Bab 62 :
A Double Life

Kesembuhan penyakit kulit Rina sangat menggembirakan bukan hanya Rina sekeluarganya di rumah saja, tetapi juga seluruh keluarga lainnya, abang-abangnya dan saudara lainnya. Erwin dan Victor sangat gembira akan kesembuhan adiknya ini. Erwin menceritakan ini dengan mungkin agak berlebihan, karena gembiranya. Adiknya yang sudah begitu lama menderita sakit kulit, hampir saja putusasa, kini sembuh seperti sebelumnya. Dan Victor yang kami panggil Ntong ketika di Beijing, lalu sangat tertarik kepada Nita yang sudah begitu berhasil menyembuhkan adiknya ini.

Ntong pernah beberapa kali mengikuti Nita ketika Nita bertugas membantu dan menolong teman-temannya. Dan Ntong lalu sangat berminat buat menanyakan sesuatu tentang dirinya sendiri. Dia benar-benar mau tahu sesuatu tentang dirinya. Dan setelah dia yakin bahwa Nita akan mampu mengurai tentang dirinya, maka lama sekali Ntong buat memutuskan apakah pertanyaan itu akan diajukannya atau tidak. Nita sebagai orang yang perasa dan peka kepada perasaan seseorang, apalagi mengenai kejiwaan, atau dengan bahasa sederhananya, apa maunya sih ini orang. Tahu dan mengerti apa sebenarnya kehendak Ntong ini.

"Nita", kata Ntong suatu kali kepada Nita,- "Sekarang aku datang kepadamu dengan sesuatu maksud. Sudah lama kupikirkan apakah akan kutanyakan atau tidak. Dan aku sudah mengambil keputusan, sebaiknya kutanyakan kepadamu, lepas dari kau tahu atau tidaknya, kau mengerti dan memahamiku atau tidaknya. Begini : aku mau tahu, siapa sebenarnya aku ini, dan apa, dan bagaimana? Aku selama ini, bertahun-tahun tenang-tenang-gelisah, mau tahu siapa dan apa aku ini sebenarnya",- kata Ntong. Tetapi Nita samasekali belum memberikan reaksi sedikitpun, dan juga tampak samasekali tidak kaget, tidak aneh, dan tidak pula terasa heran.

"Sebenarnya hal itulah yang aku mau tahu. Aku sungguh percaya, apalagi aku mengikuti dan menyaksikan pengobatan, pertolongan dan bantuanmu selama ini kepada keluargaku sendiri maupun kepada teman-teman kita yang lain. Inilah pertanyaanku. Kau tolonglah aku, bantulah aku!",-

Mendengar perkataan dan harapan Ntong ini, barulah benar-benar Nita yakin akan hal dan maksud Ntong yang sebenarnya. Dan Nita samasekali tidak heran akan pertanyaan itu. Sebab Nita sebenarnya sudah tahu, sudah mengerti siapa sebenarnya Ntong ini. Tetapi tentu saja dia tidak akan menjelaskan siapa Ntong sebelum orang punya badan tidak menghendaki keterangan dan penjelasan itu. Dan Nita setelah dengan penuh ketenangan dan penguasaan dirinya, lalu mengatakan dengan mantap, karena sudah lama dia tahu.

"Ntong, sangat baik pertanyaanmu mengenai dirimu sendiri. Aku ingin terus-terang kepadamu. Kau Ntong, sebenarnya kau itu perempuan. Kau Ntong sebenarnya kau itu juga laki-laki. Pada dirimu ada perempuan dan ada laki-laki. Kau-pun sebenarnya sudah lama terasakan bahwa pada dirimu ada dua jiwa, kau itu ada dua badan, dua raga dan dua jiwa",- Nita berhenti dan memperhatikan reaksi Ntong. Tapi Ntong malah sangat tenangnya, tidak sedikitpun merasa terkejut dan heran.

"Ya, Nit, kau betul, akupun merasakan hal itu. Tapi aku mau tahu lebih jelas lagi tentang aku yang kau pantau dan amati selama ini. Dan itulah sebabnya pertanyaan ini kuajukan padamu, justru karena aku yakin kau tahu, kau mengerti tentang aku",- Nita diam merenung lama, berpikir jauh, mengumpulkan energi, lalu berkata lagi : "Dia, perempuan itu sudah lama berdiam dalammu, bahkan ketika di Beijing dulu itu, kalau tak salah dia bukan orang kita, bukan Indonesia. Bukan main kau sayang dan cintanya kepadanya, ya, kan Ntong?",- kata Nita.

"Ya, sekarang aku agak ingat-ingat, dia temanku orang Jepang, meninggal karena kecelakaan, tahun 64 atau 65 sekitar itu",- "Dan kau ketika itu baru berumur sekitar 10 tahun", kata Nita. "Kau betul", kata Ntong. "Jadi Ntong, sekarang soalnya terletak kepadamu. Lalu kau mau apa, mau ke mana dan mau kau apakan, semua soal terletak kepadamu", kata Nita yakin dan mantap.

Ntong sekarang ini berusia lanjut buat berumahtangga, tetapi sebenarnya belum terlambat benar, umurnya sedang berkepala 4,- Orangnya, wajahnya sebenarnya penuh kelaki-lakian, mukanya sebagaimana keturunan Batak, agak bersegi empat, dan mengarah ke wajah patung Gajah Mada buatan Henk Ngantung itu. Walaupun perawakannya kasar dan kelaki-lakian, tapi jiwanya halus, lembut, dan tidak pernah petatang-peteteng, seperti kebanyakan laki-laki kasar lainnya. Orangnya baik dan sangat ramah. Dia banyak tahu tentang olahraga, pemain badminton yang baik, pemain pingpong yang handal, juga sepakbola. Beberapa kali bercinta tapi gagal. Kenapa, orang tidak tahu, semuanya serba gelap.

Dulu sekali pernah berteman dekat dengan seorang wanita setengah pengusaha, yang sudah berkeluarga. Karena kedekatannya ini menjadikan suami wanita itu cemburunya luarbiasa, dan akhirnya mereka bercerai. Banyak orang banyak teman kami yang tidak mudah begitu saja percaya bahwa Ntong sudah benar-benar menodai wanita itu secara fisik. Itu hanya penuh kecemburuan saja adanya. Orang lebih mempercayai Ntong sebagai pemuda yang jujur dan hanya ingin berteman biasa saja. Bukti lain setelah bertahun-tahun kejadian itu, tokh mereka baik Ntong maupun wanita itu tetap saja membujang, yang satu bujang-lapok, yang satunya lagi janda setengah tua.

Dan apa yang ditanyakan Nita kepada Ntong adalah sepenuhnya terletak dan tergantung pada Ntong, itu adalah kebenaran. Menurut Nita, perempuan itu samasekali tidak jahat, bukannya rokh jahat, tetapi sudah tentu dia tidak sudi kalau Ntong lalu kawin berumahtangga dengan perempuan lain, yang padahal dia sudah tahunan tinggal bersama Ntong di dalam satu jiwa, satu raga, dengan dua kejiwaan. Dan ketika pernah ditanyakan Nita apakah Ntong mau berpisah dengan wanita yang bersama Ntong itu, malah Ntong menjawabnya : "Saya sudah terbiasa dengannya Nit, dan tokh dia kan tidak jahat. Dan lagi kalau aku pergikan dia, aku suruh pergi begitu saja, kan aku juga kesepian. Dan yang paling mejedihkan nantinya, kalau dia kusuruh pergi, lalu aku kesepian. Sekarang ini dan selama ini aku hidup sendirian tampaknya dari luar, tetapi ada dia bersamaku, dan aku tak pernah merasa kesepian selama dia ada dalam diriku",- "Nah, di situlah soalnya yang kukatakan padamu itu. Semua itu terletak kepadamu, tergantung pada dirimu. Apakah akan terus begitu kau hidup dengannya yang selalu tak tampak di orang lain, walaupun hanya kau sendiri saja yang merasakannya, yang bisa melihat dan merabanya",-

Tiba-tiba Ntong bertanya serius: "Apakah aku tidak bisa berkeluarga dengan orang lain, Nit, seandainya aku mau dan mau melepaskan dia?". "Tampaknya kau tidak akan serius karena kau sudah terbiasa dengannya, dan lagi kalau kau betul-betul mau berkeluarga, kau benar-benar harus minta izin kepadanya. Dia tidak akan rela tampaknya kau usir begitu saja, dan lagi kau sendiri tampaknya sudah terbiasa dengan adanya dan kehidupan berdua selama bertahun-tahun ini dengan dia",- kata Nita. Dan ternyata memang Ntong membenarkan semua kata-kata Nita. Lama sebelum ini tidak hanya satu dua orang yang mengatakan bahwa Ntong itu adalah perempuan sebenarnya, hanya terkadang saja dia menjadi laki-laki. Dan setelah Nita mendalami ilmu tenaga-dalam dan rokh-kejiwaan ini, semakin tampak olehnya bahwa Ntong memang sangat terikat akan perempuan yang hidup di dalam diri Ntong. Dan terbukti, Ntong sendiri amat berat berpisah dengannya. Dan kian bertambah umur Ntong, sudah semakin sulit buat menentukan berkeluarga dengan wanita lain. Apalagi sekarang ini beberapa tahun lagi umurnya akan berkepala lima.

Semakin lama Nita mendalami ilmu ini, semakin banyak soal-soal yang ditemuinya. Semua minta penyelesaian, semua minta didahulukan, semua minta diperhatikan. Untung saja pelariannya hanya kepada Tuhannya, tergantung dan berpasrah kepada Tuhannya, hanya itulah kekuatannya sehari-hari. Tapi dia sudah berpegang kepada penyerahan diri buat membantu kemanusiaan dan perbaikan kehidupan umat manusia, dan berdasarkan kekuatan Tuhan yang menguasai jagad alam ini

Paris 25 febr 2000,-

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.