Bab 64 :
Dari Fragmen Novel : Runtuhnya Sebuah Persahabatan

Jauh sebelum ini aku sudah dipesan oleh Luis, Tuan Luis, yang juga kami panggil Lao Chang, bahwa pada satu hari dia membutuhkanku sebagai penterjemah. Dia mau bertemu beberapa orang Perancis di resto kami. Jadi pada waktu dia memerlukanku sebagai penterjemahnya, sebaiknya aku tidak usah kerja pada waktu itu. Sehingga tidak mengganggu pekerjaan. Minta gantikan pada hari lain, buat pengganti hari itu.

Aku juga menanyakan siapa orang Perancis itu, agar aku dapat mengira-ngirakan bahan apa saja yang akan menjadi topik pembicaraan. Luis mengatakan bahwa mereka tadinya adalah tentara, dan bahkan ada yang berpangkat kolonel bahkan seorang diantaranya pensiunan brigjen. Luis menjelaskan sekedarnya, sebab dia tidak mau mengatakan secara persisnya topik apa yang hendak diterjemahkan itu. Inipun dia katakan padaku karena dia percaya, dan dengan pesan bahwa peganglah kepercayaan ini, agar persahabatan kita langgeng, demikian katanya.

Yang kutahu tentang Luis, dia ini pedagang, Ketua Konsorsium Eksekutif Dewan Keuangan suatu perusahaan yang berkedudukan di Singapura. Yang diperjual-belikan yalah yang sifatnya hipotik, seperti hotel, bangunan perkantoran, juga ada pabrik, dan pertokoan. Pada tahun 1994 kami bersamanya bermobil dari Singapura menuju Kuala Lumpur buat berunding dengan beberapa temannya yang bersepakat akan membuka toko serba-ada, departement store di Shanghai dan Beijing. Dan mengapa aku menjadi dekat dan berhubungan dengannya? Karena dia sudah mempercayakan padaku, akan menyerahkan pengelolaan sebuah restoran di Beijing. Restoran itu merangkap hotel berlantai tujuh, tidak besar amat, tapi samasekali tidak kecil.

Rencananya restoran ini adalah resto Asia-Eropa. Mengapa dia getol amat ingin agar aku juga bergabung dengannya, dan bekerja bersamanya? Panjang ceritanya. Dia sudah berkali-kali datang makan ke resto kami di Paris. Sebenarnya dia ini adalah teman atau kenalan dari anakku Wita dan Nita. Mereka kalau bertemu selalu berbahasa Tionghoa Beijing. Luis umurnya belum tua benar, tapi sudah lewat sebagai anak muda. Sebagai pengusaha yang juga berkuasa atas pengeluaran uang, memang umurnya masih muda, baru mengakhiri kepala 3 dan mau ke kepala 4. Ketika dia minta agar aku mau bergabung dengannya, dan bekerja padanya, kukatakan kini aku sedang bekerja di resto kami sendiri. Akhirnya dia tahu bahwa aku adalah salah seorang pendiri Restaurant Indonesia. Setelah dia tahu malah dia lebih nekat ingin agar aku mau bekerja dengannya.

Kukatakan sekarang tidak bisa, kecuali kalau aku sudah pensiun, dan kalau aku sendiri berkenan, setuju. Tambah begini jawabanku, tambah menjadi-jadi mengincerku untuk bekerja dengannya. Dan karena aku tahu, dia lebih dekat kepada dua anakku, maka kutanyakan mengapa Luis begitu ngotot mau mengajakku bekerja dengannya. Tahulah aku sekarang. Salah satu diantaranya ketika kami dulu datang ke rumahnya di Singapura, seorang anak kesayangannya langsung memelukku dan minta digendong. Anak itu berumur satu tahunan, manis sekali. Katanya, kata Luis, anak itu sangat tidak mudah dekat orang, dekat tamu papa dan mamanya. Tapi kenapa denganku lalu kontan minta digendong, dipeluk.

Memang aku ingat hal itu. Tetapi tak pernah jadi perhatianku. Aku sangat suka anak-anak. Pernah aku diherani oleh isteriku almarhum, "mengapa kamu kok, begitu disenangi anak-anak kecil itu, sedangkan aku yang wanita tidak begitu seperti kamu ya", kata isteriku. Mungkin karena memang aku sangat suka akan anak-anak. Tapi sudahlah, aku tidak mau memperpanjang persoalan dan perihal yang dipercayai Tuan Luis itu!

Luis sangat banyak perhatiannya kepada ilmu yang mengarah ke mistik. Dan dia juga tahu masalah dunia-halus, termasuk dia merasa dirinya sebagai paranormal yang amatiran. Menurut dua anakku itu, Luis percaya bila dia bisa mengajakku bekerjasama dengannya dan mau bekerja untuknya, maka usaha apapun akan menguntungkan dia, begitu kepercayaannya! Dan aku tak ambil open akan hal itu, urusan dialah itu. Tapi memang pernah kudengar, termasuk dari anakku, bahwa "katanya, menurut pengamatan dalam", siapa saja yang bekerjasama denganku, atau bila aku berada dalam satu usaha dengan orang lain, ramai-ramai, maka badan usaha itu selalu akan untung, pokoknya lucky deh. Tetapi katanya pula, bila aku hanya sendirian mau coba-coba dagang, alamat akan segera bangkrut. Kukira hal yang belakangan ini yang aku jauh lebih percaya. Karena aku tidak punya bakat dagang. Aku jauh lebih berbakat kuli, memburuh, bekerja pada orang lain.

Karena "tekanan begitu rupa, dan desakan dan kata-kata orang", maka lama-lama ada juga sedikit kepercayaan padaku, jangan-jangan apa yang dirasakan dan dipercayai Luis itu, benar juga adanya?! Tapi syaratnya yalah memang bekerja di suatu usaha yang sifatnya bukan perorangan, tapi ramai-ramai. Ya, seperti resto kami sekarang inilah, barangkali lho!

Itulah pula kengototan Luis sampai mau menunggu aku pensiun lalu "mengabdikan tenaga" buatnya, yang artinya meninggalkan resto yang aku sendiri dulu turut menjadi pendirinya. Dan pasal gaji, salaire, kami sudah pernah membicarakannya dengan Luis, juga di depan dua anakku. Mungkin maksudnya sebagai saksi. Katanya minta berapa sajalah yang jauh lebih tinggi dari pendapatan resto kami sendiri. Misalnya ketika itu aku bergaji sekitar 6000 Francs ( ketika itu, tahun 84 sampai dengan 90-an, sebelum adanya krisis), dan ketika aku mengajukan sekiranya dua kali lipat atau tiga kalilipat dari itu, lalu bagaimana? Luis samasekali tidak keberatan, bahkan katanya dalam perjanjian nantinya bisa terima dalam dollar sebagiannya.

Dan pekerjaannya sudah dibayangkannya, cukup berat. Bukan hanya mengelola resto yang di Beijing itu saja, tetapi mengawasi jalannya perusahaan yang ada di Jepang-Tokyo, Thailand-Bangkok, Australia-Perth dan kemungkina juga di Indonesia, yang seperti dijalankan oleh Luis sekarang ini. Luis itu dalam satu bulan paling banyak hanya sebagian saja di rumahnya di Singapura itu. Selain itu dia keliling buat mengawasi, juga mengelola usahanya di mana-mana, termasuk di Perancis ini.

Pada tahun 1994 itu saja karena ada hubungan dengan usaha Luis, padahal belum bekerja dengannya, baru dalam rangka mau mengenal pekerjaan, aku sudah bolak-balik, Paris-Singapura-Kuala Lumpur dan Beijing, dalam dua bulan terakhir ini saja! Terbayanglah olehku, bahwa kalau sekiranya akan jadi bekerja dengannya, alamat hidupku lebih banyak berdiam di hotel, di pesawat, di kapal, di perjalanan. Baik-baiklah memikirkannya, kataku dalam hati.

Maka pada hari yang dijanjikan itu, pekerjaanku di resto digantikan oleh seorang teman, dan aku akan menggantikannya pada hari lain. Empat orang Perancis, tiga pria dan seorang wanita. Semuanya berpakaian bagus, steady, dan umurnya ada yang setengah tua, tetapi tidak ada yang muda seperti Luis. Aku akan menterjemahkan dari Tionghoa - Inggeris dan Perancis. Orang Perancis itu tidak begitu menguasai bahasa Inggeris, juga Luis-pun bukannya pandai benar dalam berbahasa Inggeris. Tapi ketika kuanjurkan agar Luis menyewa jurubahasa saja agar mudah dan menguasai persoalan, dia menolak keras. Katanya sebagai alasan, belum tentu semudah itu mempercayai orang dalam perundingan yang akan begitu penting.

Sebenarnya aku sendiri-pun bukannya pandai dan menguasai tiga bahasa itu. Hanya alakadarnya sajalah. Tapi adalah benar, yang membikin aku mau saja membantu dan menolongnya, disebabkan aku mau tahu saja soalnya. Perundingan apa ini, itulah yang aku mau tahu. Sebab berundingnya kok dengan mantan perwira yang sudah pensiun pula!

Ketika Luis mengatakan istilah Xicang, dia tak dapat langsung menterjemahkannya, memang tak ada bahasa Inggerisnya maupun Perancisnya, tapi aku kebetulan tahu, bahwa Xicang itu adalah Tibet, daerah otonom Tibet, daerah atap-dunia menurut orang Tiongkok. Dan percakapan itu makin lama makin seru juga, dan tugasku tidak begitu banyak sebab ternyata bahasa Inggeris mereka cukup sama-sama nyambung, sama-sama mengerti. Paling-paling aku hanya sekedar menterjemahkan istilahnya kalau mereka tidak mengerti, ke dalam Perancisnya atau ke dalam Tionghoanya. Tapi kini ketika pembicaraan semakin seru dan lancar, malah akulah yang konsentrasi kepada bahasanya jadi berarah lain.

Tidak lagi ke soal bahasa, tetapi apa itu istilah begitu banyak nama senjata! Dan aku tahu benda-benda semua senjata itu. Aku mengenal baik nama-nama senjata itu. Aku pernah menjadi wartawan-perang ketika ke Vietnam sedang ramai-ramainya perang dengan Amerika dulu itu. Tidak, tidak salah pendengaranku! Yang dibicarakan yalah tentang M-16, ini senapang-serbu dari AS. Lalu G-3, itu dari Italia. Dan orang banyak kenal apa itu AK-47 dan AK-45, sejenis Kalashnikov, semua ini dari Russia yang dulu Uni-Sovyet. Semua ini senjata yang sangat praktis dan banyak digunakan dalam perang-daratan, dan perang-serbuan.

Lalu membicarakan berbagai bahan TNT, dan bahan-ledak lainnya. Sudah, sudah ngawur ini Luis dan pedagang-senjata Perancis itu! Aku sangat dongkol. Tapi masih bisa menahan diri, dan sangat marah kepada Luis dan empat orang itu. Ketika aku mau bangkit meninggalkan mereka karena benci dan marahnya, justru pembicaraan mereka memutuskan kapan lagi mereka akan bertemu. Dan barangkali wajahku ketika itu sudah begitu merengut dan kusut, bagaikan angka delapan!

"Luis, saya benar-benar sangat tidak setuju dan menentang you berdagang secara begitu. Saya tidak mau you menjadi Kashogi kedua! Ketahuilah itu", kataku tak sabaran setelah aku datang ke hotelnya di pinggiran kota Paris. "Ya bisa saja begitu, tapi kan you saya minta bantuannya buat penerjemahan bukan buat turut berdagangnya. Perkara dagang itu urusan saya, perkara untung-rugi dan resikonya itu perkara saya, bukan you". "Tapi, Luis, itu artinya penyelundupan, penggelapan, dan juga pembunuhan terhadap rakyat di sesuatu negeri. Bukankah senjata itu buat digunakan perang, pertempuran, pembunuhan? Jadi perdagangan begini adalah kejahatan besar. Itu saya tidak mau, Luis, benar-benar saya mentangnya", kataku marah. "Tapi you kan tidak dalam orbit ini. You saya minta mengelola restoran dan mengawasi jalannya usaha lain bukan yang kemaren kami bicarakan. Semua urusan yang kemaren tidak masuk bagian you. You sudah tahu di mana you punya pekerjaan dan tugas-tugasnya. Saya mengajak you buat urusan kemaren karena percaya pada you, dan sekalian minta bantuan penerjemahan", kata Luis.

Turun naik-nafasku karena marahnya. Tetapi si Luis yang sudah kulihat sangat mendongkolkan itu, malah tenang-tenang saja. Dalam hatiku berkata, ilmu apapun yang dia pelajari, kuasai, akhirnya ilmu itu akan hilang dan akan menerkam dan menenggelamkan dirinya. Karena berdagang-senjata artinya adalah berdagang nyawa, bertaruh dan berjudi jiwa. Pekerjaan begini harus kita jauhi. Keuntungan yang bagaimanapun bila taruhannya jiwa, itu artinya menyamakan uang dengan darah dan nyawa. Tidak, bukanlah itu duniaku. Luis, ketahuilah, bukanlah itu duniaku. Biarlah aku memburuh biasa, menguli, setengah mati mencari kehidupan, karenanya harus mencintai kehidupan, dan membenci serta menjauhi pembunuhan dan kesengsaraan lainnya,-

Paris 27 febr 2000,-

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.