Bab 134 :
Kisah Tuan Pahlevi

Harus diakui, atau mau tidak mau orang banyak akan mengakui bahwa Tuan Pahlevi memang pintar, cerdas dan pandai bergaul. Soal sampai ke mana kejujurannya itu soal lain, tidak masuk acara kisah ini. Di Holland saja selama dia belajar lima tahun, sudah dapa t menggondol ijazah MBA. Padahal ketika dia sampai dulu itu dari Jakarta, dia belum bisa berbahasa Belanda, dan bahkan belum lulus SMA-nya. Dan kini dia sudah menjadi direksi bagian marketing di perusahaannya. Mengapa saya kenal dengan Tuan Pahlevi? Menan tu saya Bregas adalah teman baiknya, dan isteri Bregas yang artinya anak saya, Nita, adalah teman baik dari keluarga Tuan Pahlevi. Artinya juga adalah teman baik isterinya, Fonda ( lihat Kisah Serba-Serbi nomor 131 dan 132 ). Kata cerita-cerita lama yang sampai kini masih relevan, bagaimanapun seseorang itu selalu saja ada kekurangannya. Tak ada gading yang tak retak. Mungkin sedikit keretakannya inilah yang mau saya kisahkan barang sedikit. Karena saya merasa kasihan juga kepada Tuan Pahlevi akibat ulah pekerjaan kami. Artinya saya termasuk punya dosa kepadanya, disamping temannya sendiri, Bregas turut membikinnya sakit syaraf karena ulahnya yang tak pernah mau kalah. Tak pernah mau kelampauan, dan dilampaui orang lain.

Bregas dan isterinya, saya anggap cukup berhasil dalam soal membina kehidupan materiel. Tadinya kami punya niat dan juga sudah kami sampaikan kepada mereka berdua, bahwa kami pihak restoran Indonesia di Paris, ada keinginan buat menjadikan mereka sebagai tenaga tulang-punggung. Karena mereka berdua masih muda, cekatan dan selalu punya inisiatif, maka ada keinginan kami agar mereka turut secara aktive mengelola resto koperatif ini. Tetapi mereka tampaknya keberatan, dan menolak. Mereka pada akhirnya pindah ke Belanda sekeluarganya, empat orang, dengan anak yang baru berumur 11 tahun dan 2 tahun, Laura dan Berry. Ini ketika tahun 1997. Sebagaimana layaknya orang muda, mereka tampaknya sangat mudah buat mendapatkan kerja di Holland. Buktinya mereka berdua se lama 3 tahun itu sudah lebih dari dua kali pindah pekerjaan. Karena ingin mendapatkan gaji yang lebih baik. Sebab artinya pindah pekerjaan, haruslah selalu gajinya ini lebih baik dari yang sebelumnya. Dan baru saja selama dua tahun mereka hidup di Hollan d, mereka sudah dapat membeli sebuah rumah. Tentu saja dengan kredit sekian tahun, artinya masih ngutang. Mungkin karena dua-duanya bekerja, jadi pihak hipotik percaya buat memberikan kredit kepada mereka. Dalam pada itu mereka punya banyak teman, antaran ya Tuan Pahlevi ini. Rupanya Tuan Pahlevi banyak menaruh perhatian kepada keluarga Bregas - Nita ini. Banyak menanyakan berbagai soal, kenapa kok bisa secepat itu membeli rumah, padahal gaji mereka berdua jauh lebih kecil dari gajinya sendiri.

Saya tidak tahu apakah persis seperti dugaan banyak orang lain, pada akhirnya Tuan Pahlevi juga membeli sebuah rumah yang letaknya tak jauh dari kota tempat kediaman keluarga anak saya itu. Sama-sama di kota Almere. Bedanya rumah yang dibeli oleh Tuan Pah levi, adalah samasekali baru, baru dibangun. Artinya Tuan Pahlevi kata orang Jawa, nganyari, merawanin, rumah baru yang betulbetul baru dibangun. Dan, ini yang penting bagi dirinya, rumah baru itu harganya jauh lebih mahal, tentu saja lebih mentereng sesu ai dengan gaji yang diterimanya. Pada waktu menyelamati, atau merayakan mendiami rumah baru itu, diadakan pesta. Dan kami semua datang. Menurut pendapat saya, rumah baru itu, bagus sih bagus, tapi rasanya saya jauh lebih menyukai rumah anak mantu saya itu . Dan agak kecil. Buat mereka berdua dengan Nyonya Fonda, dan belum punya anak, cukup besar. Tapi sekiranya ditempati kami berlima seperti rumah kami sekarang ini, maka rumah Tuan Pahlevi ini agak kecilan. Soal baru yah memang baru, soal bagus yah memang bagus, dan soal mahal, juga memang mahal. Tetapi memang beginilah kehendak Tuan Pahlevi. Dia tidak akan mau mempunyai dan memiliki apa saja yang lebih murah, lebih sederhana daripada kepunyaan teman-teman dan sahabat-sahabatnya. Ini pantang, demikian menu rut pengakuannya pada suatu kali ketika dia agak berdebat dengan kami. Bagaimana soal politik dan situasi masa sekarang?

Tuan Pahlevi sangat anti membicarakan politik, termasuk situasi sekarang di Indonesia. Ketika dulu pernah kami membicarakan berbagai gerakan dan organisasi yang ada di Holland, yang pada waktu itu baru saja didirikan AKUI, Aksi Kemanusiaan Untuk Indonesia, dia dengan mencibir agak mengejek. Padahal dalam susunan pengurusnya banyak juga keluarganya dan bahkan abangnya. Dan ini lainnya dari orang lain. Orang lain selau hangat membicarakan situasi tanahairnya sendiri, tetapi Tuan Pahlevi sangat tidak suka bi cara soal politik atau tegas dan jelasnya, tidak mau membicarakan yang tak ada sangkutpautnya dengan uang, duit, fulus! Sebenarnya yang jauh lebih mendekatkan kami dengan keluarga ini adalah pihak keluarga isterinya, pihak Nyonya Fonda. Fonda Nyonya Tuan Pahlevi ini, benar-benar jauh dari yang sebenarnya Raja Pahlevi dengan dua isterinya itu, Soraya dan Farah Diba. Fonda yang ini adalah wanita yang kulihat selama ini, sangat baik, ramah, terbuka dan sangat bertentangan dengan suaminya Tuan Pahlevi. Fonda sangat rendah hati, dan selalu hangat buat membantu orang lain. Dalam sebuah pesta atau pertemuan, perayaan apapun, Nyonya Fonda selalu yang paling aktive dan giat serta sangat rajin membantu orang. Dan Fonda termasuk wanita yang manis, ayu, tidak seksi t etapi ayu sebagaimana orang Jawa tradisional, berwibawa, dan orang senang memandangnya karena ada daya menarik buat berteman dan berkenalan dengannya. Dalam pengertian jauh dari selera yang tak baik ataupun vulgaire.

Di peluaran kota Amsterdam ada suatu tempat, arena, buat pertokoan berbagai mobil, juga mobil mewah. Tempat ini merupakan suatu kompleks permobilan. Semua merek mobil ada di sini. Dan Bregas sangat suka akan mobil. Bregas itu menurut saya adalah orang yan g tak bisa hidup tanpa mobil. Bukan soal dia suka mobil mewah, tetapi suka akan mobil saja, tak ada soal merek, tapi pokoknya mobil. Tentu saja kami ketika itu meratai pameran mobil itu. Dari merek biasa sampai yang mewah megah. Dari Chevrolet sampai ke A udty, Volvo, Mercedes-Benz, BMW dan sebangsanya. Kami datang melihat ke pameran penjualan mobil ini karena membunuh waktu sebelum datang ke pesta ultah Mas Popo ketika itu. Sebab terlalu kecepatan kalau kami langsung datang ketika itu, sedangkan hari baru jam 14,30, pesta mulai pada jam 17.00,- Bregas karena suka akan berbagai merek mobil, tentu saja dia sangat lain cara memperhatikan mobil-mobil tertentu daripada saya memperhatikan mobil. Ada merek mobil dan jenis mobil baru yang saya juga melihatnya, y aitu Volvo model S 70. Bagus sekali stream-line. Tetapi lebih bagus lagi yang model S 80. Di dalam Volvo ini, ada tilpun, ada televisi, ada bar-kecil buat minuman, ada peta jalanan yang sedang ditempuh. Pokoknya saya belum pernah melihat perlengkapan yang begitu sempurna. Ternyata juga Bregas baru sekali ini melihat jenis mobil yang demikian. Dia tampaknya sangat tertarik. Lalu diambilnya prospektus untuk itu, sebuah majalah lengkap tentang Volvo. Ini di Paris tidak ada. Tidak ada suatu tempat yang seluru hnya kompleks buat pameran penjualan mobil berbagai jenis. Yang ada satu per satu, terbagi, tidak ada yang begitu banyak jenis seperti pameran penjualan ini.

Volvo model S 80 ini harganya hampir 150.000 gulden. Dari model yang hebat dan mahal ini, lalu timbul akal licik kami. Kami ingin mengerjai Tuan Pahlevi. Bahwa Bregas sudah memesan Volvo ini buat membelinya walaupun dengan kredit sekian tahun. Dan ketika kami sampai di rumah Mas Popo, dan ketika orang-orang sudah agak tenang, barulah Bregas memperlihatkan iklan dan prospektus Volvo itu kepada Tuan Pahlevi. Tuan Pahlevi terperangah melihat mobil bagus dan mewah itu. Foto dan gambarnya, serta keterangan ter perinci sangat menarik. Memang ini hanya jenis Volvo bukannya BMW atau Mercedes-Benz, tetapi ini model baru dan jenis baru. Dan yang paling membikin Tuan Pahlevi belingsatan, adalah ketika dia mendengar dari mulut Bregas sendiri, bahwa dia sudah memesan V olvo itu buat dimilikinya tahun depan nanti 2001, tokh hanya tinggal lima enam bulan lagi. Dan ketika itulah Tuan Pahlevi saya lihat lalu wajahnya menjadi pucat dan kedua belah tangannya menjadi gemetar. Seketika dia tidak bisa berbicara, terdiam, lalu ma tanya agak melebar terus menjadi sayu, seakan bertanya, apakah dirinya bermimpi? Dan dia lalu segera pergi menuju ke dalam. Saya ikuti dengan mata, dan lalu dengan agak pelan, saya ikut di belakangnya. Ternyata dia mencari isteri Bregas dan segera menanya kan, apakah benar Bregas mau beli dan sudah pesan Volvo jenis S 80 itu. Kudengar Nita menjawabnya, itu baru rencana saja, belum sangat pastilah.

Dan sejak itu saya lihat Tuan Pahlevi serba salah tingkah. Sudah tidak normal lagi. Lalu saya dengar dia bicara sendiri. "Tidak mungkin, impossible, mana gaji dia akan cukup. Dia punya gaji masih jauh dari 100.000 gulden per tahun. Saya jauh lebih tinggi dari 120.000 gulden per tahun. Saya tahu gaji dia tak sampai setengah dari gaji saya. Nee, nee, omongkosong!", katanya me nggumam sendirian. Tersedar dia, bahwa saya duduk di sebelahnya, lalu bertanya "Apa benar Pak Simon, menantu sampeyan itu mau beli Volvo jenis ini?", katanya sambil menyodorkan iklan Volvo yang kami bawa tadi. "Tampaknya memang tadi itu dia sudah pesan agar bikin rendes-vous buat membicarakan dengan direkturnya. Dia mau bicara serius mengenai pembelian Volvo tersebut buat tahun depan", kata saya secara sengaja memanasinya. Dalam hati saya, agar dia ini belajar tahu adat! Saya lihat Tuan Pahlevi semakin nervous. Sudah tak lagi selincah sebelumnya. Diajak berguraupun sudah malas dan reaksinya sudah lamban dan salah tingkah.

Ketika kami pulang menjelang tengah malam, jam 24.00, baru sebentar kami di rumah, sudah ada tilpun menjelang jam 01,00. "Kamu jangan gila Gas, kamu harus perhitungkan gaji kamu. Itu kan seharga 150.000 gulden. Sedangkan hutang kredit rumah kamu saja masih berapa tahun harus dilunasi. Ingat itu. Saya sih sebagai temanmu merasa harus mengingatkan kamu. Jangan begitu mudah ma u punya mobil bagus, yang padahal gaji kamu tak sebesar gaji saya. Sebelum kamu ambil keputusan pasti, saya ingatkan lagi. Pikirlah dalam-dalam, panjang-panjang", demikian kata Tuan Pahlevi menurut cerita Bregas. Setelah saya berpikir agak lama, lalu saya katakan pada Bregas, agar "permainan dan pengerjaan" kita kepada Tuan Pahlevi sebaiknya diakhiri. Tak baik secara sengaja membikin orang berlama-lama sakit syaraf dan nervous berat karena takut tersaingi dan merasa dilampaui! Untuk ngerjai dengan mimpi Volvo S 80 saja, Tuan Pahlevi sudah tak dapat tidur selama dua malam, begitu kata Nyonya Fonda kepada kami berdua Nita.

Kata saya kepada Bregas, sekali-sekali ngerjai orang angkuh, congkak, ada baiknya. Biar kita kasi ajar adat kepada dia orang! Dan hari ketiga sesudah itu, Bregas menyatakan bahwa dirinya membatalkan pemesanan Volvo S 80 itu, yang sebenarnya memang tak pe rnah terjadi kami memesannya. Dan semoga saja buat hari ketiganya sesudah itu Tuan Pahlevi bisa mengurangi kecongkakan dan keangkuhannya barangkan beberapa puluh persen!

Almere - HOLLAND 28 Juli 2000,-

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.