Bab 43 :
Bacaan Ringan - Satu

Sulit sekali meyakinkan Laura untuk bersedia pindah ke Holland bersama sekeluarganya, adiknya Berry, dan ibu-bapaknya. Dia tetap tidak mau pindah, dan hanya ingin hidup di Paris bersamaku, sama-sama dengan kakek saja katanya. Kukatakan bahwa sangat sulit kalau kita berdua, tanpa mama dan papa, dan lagi kan kakek kerja, dan bagaimana mengatur kehidupan kita berdua. Tetap saja dia sebenarnya tidak mau pindah ke Holland. Sudah biasa dan sudah mapan hidup di Paris bersama banyak teman-temannya. Kalau di Holland, harus mulai dari nol lagi belajar bahasa Belanda, demikian alasannya. Sebenarnya alasannya ini banyak benarnya, tetapi kalau betul-betul dia ngotot tidak mau pindah, maka betapa kami berdua akan mendapatkan kesulitan, hanya berdua saja dan jadwal di rumahnya tidak sama, ada yang sedang sekolah dan ada yang sedang bekerja, lalu pulangnya dengan waktu yang berlainan.

Untunglah mamanya menemukan alasan yang masuk-akal. "Laura, ada undang-undang dan peraturan, bahwa semua anak-anak yang di bawah umur, di bawah 17 tahun, harus ikut ibunya, harus ikut keluarga ibu-bapaknya. Karenanya menurut undang-undang dan peraturan itu, maka Laura seharusnya bersedia ikut mama-papa ke Holland, dan lagi bagaimana adikmu kalau dia terlalu kangen kepada kamu?", kata mamanya. Laura tidak menjawab, tampaknya dia berpikir keras, dan masuk kamar. Keesokan harinya dia datang kepada mamanya, dan menyatakan bahwa dia sedia pindah bersama-sama ke Holland, dan dia juga datang kepadaku seolah-olah minta restui agar aku mengizinkan dia ikut ke Holland. Sudah tentu aku sangat setuju dengan pikirannya, dan aku lalu memeluk dengan sangat sayangnya cucu pertamaku ini. Ketika itu tahun 1997, dia baru berumur 10 tahun lebih sedikit.

Laura anaknya pintar, bukannya luarbiasa, tetapi satu hal, memang anak ini cerdas. Selama di Paris dua kali oleh sekolahnya dianjurkan lompat-kelas, tetapi mamanya tak pernah setuju, dan aku sendiri menyetujui pikiran dan pendapat mamanya. Biarlah secara wajar saja, jangan sampai dia menjadi agak sombong dan merasa diistimewakan. Dia sudah ikut ke mana-mana bersamaku berdua saja sejak umurnya 10 tahun itu, ke Jakarta, Bali, Lombok dan Belitung. Dan bahasa Indonesianya sangat baik. Sampai kini, umurnya sudah 13 tahun, tapi dia sudah menggunakan beberapa bahasa : Bahasa Indonesia, Belanda, Perancis, Inggeris dan Jerman, sedikit bahasa Tionghoa. Lima bahasa itu dapat digunakannya secara aktive, tapi dia lebih suka dan lebih menguasai bahasa Perancis, lalu bahasa Belanda.

Di rumah, ada beberapa diploma dan tanda penghargaan, seperti diploma berenang, main ski-ruangan, jalan-jauh, pekerjaan-tangan membuat tembikar, berjenis pot bunga, dan beberape pertunjukan, seperti play-back show dari Janet Jackson yang menggondol hadiah pertama buat seluruh sekolah di kota Almere di Holland. Dia selalu termasuk tiga-besar terpandai dalam kelasnya.

Setelah lahir adiknya Berry, yang berbeda 10 tahun dengannya, ternyata Berry-pun cukup cerdas bahkan sangat cerdas. Tapi anak ini sangat lain dengan kakaknya, perawakannya kecil, makannya sulit, tidak seperti kami. Berry adalah betul-betul anak Indonesia, melayu-tulen kata kami. Kakaknya ( Laura ) selalu memanggilnya Liliput, sebab amat kecilnya. Anak ini perkembangan ketika kecilnya juga ada keanehan. Dia tidak pernah tahu merangkak dan duduk seperti bayi lainnya. Tetapi duduknya seperti orang bersembahyang, atau seperti orang Jepang, kakinya terlipat dan telapak kakinya itu menghadap ke atas, seperti orang duduk sembahyang dalam bacaan Attahhiyat. Dia tidak bisa duduk bersila seperti kebanyakan orang-orang seperti kita ini. Lalu langsung saja berdiri dan jalan, dalam umur 10 bulan.

Ketika mereka sudah pindah ke Holland tahun 1997 itu, suatu kali ada tilpun? Dan begitu kuangkat, tahu-tahu suara Berry. "Berry, ini?" "Ya, Berry, berry mau tilpun kakek", katanya. " Di mana mama, di mana kakak?" "Mama sedang di wc, Loulou sekolah". "Lho, yang mutar tilpun siapa?" "Ya, Berry sendiri, papa kerja di Amsterdam"; "Berry tadi yang putar tilpun?" "Ya, Berry!", katanya agak keras dan seakan-akan marah. Dan ketika ibunya datang, kutanyakan, dan mamanyapun menjadi heran, darimana anak ini tahu nomor tilpun yang begitu banyak, tidak mungkin dia akan hapal. Perkara ini menjadi keheranan kami sampai kini. Mungkin karena terlalu biasa ikut mamanya menilpunku ke Paris, mungkin siapa tahu secara kebetulan saja, atau mungkin saja dia ingat. Tapi pokoknya memang dialah yang mutar nomor tilpun itu.

Kalau di antara mamanya atau kakaknya ( Loulou ) menjemput Berry dari sekolahnya penitipan kanak-kanaknya, maka Berry adalah murid terakhir pulang dari sekolahnya. Mengapa? Karena ada upacara khusus buat dirinya. Berry sebelum pulang dari sekolahnya, selalu mencium semua barang dan benda yang ada di kelasnya, tanda perpisahan sampai esoknya lagi. Dia menciumi sepedanya, bolanya, dan mainan lainnya, seperti kursi-mejanya, dan mainan lainnya. Gurunya merasa aneh juga dengan kelakuan anak ini, tetapi membiarkannya saja secara bebas dan inisiatif dirinya sendiri.

Ketika dia minta antarkan kepadaku buat kencing dan ternyata bukan hanya kencing tapi mau berak, lalu dia bilang : " los semuanya kakek, semuanya, los......", katanya, artinya buka semua celananya. Kata "los" ini benar-benar sangat jarang kudengar malah tak pernah kudengar diucapkan kakaknya maupun ibu-bapaknya.

Suatu kali dia diajak Oom Mbangnya meninjau suatu toko mekanik, elektronik. Ketika di toko ini dia terheran-heran, dan berkata kepada Oom Mbangnya. "Oom, Berry suka sekali toko ini, semuanya otomatik ya".Darimana pula dia tahu akan kata-kata otomatik ini. Dan terkikik kami pada tertawa ketika suatu kali dia kaget dan keheranan serta amat terkejut oleh perbuatannya sendiri, sambil mengatakan " Oh my god, help me!". Kami tak tahu dari mana kata-kata ini, sudah tentu dia hanya menirukan suatu adegan filem yang dilihatnya, tetapi pemakaiannya sangat pas dan jitu.

Ketika kami masih ngobrol di rungan-tamu, salon, tiba-tiba dia memanggil mamanya, "mama, sini datang, Berry ada ide bagus, sini deh", panggilnya. Dan kami pada keheranan darimana dia tahu akan katakata "ide", ide-bagus. Tentulah pernah dia dengar, tetapi dia menggunakannya sangat tepat-waktu.

Anak ini ada liciknya, mungkin karena otaknya terus jalan dan berpikir. Tiba-tiba saja ketika kami masih ngobrol dengan Mas Mbang, dia berkata : " Berry ada mencium bau permen", sambil dia mendenguskan hidungnya agak ke atas. Dia tahu dalam kantongku memang ada permen tapi masaksih permen ada baunya!! Bilang saja kalau mau permen habis perkara. Tetapi dia menyatakannya dengan cara dan jalan lain. Mas Mbang yang disebutnya Oom Jesus cekikian tertawa mendengar alasan bau permen itu, yang padahal hanya minta permen. Nama Oom Mbangnya dengan nama Oom Jesus kamipun tak tahun dari mana dapat nama itu.

Suatu kali pernah kutanyakan pada Laura, ketika tahun ini juga, apakah sudah betah dan mapan hidup di Holland? Dia katakan, kalau ditanyakan soal itu, tak pernah dia merasa mapan dan suka tinggal di Holland, tetap saja suka tinggal di Perancis. Tetapi dia lebih sangat terikat dengan adiknya, dia tampak benar memang sangat mencintai adiknya. Oleh karena sejak sekarang sudah kurasakan dan kulihat, bahwa adiknya ini tidak akan kalah dengan kakaknya dalam soal kecerdasan, maka pernah kutanyakan : "Laura, kakek mau tahu, kalau nanti ternyata Berry lebih pintar dari kamu, bagaimana perasaan kamu?" "Oh, saya sangat bangga kalau adik saya lebih pintar dari saya". Betul lho kek, saya akan sangat senang dan bangga kalau Berry lebih pintar dari saya", katanya kontan dan langsung. Dan aku sangat merasa senang, kupeluk-ciumi Laura dengan sangat sayangnya. Dulu sebelum kata-kata ini kutanyakan dan ke luar dari mulutnya, memang aku harus mempersiapkan dan mempersenjatai Laura agar dia tidak menjadi cemburu dan iri kepada adiknya sekiranya nanti adiknya ini lebih cerdas darinya.

Dengan demikian hatiku sendiri menjadi tenteram juga, jangan ada persaingan tak sehat antara kakak-beradik itu.

Paris 14 November 1999,-

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.