Bab 105 :
Sebuah Rumah dan Tamuku, Bagian Satu

Sebenarnya yang mau diceritakan ini bukanlah rumah dalam pengertian kita di Indonesia. Akan lebih tepat kalau dikatakan sebuah apartemen. Kalau rumah dalam pengertian kita di Indonesia, istilahnya adalah maison dalam bahasa Perancis. Sedangkan yang ini adalah ruangan berkamar sekian, ada kamar tidur, kamar makan, dapur dan ruangan-tamu, dan ini namanya apartemen. Ruangan inilah yang mau kuceritakan.

Apartemen kami semula hanyalah dua kamar, kamar-tidur, ruangan-tamu, dapur dan kamar-mandi serta WC. Ini mula-mula, dan masih ngontrak. Apartemen ini cukup bagus, karenanya juga mahal sewanya. Kami diami bertiga, tiga generasi, anakku dan cucuku, jadi ada cucu, anak, dan kakek. Sebelum itu hanyalah aku sendiri. Aku sangat senang bila ada tamu-tamu dari Indonesia yang menumpang menginap di apartemenku. Dan sesudah itu tidak hanya tamu dari Indonesia saja, tetapi juga dari berbagai peloksok dunia. Tidak hanya orang Indonesia saja, tetapi menurut catatanku beberapa bangsa. Bangsa Inggeris, Perancis, Tionghoa, Australia, Belanda, Jerman, Selandia Baru, Malaysia, Amerika Serikat, pernah menginap di apartemenku. Semuanya adalah teman-temanku.

Wim Umboh pernah bermalam di rumahku ketika dia sedang menyelesaikan pengambilan opname filemnya SECAWAN ANGGUR KEBIMBANGAN. Lalu sepasang suami-isteri yang dua-duanya pernah menjadi diplomat RI di Singapura dan Los Angeles, pak Ali Karnaradjasa dan isterinya Kartiniradjasa. Dua-duanya sudah meninggal. Yang masih hidup sebaiknya tak usah kusebutkan.

Lalu tahun 1994 kami pindah dari rumah kontrakan, ke apartemen lebih besar, dengan tiga kamar tidur dan ruangan-tamu. Rumah ini adalah pembagian dari pemerintah, yang sudah kutunggu selama 11 tahun, menurut giliran antriannya. Ini apartemen pemerintah, harga sewanya murah, dan biasalah karena kepunyaan pemerintah, artinya tidak begitu bagus, sederhana. Tapi si penyewanya dapat hak menempati selama hidupnya, tidak perlu kuatir akan diusir, atau disuruh pindah. Bisa ditempati selama seumur hidup, asal dibayar tepat-waktu dan tidak pernah menunda atau sangat terlambat. Apartemen ini, bila dibandingkan dengan yang sebelumnya, sangat berbeda. Dulu tingkat mahalan, kini tingkat murahan, tapi ada ketenteraman hati, sebab bukan kontrak, tapi bisa ditempati selama hidup kita.

Setelah di apartemen ini, tamu-tamu kami yang menumpang menginap tetap saja banyak dan "laku-laris", apalagi menjelang musimpanas begini. Ketika aku ke mana-mana yang hampir saja jadi pengusaha-dadakan karena bergaul dekat dengan seorang pengusaha asal Singapura yang telah kuceritakan dalam Serba-Serbi ini juga, aku punya banyak kenalan. Seperti selalu kata anak-anakku sambil sedikit agak menyindir dan tidak-enak diucapkan "tamu papa itu, siapa lagi, selalu saja cewek". Dan benarlah, ada tiga orang gadis Malaysia yang bekerja di MAS pernah beberapa hari di rumahku. Salah seorang diantaranya -, yang menurutku, pastilah cantik, asyik dan menarik-, hampir agak serius dalam berkencan, tetapi dengan sangat menyesal, dia kuanjurkan menikah dengan pemuda dari negaranya sendiri.

"Sharon", kataku dengan seruan yang kurasakan gemulai dan bujukan sayang. "Kita tidak mungkin meneruskan perkenalan dan percintaan kita ini. Dan kau, Sharon, kuanjurkan menikah dengan pemuda seasalmu. Coba lihat, perbedaan kita yang begini menyolok dan tak masukakal. Beda 30 tahun usia antara kita, dan kau lebih muda daripada anakku sendiri, tidak mungkin kita akan meneruskan percintaan kita ini", kataku pada suatu hari. Perkenalan dan yang akhirnya percintaan yang dimulai sejak aku hampir bertugas di Beijing tahun 1994 dulu itu, kini berbuah kesedihan akan perpisahan. Memang, perasaan hati sedih dan pilu, tetapi aku sangat yakin, hal itu hanya buat sementara saja adanya. Dan benarlah, beberapa bulan sesudah itu, Sharon mengabarkan padaku dari Kuching - Malaysia, bahwa tahun depan dia akan menikah dengan seorang pemuda seasalnya. Dan aku sangat gembira, bisa melepaskan ikatan kasih-sayang yang terasa "pincang" diantara kami, karena besarnya perbedaan usia. Dan pada mendekati hari H-nya, dia mengirimkan surat-undangan pesta pernikahan. Dan aku memberikan ucapan selamat berbahagia dengan setulus-ikhlasnya.

Dalam hatiku, apa yang kukerjakan akan selalu berbuah begitulah akan hasilnya. Bisa senang, untung, sukses, dan bisa juga malang, buntung, sedih dan teriris-iris. Begitulah terjadinya selama aku berkenalan dan bercintaan dengan Sharon, stewardess MAS itu. Semoga saja peristiwa yang mengiris hati itu sudahlah jangan sampai terjadi lagi. Bagaimanapun, kurasakan, kesalahan ada pada pihakku. Terlalu mudah buat main-main berkencan, terlalu mudah mengeluarkan kata-kata bermanis-madu, yang lalu membikin orang lain mabuk yang lalu aku sendiri juga tenggelam dalam lautan yang kubikin sendiri! Rasain lu simon, rasain lu, demikian aku menyumpahi diriku sendiri.

Kalau sudah pernah terjadi hal-hal negatif begitu, buat sementara aku selalu berhati-hati. Tetapi lama-lama tak terasa seperti akan terjadi lagi dan terulang lagi. Untungnya umur-usia semakin menyatakan diri, bahwa kamu itu sudah tua, ingat itu! Dan aku lalu selalu harus introspeksi-diri. Aku dan kami berusaha mengubah hal-hal negatif menjadi positif, maksudku antara aku dan Sharon. Siapa bisa menyangka antara kami, keluarga kami lalu menjadi akrab sebagai saudara sekeluarga, Sharon dan suaminya Robert-Chong saling bersahabat, berkunjung, berkirim-kabar dan saling memperhatikan kehidupan kekeluargaan. Semua ini, tentang peristiwa kami itu, diceritakan oleh Sharon kepada suaminya. Dan suaminya malah semakin dalam mencintai isterinya, dan juga tak disangka-sangka, Tuan Robert-Chong sangat menghargai arti kejujuran persahabatan kami. Dan sampai kini hubungan kami tetap dekat dan bersahabat.

Ini semua ada sangkutpautnya dengan apartemenku sekarang ini. Di rumah baru inilah tamu pertamaku, tiga gadis Malaysia dan ketiganya adalah pramugari MAS, yang dengan kami berbahasa Melayu dan Cina, campuran, lalu diseling dengan bahasa Inggeris. Dan ketiga dara itu telah dengan dekat dan mau bersama kami ke Holland buat merayakan pesta-pernikahan anakku Nita dan Bregas. Ketika perayaan pernikahan itu, tak sedikit suara sumbang terdengar mengenai persahabatan dan percintaanku dengan Sharon itu. Tetapi semua itu kuterima dengan hati terbuka, sebab siapa sebenarnya yang menabur benih mula-mula? Siapa yang memberikan asalmula asap itu? Ditarik sampai ke akar-akarnya, semua itu akulah yang punya kesalahan besar. Ketika mula pertama saja kuajak Sharon keliling Beijing dan ke diskotik Beijing, berani-beraninya dan nekad-nekadnya aku menciumnya dengan gemas! Hayo, salah siapa? Kan semua itu aku sendiri yang mula-mula menyebar benih-duka itu, kataku dalam hati.

Sudahlah, sejarah maju lagi, jangan sampai berulang. Aku harus mengolah apartemen ini secara lama dan panjang. Panjangnya perjalanan yang kami tempuh entah akan kapan berakhir, tapi sebutan baru yang tidak kami sukai, yang bernama "kaum kelayaban" itu harus diakhiri.

Paris 31 Mei 2000

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.