Bab 135 :
Sepenggal Kisah Tuan Pahlevi - Bagian Satu -

Tuan Pahlevi sendiri yang memberitakan bahwa orangtuanya mau datang ke Holland. Dan keperluan pokoknya mau menikahkan anaknya, Tuan Pahlevi ini. Tuan Levi menjadi biungung karena berita itu. Dan kalau Tuan Levi mengalami kesulitan serta kebingungan begini biasanya dia akan datang kepada Nita. Lalu menanyakan bagaimana sebaiknya bersikap menghadapi soal rumit begini. Sebenarnya tidaklah begitu rumit, tetapi Tuan Levi sendiri yang bikin menjadi rumit. Yang bikin rumit itu yalah, sebenarnya Tuan Levi samasekali belum mau dan belum siap untuk menikah dan berkeluarga secara normal. Sementara ini dia hanya mau samenleven saja dulu, atau istilah yang tak begitu sedapnya, biarlah kumpul-kebo dulu. Tapi soal kumpul-kebo itu sudah dijalaninya lebih dari setahun dua. Dan orangtuanya yang masih memegang adat lama, sebenarnya adat normal dan wajar, menghendaki anaknya menikah baik-baik. Dan pernah dikatakan orangtuanya, selagi mereka hidup, ingin sekali menyaksikan pengantin anaknya.

Semua ini bisa dipahami, dan sangat wajar dan manusiawi, apalagi ayahnya berasal dari Tanah Minang, dan ibunya dari Tanah Jawa yang kental beragama. Untuk menentang dengan menolak keras kehendak keluarganya, dia rasa-rasanya tidak begitu tega. Tapi untuk menerima begitu saja, dia juga tidak terima. Dan itulah sebabnya dia datang kepada Nita buat bagaimana pandangan Nita atau pemantauan Nita tentang soal ini. Nita pertama membuka kata-kata dengan sangat berhati-hati. Sebab soal ini adalah soal keluarga besar oranglain, dan soal kepercayaan. Jadi benar-benar harus diperhitungkan dengan sebaik-baiknya dan juga sejujur-jujurnya. Dan saya tidak hanya sekali dua mengingatkan Nita, agar apa saja yang dia "rasakan dan dia dengar dan yang tergambar padanya" itulah yang dikatakan dan dijelaskan. Maksud saya samasekali jangan diluar rasa dan gambaran dari pemantauannya, jangan dikarang-karang, jangan asal menyenangkan atau membimbangkan orang. Soal perasaan luar dari itu, bisa saja terjadi, tetapi apa yang diungkapkan dan dikatakan karena dirasakan dan tergambar, hal itulah yang dikemukakan.

Sebenarnya saya juga sangat kuatir dengan "pekerjaan dan missinya" ini, sebab sekiranya meleset dan tidak tepat, lalu bagaimana? Betul hal ini bukannya reka-rekaan dan main teka-teki, duga-dugaan, tetapi betul-betul berdasarkan apa yang dirasakan dan tergambar jelas di ruang jiwa dan nuraninya. Barangkali inilah yang dikatakan pancaindra yang keenam itu. Yang orang lain, atau saya sendiri tidak punya.

"Ya Tuan Levy, saya sudah melihat semua ini, dan juga sudah sedikit mengetahui apa yang Tuan rasakan dan kehendaki. Tetapi apa yang saya tahu dan rasakan ini, belum tentu cocok dan sesuai dengan kehendak dan pikiran Tuan. Juga belum tentu pasti akan terjadi. Saya hanya meneruskan kepada Tuan, apa saja yang saya tahu dan yang tergambar pada saya mengenai sedikit jalan kehidupan Tuan. Jadi semua itu terletak kepada Tuan sendiri",- "Maksudnya apa itu?", kata Tuan Levy. "Sudah tentu yang paling pokok terletak pada Tuhan dan Tuan sendiri. Kalau Tuhan menghendaki lain dan Tuan sendiri menghendaki apa yang Tuan mau dan rasakan, maka tentulah akan lain terjadinya. Saya hanya meneruskan apa yang saya pantau dari apa yang saya rasakan dan yang tergambar saja. Saya sama sekali tidak bisa mengubah bagaimana seharusnya kehidupan Tuan. Urusan itu hanya ada pada keputusan Tuhan dan Tuan semata", kata Nita mendahului akan kelanjutannya.

Saya sendiri agak heran juga, kok Tuan Levy mau-maunya sekarang ini datang kepada Nita yang dulu pernah dia ejek dan dia sangat tidak percaya akan pengetahuan supranatural itu. Kini tampaknya berubah pandangannya. Karena itu saya jadi tambah mengerti mengapa Nita harus dengan proloog agak panjang sebelum memasuki soal. Missinya saya tahu tentang Nita, karena dia selalu berkonsultasi mengenai persoalan supranatrural ini, tak lain semata-mata mau membantu orang lain, mau meringankan beban orang lain. Itupun kalau orang itu mau dan rela buat percaya, kalau tidak ya tidak kena, tidak cocok, karena memang dasarnya hanya coba-coba bukannya pasrah dan percaya. Dalam ilmu supranatural, hal ini menjadi sangat penting.

Tuan Levi tampaknya mengerti dan mau mengerti apa yang diutarakan Nita. Dan anak saya itu, memandangi dalam-dalam ditentang pangkal hidung dan difokuskan antara kedua mata Tuan Levi, dengan tajam-tajam dan dengan dalam-dalam. Tuan Levi tertunduk, kesombongannya dan keangkuhannya sementara terkalahkan.

"Ada beberapa hal yang Tuan berada dalam posisi agak sulit. Orangtua Tuan menghendaki agar Tuan menikahi Fonda, dan dengan cara Islam. Tapi Tuan bukankah masih berkeberatan? Yang saya lihat, kalau Tuan menuruti perasaan Tuan, maka kesulitannya lebih berganda. Sekiranya Tuan menentang kehendak orangtua Tuan, dan dengan catatan sudah jauh-jauh dari Jakarta datang ke Holland buat keperluan dan kedamaian dan kebanggan keluarga, maka Tuan akan lebih mengalami kesulitan yang Tuan tak terpikirkan",- "Apa itu rupanya?", tanya Tuan Levy. Tampak Nita menarik nafas panjang dan menghembuskannya dalam-dalam. "Kalau Tuan menentang kehendak keluarga, lalu Tuan menuruti perasaan dan kemauan pihak Tuan sendiri, lalu orangtau Tuan meninggal? Mereka akan sangat bersakit hati sampai matinya. Dan rokhnya akan sangat mengganggu kehidupan Tuan dan sekitar kehidupan Tuan. Bukan mereka sengaja menyakiti kehidupan Tuan, tetapi semua itu karena akibat dari sangat sakit hatinya ketika masa hidupnya karena kehendak mereka Tuan tampik. Tetapi ada lagi kesulitan lainnya. Kalau Tuan bersedia berkorban dan mau menuruti kehendak orangtua, tetap saja kehidupan Tuan juga akan mengalami kesulitan. Hanya kesulitannya itu tidak sebesar kalau Tuan menolak kehendak mereka", tambah Nita.

Dan pada konsultasi pertama ini, tampak wajah Tuan Levi, semula agak merah, lalu pucat dan agak layu. Dan keringatnya, barangkali keringat dinginnya, menjadi bintik-bintik air, bulat-bulat, lalu mengaliri pipinya yang biasanya agak tembem. Tuan Levi ini agak berwajah baby-face. Sesudah itu beberapa hari kemudian dia datang lagi buat konsultasi kedua kalinya. Nita bercerita padaku, bahwa Tuan Levi mau dan bersedia berkorban demi kehendak orangtuanya, tetapi bukanlah dari hati yang sebenarnya, demikian kata Tuan Levi sendiri. Lagi-lagi Nita menjelaskan pengertian berkorban. Kalau rasa pengorbanan itu terus dan selalu saja diutik-utik dan diutak-utak, bukankah jadinya tidak rela dan tidak jujur pengorbanan itu? Betul-betul watak kesombongan dan keangkuhan Tuan Levi ini, cukup alot. Tapi Nita tetap bersabar dalam menjelaskan sesuatu buat dipahami Tuan Levi. Saya kira hal inipun tidak begitu saja Tuan Levi mau menerimanya, sebab watak keraskepala dan kepalabatunya akan selalu ngeyel dan keangkuhanya terkadang meledak tidak hanya timbul pelan-pelan saja.

Tuan Levi dalam hari-hari kedatangan dan selama orangtuanya ada di Holland, apalagi kalau mereka dalam keadaan bersama sekeluarga besarnya, terlihat sangat tertekan. Rasa sombong dan angkuhnya sangat sulit buat keluar seperti biasanya. Sebenarnya yang disombongkan itu hanya dari segi keuangan, material dan pangkat kedudukan sekitar kantornya saja. Tahu tentang dunia lain, manapula dia openi, apalagi kalau soal politik, atau soal pengetahuan dunia lainnya. Namun tentang segi inipun tidak satu dua diantara keluarganya yang turut agak iri dan cemburu, bagaimana bisa Tuan Pahlevi selekas ini menanjaknya dan tinggi gajinya dari semua anggota keluarganya. Bermobil baru, punya rumah baru, dan betul-betul baru dibangun lagi. Dan yang terakhir ini, beristri baru. Dan semua orang tahu dan mengenal Fonda, wanita keturunan Jawa itu, walaupau lahirnya di Belanda, tetapi adat Jawa dan ketimurannya sangat halus, rendahhati, dan sangat menyenangkan. Kalau Tuan Levi sedang bercerita, selalu saja ceritanya itu tentang kemewahan, kekayaan dan material, yang sangat sedikit orang lain akan mendapatkan faedah baiknya.

Dia memang selalu bertugas ke dan di luarnegeri. Sebentar-sebentar sudah di New York, lalu dua tiga hari lagi sudah di London. Terkadang makan paginyapun di Paris, dan makan siangnya di Roma. Karena itu dia sering-sering mengatakan dengan terbang begini, tak cukup waktu. Harus ada lagi jenis pesawatterbang yang lebih cepat, lebih canggih. Dia lalu bercita-cita, sebenarnya bukan cita-cita, tetapi dia mimpi mau beli pesawatterbang jenis concorde yang sangat cepat dan praktis itu. Concorde selama ini cocok dengan pekerjaannya, sebab concorde hanya terbang sekitar Amerika dan Eropa saja, tidak kelain tempat. Dia benar-benar memimpikan membeli pesawat concorde secara pribadi, walaupun dengan kredit dulu. Hal ini dintakannya kepada beberapa temannya, termasuk kepada Bregas suami Nita. Dan orang yang diceitainya itu pada manggut-manggut yang siapa tahu pura-pura percaya sajalah dulu. Apa sih susahnya pura-pura percaya! Dan suatu kali berdering tilpun di rumah Bregas.

"Gas, Gas, aku benar-benar tak jadi mau beli concorde itu. Baru mau beli, tahu-tahu sebuah concorde jatuh meledak di dekat Roissy dan Bourget di Paris. Tahu kau, serombongan kapitalis Jerman mati semua dalam concorde itu. Jatuhnya di Paris pula, di tanah tempat kalian hidup dulu itu, yang kini mertuamu hidup! Jadi bukan salah saya kalau tak jadi saya beli concorde ya! Saya hanya mau jadi kapitalis saja, tapi tak bersedia jadi kapitalis seperti rombongan kapitalis Jerman di concorde kemaren dulu itu", katanya seolah-olah memang benar-benar meyakinkan kami bahwa dia urung membeli pesawat concorde buat pribadinya.

Paris 30 Juli 2000

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.