Bab 15 :
Mistik di Keluargaku, bagian Tiga

Satu hari aku hampir gila rasanya. Seluruh tubuhku menjadi gatal. Terus
menggaruk, tak tahu apa sebabnya. Badan - dada - sampai perut menjadi merah
karena digaruk, sangat gatal. Pakai bedak anti-septic yang biasa digunakan
buat bayi, pinjam kepunyaan Loulou cukuku yang baru berumur dua tahun
setengah ketika itu. Lalu setelah sehari suntuk agak membaik, dan
bergantian dengan sakit-dada. Rasanya sangat sulit bernafas, dan bagaikan
ditusuki dengan jarum-pentul, ngilu - nyeri antara tulang dan kulit luar.
Jadi bukan bagian dalam, bukan jeroan. Sakitnya bukan kepalang. Sampai Nit
tengah malam memanggilkan dokter darurat. Dan dokter dengan keterangan Nit,
sekaligus membawa peralatan cardiogram-portable. Tetapi aku sangat yakin,
ini bukan masalah jantung. Sakitnya di luar, daging di luar bagian-dalam,
antara daging dan kulit-luar. Dan betul saja, sesudah diperiksa dengan
teliti, dan dengan silang-siurnya snur penghubung elektrik cardiogram,
jantung normal-normal saja, tak ada simptom gangguan. Tapi rasa sakitnya
tetap saja muncul beberapa menit sekali, dan perih, nyeri. Dokter
menyatakan dia tidak dapat menemukan penyakit apapun. Tetapi dokter
mengatakan besok paginya yang hanya beberapa jam lagi, agar kami
menilpunnya lagi, buat kelanjutan pengobatannya dan kemungkinan akan
diopname.

Ketika itu kulihat yang gelisah dan marah, malah anakku Nit. Dia buka
bajuku, yang baru-baru ini kena penyakit gatal kemaren dulunya. Dan dia
menggelengkan kepala. Lalu tak lama sesudah itu dia masuk kamarnya, dan
kudengar dia marah-marah, mengucapkan sesuatu yang tak begitu jelas bagiku.
Tetapi ada kata-kata terdengar yang kutangkap agak jelas :
"Saya tahu, ayah saya tidak apa-apa. Saya tahu dia takkan berbuat seperti
persangkaan kamu. Saya sangat yakin dia itu baik, apa adanya. Saya sangat
tidak suka yang kau bikin. Saya akan kembalikan, kembalikan buat kamu. Kamu
yang buat harus kamu yang terima. Kamu yang lemparkan, harus kamu yang
tanggungkan! Ingat itu! Sekarang giliran kamu yang rasakan!", dan kudengar
entah apa yang berbunyi agak aneh di kamarnya. Sedangkan aku tidur di
ruangan tamu seperti biasa. Dan gilanya, keesokan harinya, aku dan kami tak
perlu menghubungi dokter yang tadi malam. Sebab penyakit itu hilang dan
sembuh sendiri,tanpa minum obat apapun. Kukatakan kepada Nit, bahwa aku
sudah sembuh. Dia senyum senang, tetapi aku merasa tak perlu banyak
tanya-tanya kepadanya. Hanya aku tahu serta merasakan, dia berkonsentrasi
dan bermeditasi buatku di kamarnya, dan dia sudah "bekerja" menolong dan
menyelamatkan ayahnya dengan cara dia sendiri.

Ketika kami di Bali, kami menginap di hotel SANTIKA. Katanya hotel ini
anak-perusahaan GRAMEDIA, Kompas, tentunya ada hubungan dengan Mas Yakob
Utama. Baru malam pertama, sangat anehnya, kamar kami diserang lelatu,
laron, banyaknya mungkin ribuan. Penuh dan menghitam. Padahal
kamar kami ada di tengah. Mengapa kamar-kamar sebelah pada aman, tak ada
laron-lelatu itu? Kami panggil petugas hotel. Disemprotnya dengan racun
anti-laron. Memang berkurang, tetapi masih ada dan masih saja "menyerang"
kamar kami. Dan pada tengah malam, kudengar seakan bebatuan dan pasir
dilemparkan ke kamar kami. Bulu halusku berdiri, dan merasa takut, ngeri.
Di kampungku dulu, ini namanya serangan kuntilanak. Kulihat Nit dan Loulou
tetap tertidur baik. Jadi hanya akulah yang belum tidur dan tidak bisa
tidur karena gangguan bebatuan dan pasir yang beterbangan sekitar kamar
kami.

Dalam pengalaman selama ini, ada satu hal yang kudapatkan. Seseorang
apabila merasakan takutnya hampir mencapai puncaknya, lalu berubah menjadi
berani yang tak ada taranya. Hampir nekad, atau sudah habis rasa takutnya
lalu berganti dengan rasa-baru : berani menantang, berani berlawan,
habis-habisan! Maka akupun sebagaimana biasa datang kepadaNYA dan ngomong
dengan caraku. Aku berkonsentrasi dan meditasi, seolah berhadapan denganNYA
di depanku :
"Ya Allah, ya Tuhanku. Aku datang ke mari dengan anak-cucuku, dengan maksud
baik, tanpa pikiran yang bukan-bukan. Hanya sangat rindu dengan tanahairku.
Lihatlah mereka betapa tenteramnya dalam tidur. Tuhanku, janganlah biarkan
kami menderita, ketakutan, cemas tak menentu sepanjang perjalanan kami ini.
Lindungilah kami ya Allah ya Tuhanku, kami ingin bersama dan menyatu dengan
tanahair kami. Kami datang dari jauh, puluhan tahun tak bertemu, sedangkan
anak-cucuku baru kali inilah melihat tanahair nenek-moyangnya. Kenapa bila
siang kami selalu saja dikuntit para intel, lalu malam begini dikuntit
paera leak Bali yang katanya terkenal menakutkan. Lalu apakah kesalahan
kami ya Allahku? Lindungilah kami, amankanlah kami, selamatkanlah kami Ya
Tuhanku. Amien!"

Dan sekali lagi, gilanya, sejak itu semua berjalan aman tenteram. Tak ada
sedikitpun gangguan apa-apa. Berjalan lancar. Tetapi sudah timbul keanehan
padaku. Dan ini setelah ditandai oleh Nit di luar kesadaranku. Lama barulah
terasa padaku, bahwa keanehan yang dilihat Nit, juga kurasakan pada
akhirnya. Ketika kami makan bersama di hotel atau resto atau warung pinggir
jalan, selalu saja aku menyediakan 4 kursi, yang padahal kami hanya
bertiga! Atau aku menyediakan tempat buat seseorang lagi, seolah-olah kami
berempat. Perkara ini pernah menjadi tertawaan Nit, katanya : "nah papa
juga sekarang kena juga yah. Tapi tak apa, ini kan yang baik. Dia menjaga
dan menyertai kita". Dan lama kupikir mengapa sampai terjadi hal demikian.
Mungkin betul juga Nit, pernah kurasakan dan terpikir dalam bayanganku. Ada
seseorang yang selalu menemani kami, sehingga aku perlu menyediakan tempat
atau kursi buatnya. Orang itu kurasakan seorang wanita berasal dari Mesir,
yang tak kukenal, tapi telah menjaga kami. Pernah tampak bayangannya, dia
berjalan tidak di atas bumi, tak kelihatan kakinya, tapi tampak wajahnya.
Betul, yang ini samasekali tidak menakutkan, tetapi menjadikan kami
tenteram dan ada pelindung, ada teman, ada pengawal walaupun hanya wanita!
Dan gilanya lagi. Begitu kami meninggalkan Bali buat pulang ke Paris, dia
juga pamitan yang menyatakan tugasnya selesai. Aku sangat mau menemuinya
dan menyatakan terimakasih kami. Tetapi dia tak muncul-muncul lagi. Dan Nit
selalu merasa lucu bahwa ayahnya sekali ini kena juga! Tetapi kena yang
baik, yang mengawal dan menemani. Hanya lucunya itu, selalu menyediakan 4
kursi padahal kami hanya bertiga. Tak apa, kami sepanjang sesudah kejadian
itu selalu lancar dalam perjalanan. Tak ada lagi lelatu dan laron
mengganggu, tak ada lagi leak Bali yang katanya menakutkan itu.

Sebelum ke Bali aku masih sempat mendekati Ita, agar dia mau "memantauku"
sambil agak kubisikkan apakah aku ini akan terus sendirian, tak ada lagi
yang "mau dan sedia" hidup bersamaku? Ringkasnya kira-kira siapa sih yang
akan jadi jodohku ini? Sekali ini Ita benar-benar mengkonsentrasikan
dirinya sampai dia merasa hilang "ke-ada-annya", setelah keringatan
kelelahan, dia menarik nafas. Terasa aku a-gak menyesal, karena dia sudah
begitu banyak mengambil energi buat semua itu. Tampak dia juga agak sedih
dan dengan harapan aku tidak akan kecewa dan kuat menghadapi semua ini.
"Oom, kuatkan ya, tahankan, dan tabahlah! Melihat penglihatan Ita, sorry ya
Oom,- Oom itu tak ada lagi jodohnya, sudah takkan lagi bertemu seperti yang
mungkin Oom harapkan. Ini sudah suratan Oom barangkali, tetapi itulah yang
Ita lihat. Mau percaya apa tidak, itu tertinggal pada Oom sendiri. Yang Ita
katakan soal jodoh ya, bukan soal kencan-berkencan, atau pacaran atau
asik-asikan. Soal itu sih Ita lihat masih cukup ligat, hanya jodoh secara
jodoh, tampaknya tak ada lagilah!".-
Mendengar semua ini, sudah dapat kuduga, jadi tidak begitu down-lah. Dan
lagi memang ada dalam
perasaan, kalau jodoh dalam pengertian berumahtangga normal, kukira aku
sudah sangat menikmati kehidupan kesendirianku. Terlalu lama aku
membujang-lapok, jadi sudah kepalang enak-kepenak sendirian, mungkin kalau
ada pendamping-tetappun betapa akan banyaknya kontradiksi baru. Pandanganku
kini, sudahlah jangan bikin kontradiksi baru, yang sudah ada saja sudah
sulit mengatasi dan menyelesaikannya. Dan kini hidup pensiun pula dengan
pendapatan hanya seperempat dari dulu! Ini uang pensiun yang sangat minim,
sudah tidak terlunta-lunta menderita kemiskinan, sudah sangat baik!

Paris 5 Mei 1999

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.