Bab 112 :
Daya Tarik Negeri Kapitalis

Hampir tiga minggu saya di Holland selama bulan Juni ini. Banyak kejadian dan berita yang mendunia. Pertandingan perebutan kejuaraan-dunia sepakbola se Eropa, dibicarakan dan ditonton orang ratusan juta melalui televisi. Masing-masing orang punya keberpihakannya, punya favoritnya sendiri. Punya idolanya sendiri. Tentang sepakbola ini saja, banyak resto, pertokoan, bar, cafe yang pada sepi, kurang pelanggan datang karena orang-orang pada asyik nonton bola. Terkadang jalanan yang biasanya ramai, ketika adanya atau dimulainya atau sedang ramai-ramainya pertandingan, orang-orang mengumpul di ruangan tertentu yang ada televisinya, dan bersama-sama, ramai-ramai nonton pertandingan. Ini makan-waktu mingguan lamanya. Apa ini? Ini juga salahsatu jalan buat cari uang, mengumpulkan uang, mengeduk keuntungan tertentu. Pihak televisi, hotel, pengangkutan, iklan, rumah atau kamar-sewaan, panen uang. Pemasukan keuangan bagi badan-badan yang memang "tukang cari uang", adalah masa panen yang berlipat ganda. Belum lagi bandar-judi, taruhan, perjudian gelap.

Lalu berita besar lainnya yang juga mendunia, sebuah truk-trailer besar ketika akan melewati antara Belanda dan Belgia, Perancis, buat nyeberang ke Dover, daerah Inggeris, dirazzia, digeledah karena dicurigai. Katanya, ketika akan membayar bea-masuk, petugasnya membayar dengan uang likid, uang kontan. Padahal biasanya orang-orang akan selalu membayar dengan kartu-kredit atau cheque atau sejenis kartu-lainnya. Petugas pelabuhan mulai mencurigai trailer itu. Maka segeralah petugas pelabuhan berhubungan dengan polisi setempat, buat memeriksa trailer itu, apa isinya, mengapa begitu aneh cara masuk dan cara bayar ongkosnya.

Maka trailer, truk-gandengan itu dibongkar dari belakang, dengan kekerasan dan paksa. Tampak jelaslah, seonggokan manusia bertimbun mati lemas. Setelah dilihat dan dihitung, penumpang truk-gandengan itu ada 60 orang. 58 orang sudah mati kaku, sedangkan dua orang lagi masih bisa diselamatkan. Dan pada akhirnya dua orang ini diselamatkan dan dengan ketat "dipelihara" buat jadi bukti dan jadi kunci buat membuka rahasia yang menggemparkan itu. 60 orang itu kesemuanya orang Tiongkok, telah begitu jauh membawakan diri dalam perjalanan yang berliku-liku. Melewati Rusia, Cheko, dan Belanda, buat nyeberang ke Inggeris. Mereka rata-rata telah membayar sampai puluhan ribu dolar AS seorang buat menyeberang dan mencari kerja serta hidup di Inggeris. Mungkin saja sudah banyak yang masuk Belanda, atau Belgia atau Perancis.

Ini sebuah sindikat besar, mafia yang sangat kuat. Berhubungan dengan penjualan dan jual-beli paspor palsu, sogok-menyogok. Kalau memperhitungan uang sogokannya saja, maka dapat diperkirakan, pendatang atau "para pencari kerja" ini bukanlah orang biasa. Atau yang "memperjual-belikan orang/manusia" ini bukanlah sebagai sindikat atau mafia kelas teri, tapi kelas kakap, bahkan bisa kelas cucut.

Mau ke mana mereka? Mau cari kerja dan cari hidup di negeri kapitalis. Mengapa? Banyak bukti, sesusah-susahnya dan seberat-beratnya hidup dan bekerja banting-tulang di negeri kapitalis, tetap saja masih bisa hidup, tetap saja masih bisa kirim uang ke negeri leluhurnya, negeri asalnya. Sama saja dengan TKI atau TKW yang bekerja di negeri-negeri Arab, Singapura, Hongkong dll. Ditipu, dihisap, ditindas, diperkosa, tetap saja berjubel buat jadi tenaga kerja-kasar di negeri itu. Tokh tetap masih bisa kirim uang ke desa dan kampungnya, dan bahkan ada yang bisa dan mampu membangun rumah, rumah gedongan lagi.

Apakah mereka tidak tahu, bahwa di negeri kapitalis itu juga bukan main hebatnya penindasan, dan penghisapan, kerja mati-matian, banting-tulang, terkadang tanpa perlindungan-kerja? Mereka tahu, mereka mendengar bahkan cukup banyak pengalaman dari teman-temannya. Tetapi mereka tidak perduli. Untung-untungan, namanya juga orang cari makan, orang cari hidup. Ini artinya di tanahairnya sendiri sudah sangat sulit buat mencari kehidupan, sangat sulit buat hidup minimum dengan rasa aman dan terlindungi. Sebab kalau wajar-wajar saja, takkan mau mereka menukarkan jiwanya, taruhan nyawanya, dengan sekedar bisa belanja menanggung kehidupan secara minimal saja. Daya tarik kehidupan di negeri kapitalis tampaknya sangat luarbiasa, biarpun penghisapan dan penindasannya juga luarbiasa. Tetapi tentulah mereka membandingkan, memperhitungkan akan untung-ruginya hidup di antara kedua tanah itu. Tanah-air mereka sendiri dan tanah-air asing, negeri kapitalis itu sendiri.

Ketika puluhan tahun atau belasan tahun yang lalu, di mana blok negeri sosialis masih cukup berjaya, maka perbandingan mana yang beratsebelah, yang banyak didatangi orang. Apakah atau banyak mana yang melarikan diri atau masuk menyelundupkan diri, apakah orang-orang dari negeri kapitalis masuk atau melarikan diri ke negeri sosialis, ataukah orang-orang negeri sosialis yang melarikan diri dan masuk ke negeri kapitalis? Tampaknya jauh lebih banyak orang-orang dari negeri sosialis yang melarikan diri dan masuk ke negeri kapitalis. Bahkan berani menantang dengan mempertaruhkan nyawa dan jiwaraga, menyeberangi lautan yang paling ganas sekalipun, berani menaiki dan memanjat tembok-Berlin, berani menjadi boat-people segala, berani dan siap mati ditembak. Mengapa semua ini?

Hanya buat mencari kerja dan kehidupan yang sudah diperhitungkannya akan cukup lebih menguntungkan daripada di negerinya sendiri. Persoalan ini sebenarnya, seharusnya menjadi persoalan negara tertentu yang warganegaranya begitu berani dan nekad hijrah ke negeri orang lain. Karena negerinya sendiri sudah tak bisa, tak mampu memberi kehidupan bagi warganegaranya sendiri. Terkadang bukan hanya dari soal keuangan dan perekonomian saja, tetapi cukup banyak karena masalah politik. Tidak ada jaminan keamanan, tidak ada hukum, tidak ada keadilan. Tempat yang paling tidak adil yalah pengadilan dan mahkamah-agung, tempat yang paling banyak korupsi malah di kementerian keuangan, dan bank, pusat-pusat terbasah seperti pabean, imigrasi, bea-cukai, di mana banyak uang ke luar-masuk, lalulintas keuangan.

Yang paling banyak menderita, kemiskinan, ketidakberdayaan, kemelaratan, adalah orang-orang, penduduk dan rakyat yang samasekali tak punya jalur-hukum, tak punya andalan apapun, baik kenalan maupun keluarganya. Maka terkadang bisalah dimengerti, daripada mereka hidup tak menentu tanpa tahu kapan akan mati dan kapan akan jadi korban penangkapan, korban penculikan, korban penipuan, apakah mereka akan diam saja, tidak mencari jalan lain?

Paris 29 Juni 2000,-

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.