Bab 33 :
Lagi Tentang Wisata - Dua

Sekali ini kami tidak di Kuta dan tidak di Sanur, tapi di Nusa Dua. Nusa Dua memang suatu lokasi yang sangat bagusnya, indah dan hijau di mana-mana, lebih sepi dari di dua tempat di atas. Jauh dari pusat keramaian kota. Dan ini yang tidak begitu sreg : daerah mahal, eksklusive, dan agak terasing. Soal enak, nyaman, bersih, sedap dan nikmat, okeylah! Tapi agaknya tidak begitu sesuai dengan kemampuan kami dari segi kanker = kantong kering. Di hotel ini, Ml-sol, beberapa hari kami di tempat ini, tidak pernah menemui orang pribumi seperti kami. Semua orang asing, kalaupun Asia, selalu dari Jepang, Hongkong atau Korea. Pernah salah tegur, kami kira orang berjenis kami, pribumi, ternyata dari Filipina. Mungkin kebetulan saja tidak bertemu dengan melayunya. Soal kemampuan punya uang, kata orang "uang kan nggak berkokok", pasti bukan masalah itu benar yang jadi soal. Betapa banyaknya orang yang masih punya uang, di samping juga betapa lebih banyaknya orang yang sangat sulit uang.

Sudah kuceritakan, kejadian pertama kali dan tak pernah lagi kami ulang, kami bertiga ( dengan dua cucuku, umur 13 dan 10 ) sekali makan yang biasa saja, tidak mewah, begitu dihitung dengan rupiah, ternyata lebih mahal daripada gaji satu bulan pelayan yang sedang melayani kami! Dan sejak itulah kami pindah tempat begitu waktu jam makan, cari warung jauh di luar lokasi resto. Tetapi karena daerah wilayah Nusa Dua ini memang secara khusus, di mana-manapun harga makanan tetap mahal dari daerah lainnya. Semua harga dengan tarif dollar AS, dan di semua bagian hotel tidak ada keterangan bahasa Indonesia, semuanya dengan bahasa asing. Rupiah tidak laku di wilayah ini, tetapi transaksi selalu bukan berupa cash, kartu-kredit atau "uang-plastik", dan begitu dihitung dengan rupiah, lalu membengkak-menggunung.

Harga pisanggoreng, resminya dua dollar, tetapi dengan pajak penjualan, pajak cukai dan segala macam susu-asmanya ( tetek-bengek-nya ) bisa menjadi tiga dollar, itu artinya 18 Francs atau 9 Gulden, atau lebih dari 18.000 Rupiah. Nasigoreng 5 dollar, bisa menjadi enam dollar, artinya 36 Francs, atau 18 Gulden, lebih mahal daripada di Holland, artinya lebih dari 36.000 Rp satu piring nasigoreng.Yang benar saja akh. Yah benar,daerah mahal, dan pelayanannya dan enaknya juga sebanding dengan mahalnya. Jangan ngomel-ngomel! Mereka menjual jasa, barang, keramah-tamahan, kebersihan, keenakan dan kelezatan, kalian harus berani keluarkan-uang! Maka kamipun,daripada ngeri melihat harga yang berpusing-pusing di depan mata ini, dan daripada mencacati liburan yang seharusnya enak-enak dan nyaman-nyaman, lebih baiklah "mundur teratur". Dan kami pindah ke Sanur. Walaupun jumlah bintangnya tetap saja sama, tetapi karena wilayahnya lain daripada Nusa Dua, maka wajah dan muka sudah tidak lagi bersegi-delapan dan merengut-asam, karena harga-harga lebih manusiawi daripada Nusa Dua! Dan Sanur serta Kuta, menurutku lebih " merakyat " dibandingkan dengan Nusa Dua. Begitu ke luar dan kompleks hotel, pasar-ramai yang lebih merakyat cukup terjangkau kantong turis-miskin seperti kami ini. Makanannya nikmat, orangnya ramahtamah, kebersihan cukup baik, harganya masih bertaraf dan bertarif sopan, apalagi, nah ini baru ideal!

Berkali-kali kami ke Bali, tapi baru sekali inilah ke Nusa Dua, selalu saja asal tak di Kuta lalu di Sanur. Daerah Nusa Dua sebenarnya boleh diacungi jempol, bagus, indah, penuh bunga-bunga, burung-burung, tanaman kehijauan. Pagi-pagi bunyi-bunyian burung dan tupai yang jinak-jinak serta tokek yang sangat menarik bagi dua cucuku, sangat mengesankan. Mereka berdua yang setengah bule itu sangat heran mendengar dan melihat tokek, seekor cecak besar kata mereka, betapa besarnya, dan mereka mengaguminya yang tak pernah mereka dengar dan lihat di Eropa. Berjenis burung berloncatan di depan jendela hotel, jinak sekali dan selalu meriah-gembira. Sebenarnya dua cucuku itu masih sangat senangnya di Nusa Dua, tapi mereka mengerti bahwa kakeknya seorang pensiunan-miskin, seorang yang suka menulis tetapi puluhan tahun tak pernah merasai kayak apa sih honorarium tulisan itu! Mereka mengerti semua, dan karena itu begitu kami pindah angkat koper ke Sanur, ada satu hal lagi yang mereka temui.

Kakak dua-pupunya, si Nita yang namanya sama dengan ibunya, yang sudah sepuluh tahun menjadi pramugari Garuda, berpos di Nusa Dua dan satu hotel lagi! Berpos hanya buat empat hari, karena harus bolak-balik Denpasar - Perth, Australia. Nita sudah sangat lama tidak terbang ke Paris, kenapa? Karena Garuda di Paris tutup, katanya bangkrut, atau secara bahasa sopannya, line-terbangnya kurus tidak gemuk. Kini jurusterbang kakaknya ini pindah ke sebelah timur dan selatan, kalau tidak ke Australia, lalu ke Jepang. Lulu dan Angel sangat dimanjakan kakaknya, pertemuan yang tak disangka-sangka, tidak ke Jakarta-pun kami, orang Jakarta datang kepada kami secara tak sengaja. Tiga saudara itu menyewa mobil secara khusus sehari suntuk menjalani Bali sekitar Sanur - Kuta - Jimbaran dan Uluwatu. Nita tak terasa capek dan lelah, walaupun beberapa jam lagi harus take-off buat ke Perth. Pertemuan yang sangat mengesankan bagi tiga saudara itu, juga bagiku, semua kami, karena Nita selalu memanggilku kakek. Cacat dengan harga sangat mahal ketika di Nusa Dua kemaren-kemaren itu sudah ditebus dengan adanya Nita yang selalu disekitar kami selama dua-tiga hari itu. Sangat mengesankan liburan singkat kali ini, dan gilanya lagi, keberangkatan Nita ke Australia bersamaan waktunya dengan keberangkatan kami ke Amsterdam yang langsung dari Denpasar. Di Ngurai Rai tiga saudara itu berpelukan dan mengusap airmata cinta dan rindu.-

Paris 28 Agustus 1999,-

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.