SOBRON AIDIT
sastrawan engagé

Siapakah Sobron Aidit?
Namanya berkaitan erat dengan nama lainnya yang terkenal sebagai politisi. Seorang politisi yang menjadi buruan kekuatan reaksioner di waktu terjadi Razzia Agustus (1951) dan pada akhir hidupnya menjadi korban pembunuhan yang teramat keji setelah terjadinya Peristiwa 30 September '65. Politisi itu tak lain kecuali abangnya sendiri : D.N. Aidit, Ketua CC PKI. Salah seorang korban dari beratus-ratus ribu korban pembunuhan demi tegaknya rezim Orde Baru.

Jika abangnya terkenal sebagai seorang politisi pembela wong cilik, maka Sobron yang dilahirkan 2 Juni 1934 di Belitung (Sumatera Selatan) itu sebagai seorang sastrawan. Pendidikannya dimulai dari H.I.S. sampai Universitas Indonesia Jakarta.

Aktivitas secara umum?
Sebagai guru di SMA Utama Salemba dan THHK (1954-1963), Guru Besar Sastra dan Bahasa Indonesia di Institut Bahasa Asing Beijing (1964). Sebagai wartawan Harian Rakyat (1955) dan Bintang Timur (1962). Sebagai pengurus Lembaga Persahabatan Indonesia-Tiongkok bersama prof. Dr. Prijono, lalu dengan Djawoto dan Henk Ngantung (1955 - 1958); pengurus Lembaga Persahabatan Indonesia-Vietnam bersama K.Werdoyo dan Nyak Diwan (1960 - 1962); pengurus BAPERKI bersama Siauw Giok-tjan dan Buyung Saleh (1960-1961). Sebagai pendiri "Seniman Senen" bersama SM Ardan, Wim-Umboh dll; pendiri Akademi Sastra " Multatuli" bersama Prof. Bakri Siregar (1961-1963) dan akhirnya, salah seorang pendiri..."Restoran Indonesia" di Paris (1982).

Kreativitas seni?
Sobron mulai mengarang sejak umur 13 tahun. Karangannya yang mula-mula disiarkan yaitu cerpen berjudul "Kedaung" dalam majalah WAKTU Medan 1948. Di Jakarta secara kebetulan tinggal bersama-sama Chairil Anwar, yang berkat bimbingannya minat terhadap kesusastraan kian meluap. Sajak-sajak dan cerpen Sobron dimuat dalam MIMBAR INDONESIA, ZENITH, KISAH, SASTRA (semua di bawah asuhan H.B. Jassin). Di majalah dan Harian SUNDAY COURIER, REPUBLIK, BINTANG TIMUR (BINTANG MINGGU),HARIAN RAKYAT,ZAMAN BARU, KENCANA, SIASAT, MUTIARA, dll. Dan dalam tahun-tahun belakangan ini, Sobron sebagai salah seorang pendukung dan penulis yang aktip bagi usaha terbitan pers alternatip, terutama sekali bagi majalah sastra dan seni KREASI, majalah MIMBAR, majalah opini dan budaya pluralis ARENA.

Penyair sekaligus prosais, Sobron lebih dikenal sebagai cerpenis. Dua kali sebagai pemenang hadiah sastra: yang pertama dari majalah KISSAH/SASTRA 1955-1956 untuk cerpennya yang berjudul "Buaya dan dukunnya", dan yang kedua dari HR Kebudayaan 1961 untuk cerpennya "Basimah". Buku-bukunya -- kumpulan tulisan bersama maupun individual -- semuanya dilarang beredar oleh Orde Baru: "Ketemu Di Jalan " (kumpulan puisi bersama Ajip Rosidi dan SM Ardan) Balai Pustaka 1955-1956, "Pulang Bertempur" Pembaruan 1959, "Derap Revolusi" (kumpulan cerpen dan novelet) Pembaruan/Lekra 1961.

Sejumlah karya Sobron telah diterjemahkan dalam bahasa-bahasa Russia, Tionghoa, Inggris, Bulgaria, Belanda, Jerman, Prancis.

RAZZIA AGUSTUS DAN CERITA-CERITA LAINNYA.
Sepatutnyalah seorang sastrawan yang lahir dalam tahun 30-an itu telah mengalami kehidupan yang lika-liku, warna-warni, pahit-getir maupun manis-ranum. Pengalaman, langsung maupun tak langsung, adalah amat berharga bagi kreativitas seninya. Pramoedya telah menggarisbawahi hal ini. Begitulah pula Sobron Aidit yang dibuktikan oleh kreativitas seninya sejak muda remaja hingga kini. Seperti tersimak pula dalam bukunya yang terbaru "Razzia Agustus dan cerita-cerita lainnya".

Selain sebagai penyair, penulis essei dan komentar, Sobron memang "tukang cerita". Cerita-ceritanya erat sekali dengan kenyataan kehidupan sehari-hari, dengan orang-orang dekatnya dengan wong cilik. Dengan yang memihak, membela dan memperjuangkan kehidupan lebih baik bagi wong cilik. Seringkali diungkapkannya dengan humoristis, juga dengan rasa simpati, kemesraan terhadap yang akrab dan kutukan terhadap pendurhaka atau kebiadaban. Jelujur itu memang wajar dari seorang sastrawan yang sejak semula tergolong "seniman engagé".

Menelaah aktivitas-kreativitasnya, jelaslah bahwa Sobron telah turut aktip memberi sumbangan bagi khazanah sastra dan bagi perkembangan bahasa Indonesia.

Kucerpen "Razzia Agustus" ini adalah sebagai sumbangannya yang terbaru, dan saya yakin bukan yang terakhir.

Sambil menanti kreasi Sobron selanjutnya kepada pembaca saya persilakan.

D.Tanaera

Erobar, Oktober 1992

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.