Bab 119 :
Antara Bangga, Sombong dan Tidak Sombong

Kejuaraan Sepakbola Perancis lengkap sudah. Mungkin sudah atau mendekati sempurna. Tahun 1998 Kesebelasan Perancis menjadi juara-dunia sepakbola sedunia setelah mengalahkan Brazzile. Tahun 2000 ini menjadi juara Se-Eropa setelah mengalahkan Italia. Ketegangan ketika itu betul-betul membikin deg-degan orang sedunia, sebab Italia sudah unggul satu nol dalam waktu yang lama. Tetapi satu dua menit lagi akan berakhir, angka dapat disamakan satu -satu. Pertandingan diperpanjang 15 menit, dan pada akhirnya goal bisa dicetak Perancis. Kiper yang memang hebat dari Italia itu, terpaksa juga mengakui bola masuk sangat indah, berseni tinggi. Maka lapangan pertandingan di Rotterdam itupun bagaikan hendak meledak karena kegembiraan penonton yang memang kebanyakan memihak Perancis.

Dan mulailah pesta gila-gilaan para pecandu bola. Jalanan sekitar Champ-Elysees yang dapat dianggap jantungnya keramaian dan kemewahan kota Paris, pada malam itu dari ujung ke ujung penuh manusia. Tugu Kemenangan Arc-de-Triomphe yang dapat dikatakan membelah kota Paris dengan simpang sejumlah Tigabelasnya, manusia menyemut. Ada yang mengatakan ratusan ribu manusia memenuhi sekitar Champ-Elysees itu, ada yang mengatakan bahkan jutaan manusia memenuhi jalan-jalan sekitar jantung-kota-Paris. Tetapi memang dapat dituliskan satu hal, kegembiraan, kebanggaan orang-orang Paris dan Perancis memang luarbiasa. Dua-tiga hari sampai satu minggu rasa kegembiraan dan kebanggaan itu terus menerus belum akan banyak menurun. Televisi berulang-ulang menayangkan bagaimana hebatnya kesebelasan nasionalnya, sehari bisa belasan kali pada penggambaran yang sama.

Dulu saya pernah tidak begitu suka akan semua yang begini ini. Rasanya ini kesebelasan Perancis bukan main sombongnya. Ada suatu periode saya selalu memihak pihak lain bila Perancis bertanding apa saja dengan pihak lain. Saya sebagai tercatat berwarganegara Perancis dulunya selalu memihak yang justru lawan dari Perancis. Mengapa? Saya tidak suka akan kesombongan Perancis. Terlalu besar rasa bangganya sebagai bangsa. Tetapi lama kelamaan, setelah saya pikir-pikir dengan rasa seobyektive mungkin, adalah wajar-wajar saja adanya dan timbulnya rasa bangga itu. Mungkin siapapun akan berlaku demikian, hanya kebetulan saja sekarang ini yang saya hadapi dan saya hidup di tengah-tengah masarakat Perancis.

Ada beberapa pemain olahragawan Perancis yang saya tadinya tidak suka, dan saya anggap bukan main sombongnya. Olahragawan itu ternyata memang ada segi sombongnya, tidak begitu disukai orang banyak di Perancis. Terutama olahragawan petenis. Tadinya saya sangat tidak suka akan Henri Laconte, pemain nasional Perancis yang angkuh, dari segi tingahlakunya maupun kata-katanya. Ternyata memang menurut banyak orang, jadi bukan hanya saya saja, orang ini tidak simpatik. Omongan dan tingkah lakunya selalu meninggi high-profile, dan kata-katanya selalu jauh lebih tinggi dari kenyataannya. Padahal dia sendiri belum pernah menjadi juara-dunia tenis, paling-paling juara Perancis saja. Juga Yanick Noah, saya anggap sombong. Tetapi ternyata Yanick Noah sebenarnya sangat ramah, dan selalu bergaul dan bermasarakat di kalangan bawah dan menengah. Dan dia lebih banyak berkomunikasi dengan para seniman dan artis. Beberapa kali dia menjadi non-playing-captain tim tenis Perancis. Karena dia dianggap bisa mewakili pemain-pemain Perancis, dan lagi orangnya banyak disukai para teman-teman tenisnya. Kini Noah malah lebih banyak aktive di kalangan artis-panggung, sebagai pencipta tarian dan lagu-lagu.

Pemain tenis yang juga tadinya saya tidak suka adalah Marie-Pierce. Orangnya sombong dan angkuh, serem dan angker. Tetapi ternyata lama-kelamaan kelakuannya ini berubah banyak. Dia lebih banyak senyum dan tertawa, dan banyak berkomunikasi dengan teman-teman pemain tenis lainnya termasuk dengan negara-negara lain. Ketika dia belum mengubah kelakuannya ini, banyak sekali omongan di luar, akh apa sih si Marie itu, dia kan orang Canada, bukan orang Perancis, dia kan paling-paling orang Perancisnya Canada! Begitulah para pemain dan olahragawan itu akan selalu dapat sorotan penonton dan publik. Tetapi akhir-akhir ini, Marie-Pierce memang betul-betul berubah, tidak serem lagi, tidak angker lagi, dan sudah banyak senyum, terbuka dan mudah didekati, sudah seperti Martini Hinggis saja adanya. Martini Hinggis adalah petenis yang paling banyak dapat pujian dan simpati. Hinggis selalu saja senyum, tertawa dan sangat simpatik, dan lepas dari semua itu, dia juga manis. Hinggis adalah petenis termuda menjadi juara dunia ketika mula dia muncul. Hinggis sebenarnya pukulannya tidak kuat dan biasa-biasa saja, tetapi dia punya taktik pukulan sering-sering tak terduga oleh lawannya.

Monica Seles petenis yang dalam satu periode cukup stabil. Monica Seles dan Steffie Graaf, dalah petenis yang sangat mahal senyum dan tertawa, apalagi Steffie Graaf, sangat sulit senyum dan tertawa. Tetapi semua ini bukannya mereka sombong, hanyalah memang sudah sifat tabiatnya begitu. Bukankah memang ada sejenis orang yang sangat sulit tersenyum dan tertawa? Tetapi samasekali tidak sombong, kalau didekati malah cukup ramah.

Ada seorang petenis yang sudah tak mucul lagi, sudah berpindah profesi menjadi pengusaha dan pemain-iklan, dialah Gabriele Sabatini, dari Argentina itu. Dia sudah punya perusahaan parfume yang namanya juga sama dengan dirinya. Sebenarnya dari segi body, perawakan badan, petenis yang terbaik perawakan badannya adalah Gabriele Sabatini dan Marie Pierce. Tinggi semampai, lincah, dan sangat mudah bergerak. Martina Hinggis dan apalagi Sanchez dari Spanyol itu, agak pendek sebagai petenis. Sabatini dan Marie Pierce sangat ideal perawakan-badannya sebagai petenis.

Sekarang ini, dan baru-baru ini melihat permainan Marie Pierce di Rolland Garros, penampilannya sangat simpatik dan penuh senyum serta sangat menyenangkan siapa saja yang menyaksikan pertandingannya. Dalam persepakbolaan, sebenarnya sangat sedikit yang berkategori seperti pemain tenis ini. Yang agak tidak simpatik hanyalah Eric Cantona, pemain Perancis yang temperamental dan sombong. Sehingga di kalangan orang Perancis dan teman-temannya sendiri Cantona tidak begitu "laku" dan hanya laku di Inggeris, sebagai pemain bayaran-kontrakan, dan itupun sudah mulai tidak dipakai lagi.

Dalam pertandingan baru-baru ini ketika Perancis melawan Belanda, di mana Perancis kalah satu angka, adalah sebagai strategi-taktik "peperangan". Tim Perancis tidak menurunkan pemain terunggulnya, Zidane, karena memang secara strategis-taktis, sebaiknya pertandingan kali ini dimenangkan Belanda. Kalau nanti Perancis pada akhirnya ketemu Belanda, dan lagi pertandingan itu diadakan di Belanda, maka Perancis akan lebih merasa berat, sebab melawan "tuanrumah" di "kandangnya sendiri", di mana akan begitu banyak suporter Belanda berpihak kepada bangsanya sendiri. Dan ternyata taktik ini benar sepenuhnya, pada akhirnya Perancis berhadapan melawan Italia, yang sama-sama "pendatang luar" sama-sama menjadi "orang ketiga" bertanding di kandang orang lain.

Satu hal harus saya catatkan lagi. Pemain Perancis ini, sejak dulu, selalu berwajah tenang, simpatik dan samasekali tidak sombong, sejak dari Platini, Alain Gires, Jean Pierre Papin, sampai Zidane ini. Zidane banyak bergaul dan mengasuh anak-anak muda dan angkatan baru, dia berusaha mendidik penerusnya. Dua kali perebutan juara dunia, Zidane selalu jadi motor utama, tahun 1998 dulu itu dan kini tahun 2000 ini. Zidane banyak sekali dipakai buat bintang iklan, ada yang bilang, dari segi keuangan, jangan-jangan Zidane ini lebih banyak panen uangnya dari hasil bintang iklan itu, daripada pemain sepakbolanya. Kerjasama tim Perancis selama tiga empat tahun ini memang harus diakui, sangat solid, sangat kompak, penuh rasa solidaritas atas sesamanya. Dua kiper Perancis itu, Lama dan Barthez, sangat baik kerjasamanya, dan juga hubungan dengan pemain lainnya. Mereka bagaikan saudara sekeluarga disamping sebagai teman seperjuangan. Coba lihat, kalau Zidane membawa bola, kalau tidak sure betul, bola itu tidak akan langsung ditendangnya, tetapi selalu saja dia mencari teman lainnya yang posisinya lebih strategis. Semua ini dilihat mata banyak orang. Dan karena itu pula Zidane sangat banyak mendapat simpati dan pujian orang-orang.

Satu hal lagi harus dilihat dan diakui secara obyektive, bahwa tingkat permainan tim Perancis memang beberapa tingkat atau katakanlah setingkat lebih baik dan lebih bermutu, berkelas lebih atas dari rata-rata kesebelasan lainnya. Sehingga atas kemenangannya itu akan terasa sangat wajar, dan sudah semestinya begitu. Jadi bukan faktor keberuntungan dan dewi-fortuna, tetapi memang mutunya lebih baik, kelasnya lebih tinggi.

Saya lihat dan saya perhatikan, sebenarnya para olahragawan itu pada dasarnya tidak sombong, tidak angker dan tidak serem. Tetapi yang sering-sering bikin mereka itu angker dan sombong malah media-massa, akibat sanjungan yang berlebihan, pujian yang kelewat batas, bahkan ada kultusnya, sehingga membikin watak pemain itu menjadi "naik ketingkat sombong". Jadi peranan pers, majalah dan suratkabar, sangat sering dan cukup banyak mengubah tingkahpolah mereka menjadi sombong. Dan yang sombong, angker, serta serem begini sebenarnya sangat minoritas. Lebih banyak ada rasa kebanggaan tertentu yang mungkin sedikit berlebihan. Kebanggaan yang berelebihan begini sering-sering membikin orang lain tidak suka. Apalagi kalau pihak yang dijagoinya kalah, dan yang menang itu pamer yang keterlaluan dihadapan orang kalah itu, maka cap sombong itu akan melekat-erat sulit terhapusnya,-

Paris 5 Juli 2000,-

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.