Bab 25 :
Yang Aneh-Aneh - Satu

Orang bule atau orang Barat ini menganggap dirinya paling "berperikemanusiaan atau mungkin berperikebinatangan - mengasihani binatang", sampai-sampai ada badan organisasi pengasihan-binatang, atau pelindung binatang. Ada grup yang sangat membenci orang-orang yang berpakaian kulit-binatang, misalnya jasnya, mantelnya yang terbuat dari kulit dengan bulu binatang. Ini sih boleh-boleh saja. Tetapi di pihak lain, kita jadi bingung dan heran juga dengan ulah sebagian mereka ini. Aku sangat benci dan sering-sering sakit syaraf, bila melihat dengan matakepala sendiri, atau terkadang dalam filem, ada orang-orang Barat itu pergi memancing. Sudah jauh-jauh dan susah-susah memancing, begitu dapat ikan, lalu segera dilepaskan! Terkadang ada juga alasannya, karena ikannya terlalu kecil atau tak sesuai dengan kemauannya. Tetapi lebih sering mereka itu tampaknya saja seperti "kasihan ikan, berperikebinatangan" dengan melepaskan kembali ikan pancingannya itu. Apa ini "berperikebinatangan" "kasihan" ikan?

Kalau kita di kampung kita, begitu mancing kalau dapat ya dapat, bawa pulang dan di rumah di masak enak-enak, lalu dimakan. Yang begini menurutku yang normal dan benar. Kita mancing kan buat dapat ikan, dan bila dapat ikan, kan buat bawa pulang dan dimasak enak-enak. Mungkin dalam kitab-agama, semua itu disediakan Tuhan bukankah buat keperluan manusia? Dan menurutku, cara kampungan begini ini adalah normal dan wajar. Kita tidak merusak dan menyiksa binatang, ikan itu, tapi memanfaatkannya buat keperluan makanan manusia. Sedangkan mereka orang Barat itu samasekali tidak! Mereka hanya untuk kesenangan mereka dengan melihat perolehan hasil mancingnya, lalu setelah diamati, diperhatikan, ditimbang, adakalanya difoto dulu, lalu dilepaskan kembali ke air, sungai atau laut. Jadi mereka hanya buat kenikmatan mata dan hati mereka. Sedangkan kita, buat keperluan dan kebutuhan kehidupan, gizi, vitamin dan lainnya.

Padahal dengan dapat ikan hasil memancing itu, yang lalu segera dilepaskan sesudah menikmatinya dengan mata dan perasaan bangga, ikan itu tampaknya sangat menderita. Insangnya luka, berdarah, mulutnya luka, cacat, dan begitu berenang kembali dalam air, sudah samasekali tidak normal lagi. Menurutku, cara begini yang justru tidak "berperikemanusiaan dan berperikebinatangan". Justru menurutku, cara mereka bersenang-senang sambil "menyiksa" binatang begini yang perlu dicela dan dikritik. Benar-benar aku selalu sakit syaraf bila melihat orang-orang Barat ini bagaimana memperlakukan binatang, dalam hal ini: ikan. Mereka "menyiksa" ikan demi kesenangan pribadi mereka, demi kepuasan mata dan perasaan mereka, sedangkan ikan-ikan itu cacat, luka, berdarah, dan begitu berenang kembali, siapa tahu malah bisa mati, akibat lukanya terus berdarah karena kena pancing yang matanya sangat tajam itu.

Banyak kulihat orang-orang yang memancing demi mencari kesenangan dengan cara "menyiksa" ikan dengan cara begini, hanya pergi ke sungai, danau dan laut, pulangnya malah samasekali tak membawa ikan seekorpun! Jadi sebenarnya, betapa banyak mereka telah "menyiksa" "menyakiti" ikan hanya demi kesenangan mata dan perasaannya. Sangat berlainan dengan kita atau kami di kampung dulu itu, apalagi kalau pendapatan kehidupannya seperti nelayan, maka diametral bertentangan. Apakah jalan pikiranku ini membawa ekor keterbelakangan dunia ketiga?! Kukira tidak, tokh aku punya wawasan dan gagasan bagaimana sebaiknya mencari kesenangan dan hobby, rekreasi yang sehat, tetapi samasekali jangan menyiksa binatang seperti itu! Cara mereka yang seperti kuceritakan tadi, sungguh sudah sangat meluas, bahkan mungkin kalau pendapatku kukemukakan kepada mereka, bukan mustahil malah terjadi cekcok dan perkelahian. Lalu malah jadinya dari penyiksaan yang awalnya perihal binatang, merembet kepada perihal manusia. Dan itu artinya bertentangan dengan rumus "perikemanusiaan" dan "hak-hak azasi manusia" yang sangat dibanggakan dunia Barat, yang merasa dirinya selalu jadi kampiun "perikemanusiaan dan hak-hak azasi manusia". Padahal pendropan senjata yang begitu banyak, penjualan senjata yang canggih dan dahsyat, justru dunia merekalah yang menyebarkannya. Dan selalu saja "diantarkan dan dipersembahkan" kepada dunia ketiga. Dan dunia ketiga saling berperang dengan senjata buatan dan jualan serta hantaran yang menamakan dirinya "kampiun demokrasi, kampiun hak-hak azasi manusia".

Sorry, ya, pembicaraan sudah begitu jauh merembet. Tetapi begitulah adanya sekitar kehidupanku ini, selama puluhan tahun hidup di Barat ini. Rasanya aku belum seperti Mas Johnny yang tampaknya sangat anti Barat, dalam soal ini anti H. Dan Mas Johnny bicara denganku, selalu saja matanya melihat kekiri dan kekanan, serta mencari-cari tampaknya, takut kalau-kalau isterinya mendengarkan dan ketahuan apa yang sedang diperbincangkan, karena isterinya adalah orang Barat! Lain lagi dengan Mas Emil, dia kucap, aku sendiri yang mencapnya, sebagai anti Barat, tetapi betapa konsekwennya dia. Kinipun dia tersuruk dan terpuruk di Kalimantan Tengah itu sebagai guru dan dosen, jauh di pedalaman, sepi, kering, terasing, tetapi dia dengan hati yang senang dan bangga mengabdi kepada penduduk setempat. Emil yang orang Dayak ini bukan main hebatnya, sangat cinta tanahair, dalam soal ini : kampunghalaman! Cita-citanya sejak dulu memang mau pulang kampung, menjadi orang Dayak yang memang asalnya, tetapi betul-betul membangun Dayak dengan sesungguhnya, sejujurnya. Padahal tadinya sama denganku, puluhan tahun hidup di Barat. Hanya seperti kata orang kampung kami, "hidup peruntungan seseorang, selalu berlainan dan tidak sama", maka begitulah jadinya. Syarat-syaratnya juga lain! Kalau aku mau seperti dia, alamat habislah riwayat hidupku dalam sekejap. Aku sampai kini tidak boleh pulang, hanya boleh datang. Melihat-lihat saja, sudah itu harus segera pergi, kalau tak mau disiksa atau di "Pramoedya-kan".

Tunggu sampai keadaan berubah? Tunggu reformasi sejati? Tunggu sampai selesainya revolusi? Pemilu saja tak pernah beres-beres. Dulu janjinya akan diumumkan hasilnya tanggal 7 Juli. Lalu berubah diundur sampai tanggal 21 Juli, ini kan artinya mundur dua minggu, padahal pemilunya tanggal 7 Juni, masaksih satu bulan lebih tak rampung-rampung, padahal mesin canggih buat menghitung suara bukan main banyaknya di Jakarta. Tentulah bukan soal mesin itu, tapi ada dalam kepala orang-orang tertentu, sebab pembagian suara, jatah suara, betul-betul hal yang paling rumit membaginya secara adil dan jujur, dan betul-betul berada dalam keadaan rawan. Jadi nyatanya tidak hanya soal mancing lalu dapat lalu dilepaskan tadi itu yang menjadikan aku sakit syaraf, soal yang inipun sangat mempengaruhi kehidupanku dan kehidupan kami, kapan kami bisa pulang secara sah dan resmi, diundang-undangkan, dinyatakan secara kenegaraan. Bukan main lamanya masa menunggu itu. Ingat akan kata-kata Ho Chi Min, ketika dia ditanya wartawan, apakah lama dia di penjara dulu itu, di penjara kolonial Prancis. Ho Chi Min menjawab, "seseorang di penjara selalu merasa terlalu lama, selalu!" Yah, begitulah aku, begitulah kami, selalu merasa terlalu lama menanti kapan bisa pulang ini, pulang benaran lho, bukan pulang cara wisata musiman!

Paris 10 Juli 1999,-

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.