Bab 24 :
Gara-gara

Tadinya diperkirakan pertunjukan ini akan sangat sukses. Rombongan tarian, nyanyian solo - duet - trio, quartet dan koor, yang sudah pernah dipertunjukkan di beberapa kota, dan penontonnya melimpah-ruah. Dan sesungguhnyalah memang nilai pertunjukannya selalu bagus, memikat, menambat dan bernilai seni yang menarik. Tapi sekarang ini mengapa jadi begini? Ada yang mengatakan, salah dalam pengaturan acara, dan panitya setempat yang harus bertanggungjawab. Sangat memalukan, tragis dan tragedis. Kalau yang dipertunjukkan memang isi dan temanya tragis dan tragedis, tidaklah jadi soal, karena memang begitulah isi ceritanya. Tetapi perkara ini menyangkut kehormatan Paguyuban Seni Budaya Khatulistiwa, PSBK, yang sudah terkenal apik dan resik dalam setiap pertunjukan.

Ada pula yang mengatakan, seandainya acara deklamasi itu diletakkan pada mendekati akhir pertunjukan, tentulah tidak akan seperti sekarang. Tetapi ada pula yang mengatakan, bukan pada soal letak acara itu salah penempatan, tetapi isi sajaknya itu yang menjadi soal. Sebab kalau memang sajaknya bagus, memikat, diletakkan pada nomor acara ke berapapun tetap saja baik dan menarik. Lalu ada pula yang mengatakan, mengapa tidak dari mula isi sajak itu disensor dulu, kalau perlu tidak diadakan acara deklamasi tersebut. Lalu antara orang-orang PSBK saling mendebat, tidak semestinya lagi zaman sekarang ini diadakan sensor, pelarangan dan pemasungan segala macam! Itu zaman kuno, zaman Orba masih sedang berkuasa-kuasanya. Sekarang ini kan sudah mendekati dan memasuki zaman reformasi walaupun belum total dan belum sejati, tapi dekat-dekatlah sudah.

Biasanya kalau PSKB mengadakan pertunjukan, penonton selalu membludak dan selalu minta diulang-ulang, bis - bis - bis teriak suara di ruangan penonton, dan ramai meriah bersukacita. Semua merasa puas, dan bila rasa itu menghinggapi dan bersarang pada setiap pemain dan penonton, maka tak ada rasa lelah, letih dan bosan. Gembira dan gembira, senang dan puas. Tetapi ini, sesudah acara deklamasi yang menggemparkan itu, penonton satu demi satu, dua demi dua, lima demi lima, dan secara rombongan, pada pulang meninggalkan ruangan. Beberapa menit kemudian, ruangan hampir kosong, padahal tadinya tak terdapat bangku kosong. Ada beberapa penonton yang masih tetap menunggu acara selanjutnya, sebab banyak penonton yang masih mengharapkan pertunjukan yang sangat disukainya. Akan ada acara tarian legong, tarian perang Aceh, perang puputan Bali, akan ada trio nyanyian bergitar Kano, Kini dan Kana, yang sangat menarik. Tetapi kini entah akan bagaimana jadinya. Akankah terus melanjutkan pertunjukan atau distop saja karena penontonnya yang tadinya ribuan kini hanya tinggal belasan orang!

Lalu ada pula yang memperdebatkan, bagaimana maka kepada penyair Masri Rimbun diberikan acara deklamasi itu. Padahal judul sajaknya saja sudah tidak bagus, tidak sopan, apalagi isinya yang bagaikan memancing permusuhan, perdebatan dan bahkan mungkin kerusuhan. Buktinya sekarang ini, dengan judul sajaknya KENTUT saja sudah membikin sepi panggung dan ruangan penonton. Penyair Masri Rimbun samasekali bukan anggota rombongan PSBK, tetapi berhubung namanya sedang naik-daun, dan penyair muda yang katanya sangat berbakat, maka acara pembacaan sajak itu diperkenankan buat dibawakannya.

Acara deklamasi ini diletakkan pada acara ketiga, artinya pertunjukan belum lama, baru saja dimulai dengan dua acara. Maka dengan pembawaan seorang seniman agak nyentrik, rambut gondrong dan bagaikan orang mabuk, dengan wajah sedikit sangar dan menantang, dia melirik ke kiri dan ke kanan, berhenti sebentar menarik napas panjang, lalu dengan suaranya campuran bas dan bariton, mulai membuka suara :

KENTUT
Kentut akan selalu diiringi tai
dan tai selalu diiringi kentut
kencing di tengahnya
pada paut berpaut

Begitulah kamu ngomong
persis bagaikan tai
asal bunyi, tak perduli bentuk tak perduli isi
orang lain tak perduli dengar ataupun tuli
dan begitulah kamu, juga aku, dan aku!

Maka kentutlah
maka tai lah!
Ini pantatku
mana pantatmu,-

--------------------------Ketika itu Masri Rimbun betul-betul membukakan celananya, dan terlihat kulit pantatnya, sambil membelakangi penonton. Penonton semuanya terperangah, heran, terkejut, dan merasa dilecehkan, merasa dihina dan sangat disepelekan. Ada penonton yang tertawa, mungkin karena merasa lucu, merasa hebat dan mengaguminya sebagai deklamator dan penyair yang sangat berani dan trampil.
Tentang perkara inipun turut dibicarakan orang, biasalah kata orang, selalu saja ada yang kontra dan pro, ada yang membenci dan ada yang mengagumi. Tetapi satu kenyataan, sangat banyak orang yang dirugikan akibat gara-gara pembacaan sajak itu. Nama judulnya saja KENTUT, dan pakai buka pantat secara realis-naturalis, cukup jelas rasa terhinanya bagi banyak penonton. Dan wajarlah, memasuki acara keempat sudah berduyun-duyun penonton pada pulang. Dan pada acara kelima dan keenam, orang-orang PSBK sudah meragukan, apakah pertunjukan akan diteruskan, sebab penontonya berkurang dari yang tadinya ribuan, ratusan, lalu belasan dan kini tinggal 6 orang lagi!

Para pemainnyapun sudah kehilangan semangat. Yang tadinya menggebu-gebu ingin menunjukkan seni pangung yang baik, bagus dan memikat, kini sangat merasa lemah, loyo tak bersemangat, akankah pertunjukan dilanjutkan dengan pemainnya saja puluhan, sedangkan penontonya hanya hitungan panca lebih satu!

Maka pendiskusianpun diam-diam tanpa diatur, terus berlanjut, bahwa dengan nama apapun istilah seni-budayanya, kalau hal itu dirasakan penonton menghina dirinya, dilecehkan, disepelekan, pastilah akan ditinggalkan orang. Apa saja yang kurang sopan, mau dengan nama realis-naturalis, realis-romantis, atau apa saja, tidak akan disukai orang banyak. Tetapi kalau mau hitung-berhitung apakah ada pengikutnya, apakah ada penggemarnya? Tentulah akan ada dan selalu ada, tetapi arus pokoknya tidaklah akan begitu. Arus pokoknya adalah selalu menghendaki yang baik, yang sopan, yang wajar, normal dan berpergaulan masyarakat ramai. Maki-maki dan kata-kata tidak sopan ternyata tidak begitu disukai para penonton dan orang banyak.

Hari itu haru naas bagi PSBK. Tetapi juga hari yang punya pelajaran-nyata bagi PSBK, suatu pertunjukan yang gagal-total gara-gara deklamasi sajak yang mungkin realis dan naturalis, tapi penuh kata-kata tidak sopan dan pakai buka pantat lagi. Dan tentu saja akan ditinggalkan penonton. Padahal untuk membangun kepercayaan penonton agar menggemari dan menyukainya, bukanlah hal gampang dan dapat dilakukan dalam dua tiga minggu dan dua tiga bulan, tetapi tahunan, tahunan lamanya.-

Paris 6 Juli 1999,-

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.