Bab 51 :
SEPUTAR JAKARTA - Satu

Orang Jakarta tampaknya memang suka nongkrong. Makan di resto, warung, termasuk warteg, dan emper-emper warung kaki-lima yang digelar menjelang sore. Kalau sudah jam 17.°° beberapa pinggiran jalan sudah penuh warung makanan yang sifatnya darurat, sebab menjelang tengah-malam, daerah itu harus mulai dibersihkan, buat keesokan harinya digunakan buat parkir mobil atau juga kios darurat.

Sepanjang pinggiran jalanan di Pecenongan masih seperti 50 tahunan yang lalu, penuh warung makanan, dan anehnya satu sama lain tampaknya tak kentara bersaingan, atau memang sudah sama-sama bersetuju tak saling mengganggu. Dan aneh lainnya lagi, pada pokoknya semua warung makanan disitu penuh dengan pelanggan. Dibandingkan dengan tahun-tahun limapuluhan dulu itu, menurut saya kebersihannya jauh labih baik ketika dulu itu. Kini cukup banyak lobang-lobang menganga, solokan yang letaknya tak jauh bahkan dipinggir kursi pelanggan yang sedang makan. Sehingga pelanggan mudah saja dan leluasa membuangkan tulang-tulang ayam, ikan,kambing ke solokan dan lobang yang menganga itu.

Dan saya lihat satu sama lain sudah biasa dengan keadaan demikian. Tak ambil perdulian, masakbodo, makan ya makan, yang penting enak di selera, nikmat di lidah, habis perkara.

Warung yang sifatnya darurat begini bukan main banyaknya di Jakarta, sampai ke Kebayoran. Dan sudah jadi mode, para artis buka warung, buka cafe, buka tenda manis-klimis dan asik-menarik. Tentu saja terkadang para artisnya bersama para pendatang dan pelanggan, dan yang begini ini yang bikin laku. Orang-orang terkadang mau ngobrol sama artisnya, mungkin lebih penting menikmati rupa dan wajah kecantikan artisnya ketimbang rasa makanan dan minumannya.

Sesuatu warung kalau sudah demikian lakunya, maka tak ada tempat buat duduk menikmati makanan. Apa akal? Para pelanggan dengan menggunakan mobil pribadinya duduk di mobil saja sambil menikmati makanan. Dan "yang beruntungnya" saya juga melakukannya. "Untungnya" keluarga saya ini pada suka makan, suka nongkrong, suka jajan, maka satu seleralah kami semobil itu. Anak muda yang penuh energik, cucu saya Pongky, mengajak saya makan nongkrong di pojokan jalanan yang di Kebayoran. Makan nasi-uduk yang katanya sangat enak dan terkenal.

Begitu kami datang, tak ada tempat lagi, penuh. Sehingga kami pesan dan datang ke bagian penyajian, dapur darurat, tunjuk sendiri, ambil sendiri, pokoknya help your selp-lah! Dan lalu kami kembali ke mobil dan makan dalam mobil. Ketika itu kami baru pulang dari disko jumpjaz. Salah seorang penyanyinya sambil nyanyi sambil pakai pet, topi kasket, simpatik, manis dan ramah, selalu senyum. Melihat yang beginian, mana saya tahan, lalu bagaikan magnit-besiberani, mau tahu, mau kenalan. Dan saya minta kalau istirahat nanti tolong temui saya di meja sekian.

Seorang pelayan anak muda yang juga cantik, menyampaikan pesan saya ini. Dan betullah ketika istirahat, si dia datang dengan tetap pakai pet-kasket dengan rambutnya pendek, jongenskop. Dan saya silahkan duduk berhadapan dengan saya, sedangkan "para cucu" saya agak minggir memberikan kesempatan pada kakeknya buat wawancara! Namanya Diana, dipanggil Mbak Yana saja. Mereka rombongan for you, dan ditulis dengan nama band mereka 4 U,- Anggota bandnya 10 orang, 6 pemain musik dan 4 penyanyi. Dua penyanyi wanita, mbak Yana dengan adiknya Uci, dan dua penyanyi pria.

Mereka rata-rata berumur 20 sampai 28 tahun. Yana sendiri 25 tahun. Tamatan dari Uni Trisakti bagian ekonomi. Kalau pagi ngantor di sebuah kantor swasta, kalau malam nyanyi di bar, di cafe, di diskotik. Mereka rata-rata harus hapal antara 150 sampai 300 lagu berbahasa Inggris dan Indonesia. Pokoknya diusahakan sebaik dan serapi mungkin, jangan sampai ada permintaan lagu dari para hadirin tetapi tak tahu dan tak mengerti lagunya, jangan sampai terjadi demikian!!

Ketika saya tanyakan bagaimana cara memelihara suara yang begitu terus menerus menyanyi, capek dan lelah, tetapi volumenya tetap stabil. Yana mengatakan, resepnya sendiri adalah sekali-kali jangan minum banyak ketika sedang nyanyi, dan kalau sangat haus basahilah kerongkongan dengan minum air-putih biasa, jangan terlalu dingin, dan samasekali jangan hangat. Dan banyak olahraga yang sifatnya tidak berat tetapi selalu kontinyu, berkesinambungan.

Ketika itu bulan puasa, dan Yana serta banyak anggota rombongan berpuasa dengan baik dan taat agama, memang luarbisa! Berapa dapat uangnya? Pertanyaan ini termasuk agak rahasia dapur, tetapi yang sifatnya umum, dapat jawaban. Mereka sekali manggung terkadang dapat dua juta sampai lima juta rupiah buat keseluruhan, buat perorangan, nah di sini rahasia dapurnya. Terkadang bisa lebih tinggi, sebab ada pelanggan di bar dan disko itu yang sedang berulangtahun, dan minta diperpajang atau minta agak khusus buat mengiringi dansa antara keluarga dan teman-teman dekat. Nah, malam itu bisa sampai 10 juta rupiah!

Ketika saya tanyakan, apakah mbak Yana suka baca buku cerita dan sastra? Ternyata dia suka, dan ada jalan buat saya memberikan beberapa jilid yang kubawa dari Paris. Dan ternyata buku itu beredar dari tangan ke tangan, dan kami lalu berhubungan tilpun dan e-mail yang selanjutnya dia masih mengharapkan akan bisa membaca karya-karya lainnya. Dan pada beberapa hari yang lalu, dia katakan, bahwa dia sedang sibuk mengurusi pernikahan. Sampai di sini saya tak tahu, pernikahan siapa, apakah pernikahan dirinya sendiri atau pernikahan keluarga lainnya atau temannya.

Tapi kalaupun dia yang menikah, saya sudah undang dia dengan calon suaminya itu buat bermalam di Paris di rumah saya, dan akan saya berikan kunci apartemen saya selama dia suka dan mau, dan saya mengungsi ke Holland atau ke teman saya di tempat lainnya di Paris ini.

Sebenarnya perkenalan itu mungkin tidak akan lama berlanjut, kalau pada malam itu juga kami secara tak sengaja, bertemu sama-sama mau nongkrong, mau makan nasi-uduk Wak Sadri di pojokan salah satu jalan di Kebayoran.Karena sama-sama tak ada tempat duduk,kami merapatkan mobil masing-masing, dan sambil ngobrol ngalor-ngidul dengan adiknya Uci dan lain-lain. Padahal malam itu sudah berganti hari dari Sabtu ke Minggu dinihari, sebab sudah jam 01.°°

Ada dua yang saya dapatkan, memang nasi-uduknya enak, dan suasananya sedap, santai dan berkesan, yang mau diwawancarai berganti mewawancarai saya. Di mana kini hidup, sudah berapa lama tinggal di Paris, di mana dan berapa banyak keluarganya, apakah tak ingin pindah ke Jakarta atau Indonesia, bagaimana kesannya setelah pemerintah baru ini, setelah babe lengser dan Habibi jatuh ini? Dan banyak pertanyaan lainnya yang mungkin perbandingan sama dengan jumlah pertanyaan saya dua tiga jam yang lalu ketika mula pertama saya mewawancarainya.

Kehidupan malam di Jakarta baik yang terang jelas jemelas maupun yang redup-redup, muram-muram, sangat menarik buat dilihat, dinikmati.Caramenikmatinya memang berlainan antara satu orang dengan orang lainnya. Kalau saya, mungkin diperpadu dengan kehidupan saya yang sangat sederhana, agak miskin lalu menggunakan atau melalui "saluran" keluarga saya dari pihak istri almarhum yang berkedudukan golongan menengah. Sedangkan keluarga saya adalah keluarga miskin, paling tidak sangat sederhana. Jadi sebenarnya saya ini hanya pandai menumpang, nebeng pada golongan berada, numpang menikmati hidup berkelas tinggi, ini untuk saya. Untuk golongan yang memang lebih tinggi, apa yang saya nikmati dan alami, samasekali tak ada artinya, sebab mereka "permainannya sudah sangat atasan dan top", ibaratnya mereka itu sudah pada batu-gunungan, sedangkan saya baru batu kerikilan!

Paris 17 febr 2000,-

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.