Bab 142 :
Sepasang Tamu Kami,- Bagian Dua,- habis,-

Setiap bulan pada setiap tahun selalu saja ada tamu yang menginap di rumahku. Mereka yang sengaja kuundang buat tinggal beberapa hari di Paris, buat melihat-lihat dan jalan-jalan saja sebagai turis biasa, ataupun yang menumpang menginap. Pada biasanya, antara bulan-bulan musimpanas begini akan lebih banyak dan lebih sering para tamu itu menginap di rumahku. Tentu saja aku dengan senang hati menerimanya. Memang juga harus diakui, sesudah para tamu itu bepergian, terasa capek dan lelahnya, tetapi hati menjadi senang, gembira. Bisa bertemu dan saling bercerita dengan teman-teman lama atau keluarga yang sudah saling kangenan, sangat menyenangkan. Berbagai pengalaman hidup bersama para tamu itupun juga banyak mengesankan, banyak belajar, baik dari segi harus dicontohnya maupun dari segi sebaiknya tidak usahlah berlaku seperti dia itu.

Aku pernah menceritakan bahwa selama tahun-tahun ini aku pernah menerima empat orang tamu yang semuanya pendeta. Pernah sekaligus dua orang pendeta, dari sang bapak yang sudah emiritius, pensiun dari pendeta, dan putrinya yang sedang aktive jadi pendeta di Belanda. Lalu pendeta dari Korea dan Amerika Serikat. Sangat menarik, banyak belajar dan menimba banyak pengalaman dari mereka. Ada para tamu yang sebaya dan sealiran denganku, gampang mengurusnya dan bisa "terbang dalam segala cuaca", terutama mudah dan praktis selama di rumah. Tamu yang begini sih sebenarnya adalah teman-teman sendiri seperti Mas Hersri, Mas Chalik dan Mas Bambang. Kukatakan sealiran, karena sama-sama suka budaya-sastra, mereka para penyair dan pengarang.

Tapi yang kurasakan mendapat sedikit kesukaran, artinya tidak boleh aku main gampang-gampangan, harus serius tetapi juga hangat dan terbuka, ramah dan selalu siap, adalah menghadapi Papie-Mami ini. Apanya yang kurasakan? Karena kehidupan mereka berdua sangat lain dengan kehidupan kita atau kehidupan kami pada umumnya. Terutama Papie, orangnya sangat strik memegang waktu, sangat disiplin. Sedangkan Mamie dan juga keduanya, orangnya sangat bersih. Mereka selalu serba teratur, apik dan teliti. Sifat-sifat baik ini adalah baik dan juga banyak guna dan faedahnya. Tetapi menurutku kalau dijalankan secara serius dan tanpa kenal waktu dan ruang, bukankah lalu menjadi kaku dan sedikit keras serta koppig? Sedangkan di pihak lain, aku ini orangnya kalau dibandingkan dengan mereka, banyak longgarnya daripada keras dan ketatnya.

Papie, misalnya, tepat jam 13,30 harus istirahat siang selama 1 jam. Dan makannya selalu harus ada wine, anggur satu gelas. Daging yang dimakannya harus bersih dari gemuk, tak boleh ada gemuknya. Kue apa saja yang mengandung ada coklatnya, harus dihindari. Pasal sangat keras memegang ketentuan waktu, aku tahu benar sejak lama kami bergaul, Papie memang disiplin, bahkan menurut kami agak kaku. Tidur atau masuk kamar tidur harus selalu jam 21,30 dan bangun harus pada jam 07,30, dan makan pagi harus pada jam 08,15,-

Tentu saja mereka di rumahku tidak lalu terang-terangan minta agar aku juga menuruti ketentuan jadwal-waktu sehari-harinya. Tetapi bukankah aku tahu dan mengerti tentang kehidupan mereka? Jadi artinya, akulah yang harus tahu diri dengan tamuku ini, siap meladeni mereka sebaik-baiknya.

Ketika mereka bertiga sedang jalan-jalan, dan aku di rumah karena beberapa pekerjaan, Papie tiba-tiba pulang. Ketika itu jam 13,15. Mamie dan Laura sedang berbelanja di sebuah toko tak jauh dari kediaman kami. Tahulah para pembaca, bagaimana sih kalau wanita, apalagi ada cucuku yang menanjak remaja dan seorang Mamie yang sangat menyayanginya, berbelanja di beberapa toko! Akan betapa lamanya, betapa njelimetnya. Dan hal ini tidak begitu disukai Papie. Terutama akan menggangu jadwal istirahat siangnya. Dan rupanya Papie pulang duluan itu hanya buat memenuhi jadwalnya agar bisa istirahat siang antara jam 13,30-nya sampai selama satu jam! Bukan main zeg!

Ketika kami masih berkelakar di ruangan tamu sesudah makan malam, dan ramai bergurau dan tertawa Mamie dan Laura yang cukup keras karena rasa gembiranya, tanpa banyak omong lagi Papie bangun dan permisi kepada kami semua. Dia masuk kamar tidur, karena jam sudah menunjukkan 21,29, sudah jadwal tidurnya. Maka kurang seorang di antara kami. Dan tampaknya Mamie tak lama lagi akan menarik diri dan akan pamitan buat menyusul Papie buat tidur.

Laura kalau sedang libur begini, selalu tidurnya terlambat dan kami sendiri tidak pernah melarangnya agar berhenti main atau mengerjakan apa saja, dan segera masuk tempat tidur. Terkadang dia tidurnya menjelang jam 24.°°, tetapi tentu saja tidak setiap malam, tergantung apa yang dikerjakannya. Dan bangunnya terkadang juga begitu terlambat, sampai jam 11.°°. Semua ini karena masa liburan sekolahnya, jadi kami membiarkannya agak sedikit liberal. Tetapi kalau menurut kami tidak apa-apa sedikit longgar, tokh masa liburan sekolah. Kalau ketika masa sekolah sehari-harinya, dia selalu lebih cepat tidurnya tidak akan mungkin sampai lewat jam 22.°° dan bangunnyapun sesuai dengan waktu harus masuk sekolahnya. Dan kami pikir, selama itu bukankah memang begitu dia menggunakan jadwal sehari-harinya? Dan tokh hasil belajarnya tetap saja belum pernah ke luar dari lima besar murid terbaik dalam sekolahnya. Namun demikian mungkin saja cara pendidikan kami salah. Dan mungkin saja ada hal-hal yang harus kami perbaiki.

Laura pernah menyatakan padaku bahwa terkadang Papie dan Mamie suka bertengkar, suka berdebat. Inipun tak pernah kuberi gong buat meng ya kan Laura atau menambahinya. Karena aku tahu sendiri dan melihat sendiri sejak lama, bahkan sejak belasan tahun kami bergaul begini. Yang dipertengkarkan adalah soal-soal sangat sepele, sangat kecil dan sangat tidak prinsip. Mereka bertengkar sering-sering di depan kami. Kalau pertengkaran itu agak hangat lalu mereka segera mengubah bahasanya. Dari yang tadinya berbahasa Perancis, segera mereka teruskan dengan bahasa Spanyol. Mungkin agar enak dan lancar, sebab dua-duanya lebih menguasai bahasa Spanyol daripada bahasa Perancis. Dan orang kalau sedang bertengkar tentulah merasa lebih enak dengan bahasa ibunya sendiri. Tetapi juga mungkin agar kami tidak memahaminya, karena kami tidak mengerti bahasa Spanyol.

Beberapa hari ini saja antara aku dan Papie sudah ada pertengkaran kecil. Dan soalnya tidak besar. Karena Papie dan Mamie baru datang dari peninjauan ke dan di Tiongkok secara bergrup, dia menanyakan padaku, apakah Tiongkok itu banyak sekali etnis atau suku bangsanya. Kukatakan, walaupun Tiongkok itu penduduknya paling banyak di dunia, tetapi suku-bangsanya jauh lebih banyak Indonesia, walaupun perbandingannya Tiongkok lebih satu milyard penduduk, Indonesia "hanya" 200 juta penduduk. "Tidak mungkin, nonsens", katanya membantah dengan keras. Dalam hatiku, ini orang tadinya nanya, sekarang malah membantah! Dan hal ini sudah kutulis dalam sebuah artikel di ruang milis ini. Dan aku sendiri pernah hampir duapuluh tahun tinggal di Tiongkok dan juga pernah bekerja di Radio Beijing dan menjadi penyiar yang justru menyiarkan berita tentang semua itu. Lalu ada tulisan soulier di lift, melihat tulisan itu dia berkata : "tahu kan apa artinya soulier?". "Ya, kami juga berlangganan padanya, Soulier itu". "Bagaimana mungkin itu?! Soulier itu adalah nama sejenis logam", katanya dengan keras dan tegas. "Soulier itu adalah nama sebuah perusahaan yang mendistribusi berjenis taplak meja dan restoran kami menjadi pelanggannya sejak belasan tahun ini", kataku. "Ya, tapi itu nama jenis logam", katanya lagi. 'Okeylah, itu yang Papie tahu. Tapi yang saya tahu tetap saja soulier itu nama perusahaan yang kami jadi pelanggannya. Nama perusahaannya soulier", kataku tak mau bertengkar lebih jauh lagi.

Papie dan Mamie seperti kata Laura memang suka bertengkar. Kukira tak apa-apa asal saja tak menjadi meluas, melebar, membakar. Tokh selama ini mereka tetap saja banyak rukunnya dan damai serta sejahteranya. Dan lagi dua tiga tahun lagi mereka akan merayakan ulangtahun pernikahannya selama 50 tahun, pesta perkawinan-emas kata orang. Dan aku dan kami berdoa agar Papie-Mamie selalu sehat dan gembira serta sejahtera. Hanya kalau ditanyakan padaku, tentu saja aku akan menolak kalau cara hidup mereka harus kuikuti. Kehidupan Papie menurutku diatur dan ditentukan oleh jadwal-waktu. Kalau aku, merasa aku harus mengatur jadwal-waktu buat keperluan dan kebutuhan kehidupanku. Aku tidak mau diperintah dan diatur oleh jadwal dan ketentuan jam-jam yang menurutku sekaku Papie. Aku tak mau diperintah oleh waktu, tetapi aku yang merasa harus disiplin secara wajar dan tidak kaku. Kehidupan seperti jadwal-waktu yang seperti Papie, jelas aku tidak akan mau, dan menurutku sangat kaku. Dan kukira, nah, ini mungkin tidak baiknya aku, adalah lebih baik Papie dan Mamie hidup di Chamonix yang serba tenang, bersih lingkungan, dan alamnya sangat menyenangkan,- dan jangan di Paris ini. Jadi pilihan mereka buat hidup tenang di Chamonix, adalah sesuai dengan jalur dan lika-liku jalannya kehidupan mereka sendiri. Mungkin godaan dan goncangan kehidupan di Chamonix tidak akan sebanyak dan serumit di Paris.

Paris 6 Agustus 2000,-

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.