai terputus. Dan ini sangat berbahaya, berbahaya bagi orang-orang yang berani-beraninya pulang tanpa lihat kiri-kanan, bagi orang-orang sejenis saya ini.

Kalau dulu mungkin yang paling berbahaya itu adalah tentara, serdadu, tapi kini malah bukan lagi hanya yang berbaju hijau, tapi justru yang berbaju putih. Dan ini sudah tampak nyata dengan barisannya yang mengingatkan DI dulu itu. Pada waktu pertengahan akhir 65 dan sepanjang 66, orang-orang inilah yang paling banyak membunuhi orang-orang yang dianggap terlibat dengan orang dan paham komunis. Dan tampaknya orang-orang dulu itu tetap ada penerusnya, dan menyatakan diri siap melakukan apa saja yang bersifat dan anggapannya sama dengan jihad. Pihak ini bukan main galak dan kejamnya, mengganasnya kagak ketulungan!

Nah, siapa mau berani-beraninya pulang tanpa perhitungan? Sudah pasti ada yang akan dan berani pulang. Tentunya dengan perhitungan tertentu. Tetapi sudah sama diketahui bahwa situasi secara menyeluruh belumlah ideal benar buat pulang. Sebab penghalang secara ideologisnya cukup harus diperhitungkan secara kepala dingin, secara nalar yang jernih. Apa ini semua? Mengapa begitu lama keadaan seperti ini? Inilah hasil dan keberhasilan yang sangat gemilang dari Suharto selama 32 tahun lebih ini. Hasil paling gemilang Suharto selama lebih 32 tahun ini, yalah menjadikan rakyat miskin, menderita, bodoh, saling curiga, terpecah-belah, saling bunuh dan saling dendam. Dan sudah tentu hasil paling jempolannya yalah KKN itu.

Kalau ada pertanyaan, apakah Anda tak ingin pulang? Apakah Anda tak rindu kampunghalaman, dan tak cinta tanahair? Mungkin tak ada, atau sangat sedikit di antara kami yang tak ingin pulang, tak mau pulang. Kebanyakannya, mayoritas mau pulang, rindu kampunghalaman, cinta tanahair.Hanya paspor saja atas nama asing, tetapi hati dan jiwa tetap Nusantara. Sebab tanpa paspor nama asing itupun, tidak mungkin kami bisa datang melepaskan rindu dan kangen kami kepada kampunghalaman dan keluarga serta teman-teman dan sahabat-sahabat. Tetapi kedaan kongkrit, penuh perhitungan, lihat kiri-kanan, harus selalu menjadi andalan kami, sebab nyawa dan jiwa kami sangat murah dihargai oleh mereka itu, sedangkan kami sangat mahal menghargai harta-nyawa yang hanya itulah satu-satunya hakmilik kami.

Setelah kami lihat kiri-kanan sekitar kami, benarlah adanya. Dari ratusan orang berjenis kami yang katanya "klayaban" di tanah Eropa ini, saya kira belum ada 3 persen yang sudah pulang. Bahkan dari tempat saya, seorang tua yang tadinya pejuang tangguh, Angkatan 45, Angkatan Menteng 31-pun, sudah datang ke Indonesia, malah pulang lagi ke kandangnya, sudah tentu dengan berbagai alasan yang masuk akal. Ternyata pulang secara biasa, benar-benar belum akan biasa, masih tetap luarbiasa, belum normal,-

Paris 6 Maret 00,-

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.