Bab 143 :
Mengapa Macet?

Selama sepuluh hari ini, aku bagaikan orang gila. Dan penuh kesedihan, kemarahan, kedongkolan serta kekesalan. Selama sepuluh hari ini komputer-internetku macet total. Sudah dibawa ke toko yang dulu menjualnya, yang biasanya mudah-mudah saja diperbaiki, tetapi kali ini mereka para tehnisien itu angkat-tangan, menyerah. Lalu kulaporkan kepada pusat agent langganannya, pihak club-internet.fr. Mereka minta aku datang pada jam 17,30 di sebuah kantor Grolier dengan membawa komputernya, otaknya itu. Lalu bawa juga modemnya sekalian.

Mulailah sang tehnisien otak-atik, tetapi tetap saja macet. Malah kesialan baru bermunculan. Dia ganti program dengan disk lain, serta alat lain. Akibatnya semua program yang ada dulu, yang selama ini bisa kubuka kapan saja, hilang samasekali. Ratusan surat-surat penting dan tulisan-tulisan penting habis semua. Karya tulisan memang selalu kukopi, dan lagi tentulah ada pada banyak teman-temanku yang menyebar di Eropa, Asia, terutama Indonesia dan Tiongkok, bisa kumintai tolong sekiranya kubutuhkan. Semua yang dulu tertulis dan tercatat, habis kikis terbang tak tentu di mana rimbanya. Ini menurut orang kampung kami, seperti tikus memperbaiki labu. Labu sudah bagus-bagus bentuknya, bulat, bundar, licin, maka begitu diperbaiki tikus, labu itu menjadi benjol, berlobang-lobang dan cacat! Dan si tikus itu adalah tehnisien komputer itu, yang katanya akhlinya itu!

Utak-atik, kobok mengobok begini sampai pada jam 21.00. Dan dia bilang, tak bisa kami perbaiki, harus ada aparat atau benda yang diperlukan buat diganti, terutama bagian dalamnya. Sudah dia buka semuanya. Dan ketika kutanyakan di mana harus kubeli, dan berapa kira-kira harganya? Dia catatkan nama tokonya, depot barangnya. Tetapi setelah aku tahu berapa harganya, katanya antara 2000 sampai 4000 francs, terkejutlah aku. Mendingan beli baru. Komputer-internetku yang macet ini sudah kupakai empat tahun, dan sudah mengalami kerusakan belasan kali. Dan ongkos perbaikannya sudah hampir sama dengan harga beli baru. Kukatakan, sejak hari ini kuanggap aku sudah tidak punya internet-komputer lagi!

Komputer yang beratnya sekira 10 kg itu, digotong-gotong selama beberapa hari ini. Di bawa ke kantor sana, di bawa ke kantor sini dan toko reparasi sini, reparasi sana. Rasanya tulang tangan-lengan pada ngilu dan semutan, karena biarpun hanya 10 kg, tapi kalau digotongnya sampai ratusan meter jauhnya ya capek juga, lelah-letih juga. Dan bukan hanya itu, rasanya dan sudah kurasakan sendiri, apabila kemauan menulis sudah penuh di kepala, tetapi tidak dikeluarkan karena tidak ada wadahnya, tidak ada alat penyalurannya, maka perasaan ini bagaikan orang gila. Tak tentu pikiran, tak keruan hidup ini, bingung dan sebagai seorang ibu yang mau melahirkan, tetapi tak ada bantuan, tak ada jalan keluar lainnya. Maka begitulah aku dalam selama sepuluh hari ini.

Apa akal? Sudahlah buang uang buat beli tiket ke Holland, dan di sana nanti menulislah sepuas-puasnya. Dan kebetulan pemakaian komputernya sementara ini tidak rebutan antara kami berdua Laura. Sebab Laura sedang berlibur di Chamonix di Perancis Tenggara. Kalau tidak akan selalu ribut rebutan, karena dia juga suka chaten-chaten dengan banyak teman mudanya. Kalau tak dilarang dan diperingatkan bisa sampai lewat jam 01.00, terutama ketika selama liburan sekolahnya. Dan aku apalagi sebagai kakek, selalu saja mengalah, terutama mengintip dan mencari kesempatan bila dia tidak sedang chaten-chaten.

Kuanggap gila juga, hanya buat menulis saja harus begitu jauh datang ke Holland. Semoga Pak John, apakabar, dan mimbarbebas mengerti keadaan ini. Aku bertekad buat membeli komputer-internet sebelum akhir tahun ini. Ini hanya tekad, kenyataannya belum tahu dan siapa sih yang tahu? Lalu darimana uangnya? Menulis belasan tahun tetapi tak pernah satu senpun merasai apa itu yang dinamakan honorarium. Dari langit lalu? Memang ada nama judul kumpulan puisiku MENCARI LANGIT dan dijual di Jakarta. Tetapi sampai kini aku belum pernah merasai satu senpun honorariumnya! Lalu dari mana uang buat membeli komputer-internet itu? Tak tahulah aku, semoga Tuhan memberikan jalannya kepadaku yang siang malam selalu berdoa agar aku bisa menulis secara baik dan disukai oleh banyak orang. Semoga Mas Tjipto tahu akan kesulitanku ini, semoga KL dan AKA juga mengerti kenapa surat-surat tak berbalas, bagaikan batu jatuh ke lubuk. Semoga beberapa fansku mengerti keadaanku ini. Dan tentu saja terimakasihku yang terdalam kepada mereka yang tentulah bertanya-tanya, ke mana ini si SS kok nggak muncul-muncul sekian lama dan tak pula berberita. Aku baru saja tiba di Holland beberapa jam yang lalu, dan langsung menulis ini. Besok lusa kulanjutkan,-

Inilah kisah dari KISAH SERBA-SERBI sebagai nomor bonus ini.

Almere - HOLLAND 13 Agustus 2000,-

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.