Bab 20 :
Dua di antara Teman-temanku

Wim Umboh tiba-tiba saja datang ke resto mencariku. Dan sudah tentu kami sangat bergembira karena sudah terlalu lama tak bertemu. Ketika di Jakarta dulu, kami "dicap" sama-sama mendirikan "Seniman Senen", dan masih kusimpan fotonya yang dari Sinar Harapan. Sudah itu berdirilah apa yang dinamakan MSDR, Masarakat Seniman Jakarta Raya, didirikan bersama dan dibawah perlindungan walikota Jakarta Raya, Pak Sudiro. Dan sudah itu berdirilah Lekra, Lesbumi, LKN, dan lain sebagainya. Nah, barulah kami mulai terkotak-kotak, mulai banyak pasang kuda-kuda, sebab kami sudah memasuki arena aliran dan warna politik. Tetapi secara pribadi, antara kami tetap berkawan berteman asal tidak membicarakan dan mendiskusikan politik.

Setelah Wim tahu bahwa aku benar-benar berdomisil di Paris dan punya apartemen tersendiri, dia segera pindah ke tempatku dari hotelnya yang sebenarnya cukup mewah. Tentu saja aku sangat gembira, Wim dengan kesibukannya yang luarbisa, dan memimpin rombongan crew filmnya masih sempat-sempatnya bersedia tinggal bersamaku. Persahabatan antara kami ternyata tak pernah lapuk, tak pernah berkarat walaupun aliran dan warna politik ketika itu bisa gontok-gontokan karena perbedaan jalannya kehidupan.

Tetapi memang jauh perubahan yang kudapati pada Wim. Dia sudah mulai sakitan. Layaknya atau kebanyakan orang filem, sutradara, punya penyakit jabatan dalam pengertian kongkrit. Karena mereka ini sangat tidak teratur dalam mengatur jadwal kehidupan, antara kerja - istirahat dan makan, maka penyakitnya juga berjenis sama, sakit lever, tbc,syaraf karena sangat kurang tidur. Begitulah Wim, berbicarapun sudah mulai gemetar, berdiri tak tahan lama, berceritapun terkadang sudah tidak nyambung. Dan bila waktu makan, selalu kuletakkan beberepa helai koran-bekas, agar nasinya tidak bertumpahan secara sembarangan. Sudah lebih dari bayi, bila makan selalu berserakan ke mana-mana, bertumpahan. Dia sudah mulai tidak bisa lagi menyeimbangkan dan mengharmonisasikan gerak-gerik syarafnya.

Tetapi semangatnya memang luarbiasa. Dalam keadaan demikian dia masih tetap menghasilkan filem-filem cerita yang tidak jelek. Ketika itu anak-buahnya termasuk pemain-utamanya menginap di suatu hotel, sedangkan Wim maunya selalu bersamaku, mau bernostalgia istilahnya. Kepada pemain utamanya ketika itu, Ucha Perucha, kutanyakan banyak soal. Bagaimana cara Wim memberikan perintah atau mengomando dalam menyutradarai filemnya. Ucha menjawab, Wim dengan kursi-roda berkeliling atau bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Ketika Wim juga mengenali keluargaku, terutama anakku, Nita, Wim menjadi tertarik setelah banyak omong-omong, berkelakar, dan dia minta agar Nita mendampingi Perucha turut mengambil bagian. Aku dalam hati sebenarnya tidak setuju, tetapi semua itu kuserahkan kepada yang bersangkutan, dan "untunglah" tidak jadi dan tidak pernah terlaksana,- nanti ada ceritanya.

Wim, sebagaimana Wim yang kukenal, dan orang filem lagi! Selalu berkata, " ya, bron kau tilpunlah cewek yang cantiklah, pesankan buatku. Aku perlu cewek cantik, masaksih di Perancis nggak ngapa-ngapain, kau kan tahu, aku ini tokh bukannya pastor!""Ya, ya nantilah kutilpunkan, aku sedang milih-milih buatmu. Pilihanmu kan aku tahu, aku tokh tahu seleramu selama ini", kataku. Isteri pertama Wim kukenal baik, namanya Onarsih. Isteri keduanya kukenal dari koran dan majalah sebab aku sudah tidak di Indonesia lagi. Paula Rumokoi cantik sekali. Dan yang ketiga ini, sesudah mereka bercerai, kawin lagi dengan wanita muda dari Jabar, tapi samasekali bukan dari kalangan orang filem. Dan Wim masuk Islam sesudah dengan yang ketiga ini. Dan kalau bukan Tuhan yang memberikan nyawa panjang kepadanya, niscaya Wim sudah lama meninggal, begitulah menurut penuturannya sendiri.

Wim mulai bekerja di kalangan filem sejak adanya maskapai filem Golden Arrow di Senen. Dan dia sudah menghasilkan filem puluhan banyaknya. Dia bukan sutradara yang paling top. Tetapi nama dan prestasi Wim Umboh samasekali tak bisa dilupakan dan diremehkan. Filem-filemnya umumnya terbagi dua pengolahan. Pertama yang benar-benar dia cari duit, yang kedua benar-benar dia mengungkapkan rasa-seninya, sebagai seniman yang jujur. Dapat kita ambil perbandingan seperti filemnya Pengantin Remaja dan Tukang-becak. Yang satu penuh dengan glamour, sehingga lokasinyapun sebagian mesti diambil di Paris-, ingat Sophan Sophian dan Widyawati-. dan Tukang-becak tentang rakyat jelata.

Umumnya filemnya sangat berani dalam menggambarkan keadaan sebenarnya, baik hal mewah maupun hal miskin. Ada pula filemnya yang menggabungkan dua hal itu sekaligus, maunya cukup glamour dan mewah tetapi juga banyak ditonton orang, dan juga mengungkapkan rasa-seni realismenya. Tapi hal ini sangat tidak mudah. "Membagi" antara "kebutuhan-pasar"dan "kualitas-seni", juga punya pekerjaan seni tersendiri!

Ketika di Paris, kuminta ponakanku bisa dan bersedia menemani Wim ke mana-mana, karena dia punya kendaraan sendiri. Sedangkan aku kebanyakannya tenggelam dengan pekerjaan resto. Wim sangat berterimakasih kepada ponakanku Bai. Wim kalau sudah menyelesaikan urusannya, baik tentang hal penyutradaraan ketika itu : Secawan Anggur Kebimbangan, maupun urusan selukbeluk sekitarynya seperti mencari wig, buat keperluan alat-perlengkapan filemnya, dan lainnya, dia minta agar Bai mau menemaninya ke mana-mana. Dia merasa bebas dengan Bai yang juga memang sangat lincah dalam mengurus sesuatu, cekatan dan ringan-tangan dalam membantu teman. Sekali lagi kukatakan, Wim, adalah orang filem, temanku yang sangat lama kukenal. Ketika dia berkali-kali minta carikan cewek cantik, mau "mencoba" orang-bule Prancis itu, seujungrambutpun aku tak percaya. Itu hanya kompensasinya saja. Bagaimana aku bisa percaya, berdirinya saja sudah banyak gemetarnya. Makannyapun sudah lebih meneyerupai bayi, berserakan ke mana-mana. Dan bila kencing di toiletku, berserakan ke mana-mana, dan setiap kali kencingnya harus kupel-bersih lagi. Dan selalu minta tolong kancingkan celana pantalonnya. Mana pula punya tenaga untuk yang satu itu!

Ketika dengan Bai, dia minta agar dibawa ke toko sex-shop. Dan membeli alat-alat buat keperluan itu. Dan dia menyewa filem porno buat ditonton ketika itu juga, di sebuah kamar yang kecil, buat satu sampai empat orang. Diajaknya Bai buat sama-sama nonton. Untunglah Bai mengerti semua adat dan pergaulan orang filem yang notabene temanku Wim ini, dan Bai menolak halus. Ketika selesai filem itu, di sekitar kamar itu tentu saja berbekas tak keruan, Bai berkata, "Oom, saya harus agak cepatan pulang, karena saya harus menjemput suami saya dari resto, sudah itu barulah saya antar Oom". Wim tertegun agak lama, dan sedikit bingung. Ketika Wim menanyakan, siapa. Lalu Bai menjawab " ya Mas Bud kan, dia menunggu saya sekarang ini".

Dan Wim benar-benar bermuka merah dan sangat malunya, sebab selama berhari-hari ini dia menganggap Bai itu adalah laki-laki. Lebih malu lagi dia ketika minta diajak ke toko sex-shop dan menonton filem porno dan mengajak nonton bersama pula. Ketika Wim minta maaf berkali-kali, Bai dengan sangat baik dan ramahnya berusaha keras agar Wim jangan merasa sangat punya beban.

Dan ketika tiba-tiba saja Wim minta aku menemuinya di suatu tempat, yang aku agak heran, sebab selama ini di tempatku,- dia menyatakan, agar merelakannya pindah lagi ke hotelnya. Sebab pihak KBRI-Ambassade sudah mulai mengikutinya. Dan inilah tadi sebabnya aku merasa "beruntung" anakku sudah pasti akan ditolak kalau meluluskan kehendak Wim. Bagaimanapun gerak-gerik dan pekerjaan Wim ketika itu tidak mungkin lepas dari pengamatan pihak Ambassade. Dan memang tidak mungkin Wim bisa begitu bebas bergaul dengan kami pihak resto. Dan kami pada akhirnya hanya berhubungan dengan tilpun saja. Semua ini aku mengerti persoalannya. Betapapun halnya, Wim, bagiku adalah seorang seniman pekerja-keras, ulet dan sangat militan. Sampai akhir hayatnya dia tetap dalam keadaan bekerja dan menggeluti perfileman nasional. Semangat menciptanya luarbiasa dan pertarungan antara kerja perfileman dengan penyakitnya telah mengakhirinya sebagai orang filem yang sangat setia pada profesinya.

Paris 20 Juni 1999

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.