Bab 16 :
Berbagai Penemuan dan Pengalaman

Sesudah resto kami berjalan lebih dari tiga tahun, kami sudah dapat
menyisihkan uang buat membayar hutang kepada sementara teman yang dulu kami
tilpuni ketika mau mendirikan resto. Semua teman yang menghutangi
kami, maupun yang dengan sukarela memberikan sumbangannya, kami catat
baik-baik. Dan kami tidak akan melupakan kebaikan dan jasa-jasa teman itu.
Sebenarnya ditilik, diteliti dengan sungguh-sungguh, kami hanya bermodalkan
dengkul saja. Modal kami hanyalah kemauan keras saja, dengan bekerja-keras
dan sungguh-sungguh buat kepentingan bersama. Kesungguhan kerja-keras ini
membuahkan hasil lain, yaitu kepercayaan teman-teman kepada kami. Dan kami
benar-benar harus memegang dan memelihara kepercayaan ini. Kepercayaan itu
sangat mahal, dan buat memperolehnya juga sangat sulit dan tidak mudah
begitu saja.

Ada sementara teman yang kami bawakan uangnya buat pembayar hutang
itu, tidak mau menerima bunganya. Dia hanya mau menerima uang-dasar yang
diserahkannya dulu. Padahal ketika dulu kami menerima pinjaman semula, kami
menjanjikan untuk membayar sekaligus dengan bunganya, walaupun tidak
banyak, tidak seperti pinjaman bank-resmi. Ada seorang teman di Holland, dan
dengan gembira dan senang hati bukan karena kami membayar hutangnya plus
bunganya, tetapi dia sangat gembira karena resto kami berjalan cukup baik.
Dan dia merasa bantuannya turut berpartisipasi dalam mendirikan sebuah
resto buat kepentingan teman-teman di Paris. Dan alasan ini sangat wajar
dan normal. Kami undang agar dia datang menyaksikan sendiri resto yang dia
turut andil dalam mendirikannya.

Kelak pada waktunya teman itu datang dengan teman-intimnya. Kami undang
dengan sangat senang hati, tetapi mereka menolak keras untuk tidak membayar.
Tetapi kami katakan, ini sudah kebiasaan kami kepada siapa saja yang turut
ambil-bagian ketika kami mau mendirikan resto dulu. Akhirnya mereka
meninggalkan uang pourboire-tips yang jumlahnya sangat besar.

Rasanya hati ini benar-benar plong, karena kami sudah bisa mengangsur hutang
kepada sebagian teman. Dilihat "dari riwayat" dulunya, di mana kami harus
mengumpulkan uang hampir 600.000 francs buat keseluruhan sampai resto itu
berjalan, padahal modal kami samasekali tak ada, dan kini setelah lebih tiga
tahun resto berjalan baik, bisa membayar hutang. Bagaimanapun ini sebuah
hasil yang cukup baik, karena kerja-keras banyak teman di resto.

Gaji kami tetap saja kecil, sangat minimum. Tetapi kami merasakan semua itu
haruslah kami tempuh dan alami, karena biarlah bersusah-susah dulu sementara
ini. Kami ingin menyelesaikan hutang secara berangsur-angsur. Yang penting
menyelesaikan hutang kepada teman-teman tertentu, karena siapa tahu
merekapun sangat membutuhkan uang. Hutang kepada instansi atau badan yang
agak besar dan bonafide dapat kami tunda sementara.

Aku punya dua putri. Yang kedua, Ina, ingin menyewa sebuah aparteman di Paris
19. Karena umurnya di bawah 26 tahun ketika itu, maka dia harus punya
penangungjawab, orangtuanya sebagai saksi, atau penanggung untuk urusan
sewa-menyewa itu. Pada waktu yang dijanjikan ketika mau menandatangani
urusan sewa apartemen yang dimaksud, aku datang bersama Ina, ke kantor agen
aparteman itu. Ketika mereka memeriksa daftar atau buletine-salaire, gaji, -
mereka agak heran. Mengapa? Gaji Ina jauh lebih besar dari gajiku sendiri.
Ina bekerja di sebuah kios-besar yang menjual barang-barang souvenir di
Paris-kota. Mereka menanyakan dan berkata :
"Ini agak aneh, gaji bapaknya jauh lebih kecil dari gaji anaknya. Gaji yang
akan menanggung lebih kecil dari gaji yang akan ditanggung", kata mereka
kepadaku.
"Ya, itu benar. Gaji kami memang kecil untuk sementara ini". Belum lagi
selesai aku menjelaskan, -
"Maksud Anda dengan kecil untuk sementara itu...?!"
"Dari segi gaji memang kecil. Tetapi saya punya restaurant, saya salah
seorang pemilik restaurant", kataku dengan "berlindung sebagai salah seorang
pemilik resto", -
"O ya, begitu. Apa Anda membawa tanda-buktinya", katanya agak heran dan
setengah kurang percaya. Dan aku memang sudah siap untuk itu. Sebuah
kertas-tanda statut yang dikeluarkan notaris di Paris 6, yang menandai bahwa
kami berdelapan, 4 orang Indonesia dan 4 orang Perancis adalah pemilik resto
koperasi di nomor 12 Rue de Vaugirard Paris 6. Mereka mengamati dan
meneliti statut resto Indonesia. Dan pada akhirnya mereka mengerti dan
memahaminya. Dan Ina, putriku bisa menyewa aparteman itu. Yang sulit mereka
mengerti yalah : gaji Ina 7000 francs, gaji bapaknya, si penanggung hanyalah
3000 francs. Untunglah statut resto bisa menyelamatkan mukaku.

Karena kami memang tidak punya pengalaman sebelumnya bagaimana seharusnya
mengelola sebuah resto, maka ada beberapa pekerjaan kami yang agak
kebobolan. Terutama terlalu banyak pengeluaran belanja. Pengeluaran belanja
dapur, gaji, gaji-gelap, pembelian tanpa faktur, dan banyak pemborosan lainnya.
Banyak pengeluaran yang seharusnya belum perlu, atau tidak memperhatikan
penghematan. Terlalu boros dan kurang perhitungan. Akibat semua
itu, uang-masuk, uang-liqid ataupun cheque
resmi, tiket-resto, kartu-kredit, kurang banyak masuk ke bank. Dan bank kami
terlalu banyak mengeluarkan uang karena pembelian resto. Jadinya kami
tekor, defisit yang semula 20.000 francs, lalu terus membengkak, jadi 30.000
francs. Bank sudah mengingatkan beberapa kali, agar menyuntik dana ketekoran
itu. Tapi kami tak punya dana kelebihan. Ketika puncak defisit mencapai
kulminasi tertinggi dari peraturan-bank, maka bank memutuskan tidak akan
mengeluarkan cheque lagi kepada kami. Dan gilanya lagi bank mengadu ke bank
pusat, Banque de France tentang perkara kami ini.

Ini artinya kami tidak boleh dan tidak akan diberi carnet de chèques lagi! Ini
sebenarnya hukuman yang paling berat buat sebuah
perusahaan, pertokoan, perkantoran. Karena tidak mungkin kami belanja tanpa
chèque. Sudah tertutup pintu bagi kami buat menjalankan usaha resto. Semua
kami bingung, bersusah-hati, sangat sedih serta menyesali diri, mengapa
hal-hal begitu bisa terjadi. Tidak bisa lain kalau mau menghidupkan lagi
chèque agar bisa mengeluarkan uang, harus punya dana lagi, harus bayar hutang
ke bank. Lunasi dulu defisit di bank. Bukan main susahnya menjalankan resto
tanpa chèque. Boleh dikatakan tidak mungkin dalam waktu bulanan.

Pal Markam, kembali sandaran kami berikan tanggungjawab penuh kepada Pak
Markam yang kami anggap sesepuh kami yang jago lobbying. Pontang-panting
Pak Markam mencari hubungan kepada sementara kenalan dan orang-orang yang
berpengaruh di parleman dan pemerintahan. Kali ini Pak Markam
sendirian, tidak seperti dulu, ke manapun selalu kami berdua. Tetapi kini aku
harus selalu "di markas resto" sebagai penjaga-gawang.

Pak Markam bukanlah Markam kalau tak berhasil baik. Dan pada akhirnya kami
mendapat pinjaman suntikan dana dari badan Katolik. Baru saja kami bisa
mengangsur hutang, kini terbebani lagi. Betul-betul kerja gali-lobang-tutup
lobang kata orang! Dan kembali kami diizinkan mengeluarkan chèque lagi
setelah mendapat hukuman berjalan hampir selama tiga bulan. Sekali ini kami
harus benar-benar bertekad hemat, teliti dan hati-hati. Membatasi
pengeluaran yang tidak perlu atau yang masih dapat ditunda. Setelah
bernafas agak lega, kami para melayu yang suka gurau ini saling
mentertawakan diri-sendiri, yah biasalah orang dagang. Bagaikan sebuah
roda, sekali ke atas sekali ke bawah, ada untung ada rugi. Ya, tapi begitu
giliran ke bawah jangan lalu macet dong, sehingga nggak muncul-muncul. Itu
kan tenggelam namanya! Dan kami lagi-lagi bisa saling tersenyum lagi, yang
harus kami jaga benar agar tidak merengut dan berwajah bersegi delapan
seperti baru-baru ini!

Paris 28 Maret 1999

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.