Bab 7

Ada-ada saja yang kami hadapi ketika mula-pertama mendirikan resto dulu.
Baru saja bisa mengatasi kesulitan yang satu, kesulitan yang lain muncul
didepan. Lalu baru saja diselesaikan , segera datang yang lain. Benar juga
kata peribahasa modern, hidup ini hanyalah menyelesaikan satu kontradiksi
dengan kontradiksi yang lain, begitu terus.

Ketika giliranku bertugas di depan, artinya di sal, datang tiga orang yang
berbadan tegap, berkulit agak gelap. Dengan mata tampak agak liar, menyapu
kesekeliling ruangan sampai jauh ke dapur. Mereka minta bertemu dengan
pimpinan resto. Kukatakan dia sedang tak ada di tempat. Lalu mereka minta
alamat rumahnya dan tilpunnya sekaligus. Aku sendiri tidak pernah tahu di
mana rumah dan tilpun Pascal, pimpinan resto kami. Ketika itu baru saja kami
buka resto, masih dalam bulan Desember. Sedangkan peresmian pembukaannya pada
tanggal 14 Desember 1982.

Kukatakan pada tiga pria kekar itu, agar datang saja lagi besok atau
lusa, mungkin Pascal akan datang ke resto lagi. Pascal baru saja pergi ketika
mereka datang.
Dalam buku pesan-tempat, memang ada catatan nomor tilpun Pascal, inipun
setelah kucari. Semua kejadian kulaporkan pada Pascal. Dan Pascal
menyanggupi untuk datang menemui mereka bertiga itu.

Aku sudah merasakan, kira-kira mereka memang mau memeras kami. Sebab mereka
tadi memang mengatakan mau mengajak "kerjasama".

Keesokannya datang lagi, tapi bukannya bertiga, malah ada lagi teman-temannya
yang kelihatannya menunggu di mobil. Dan "tugasku berjaga" terasa agak
ringan dari kemaren, karena kebetulan ada Pascal, direktur kami. Pascal
memang menemui mereka dan diajaknya duduk, bicara baik-baik. Aku
memperhatikan wajah mereka yang agak sangar, tetapi Pascal tampak menguasai
diri. Pascal yang berbadan kecil kerempeng itu, kalau dia tak pakai
brewokan, jenggot dan kumis melintang, akan lebih tampak sangat tak seimbang
menghadapi pria gagah secara fisik itu.

Pascal minta agar aku menyajikan minuman buat mereka. Kuhidangkan bir
heineken. Dan aku berdiri tidak jauh dari mereka, mengawasi dan mendengarkan
percakapan. Rasanya berada dekat Pascal yang kerempeng itu lebih terasa aman
dan terjamin, sungguh aneh perasaan ini. Dari mana Pascal dapat secara magis
kekuatan dan keberanian itu.

Tamu yang sebenarnya tak diharapkan itu, mengajukan usul kepada Pascal agar
mau "kerjasama", agar keamanan resto kami bisa terjamin, tidak akan ada
apa-apa yang mengganggu. Tidak akan ada ancaman dan pemerasan dari pihak
manapun, asal mau menandatangani perjanjian "kerjasama" itu, tentunya sesudah
ada pasal-pasal harus bayar berapa setiap minggunya atau bulannya. Dan
ternyata memang ada jenis resto, pertokoan, bar, cafe yang "minta
perlindungan" kepada berbagai geng di Paris ini.

Kudengar dalam perundingan tersebut, Pascal menolak "kerjasama" cara
demikian. Dan, kata Pascal, kami sudah mengadakan kerjasama dengan
kepolisian, apalagi resto ini pada pokoknya sandaran hidup buat seluruh para
pekerjanya. Dan kebanyakan para pekerja dan pegawainya itu adalah
refugie-politik, orang-orang yang dapat asile, perlindungan politik dari
pemerintah Perancis. Artinya secara resmi kaum pelarian
itu mendapatkan hak-perlindungan dan jaminan-keamanan kehidupannya.
Tampaknya perundingan menghadapi jalan-buntu. Mereka tetap mengusulkan
adanya "kerjasama" itu. Dan Pascal tampaknya juga berkeras menolak
kerja-sama cara begitu. Mengapa orang-orang seperti mereka yang terlempar
dan terdampar dari negaranya, pemerintahnya, lalu mau berusaha sendiri agar
tak tergantung pada pemerintah Perancis, tahu-tahu sekarang akan jatug ke
mulut atau sarang. . . . . yang beginian.

Pascal dengan keras menolak cara kerjasama demikian. Kalau mau kerjasama
yang benar-benar baik dan saling menguntungkan, justru agar tidak mengadakan
kerjasama cara demikian. Dan perundingan terasa akan memasuki tahap
ancaman. Tampak Pascal tetap menguasai diri dan berani bicara di depan para
yang kalau di kampung kita, adalah para jawara.

"Pokoknya beginilah", kata Pascal dengan nada memutuskan perundingan itu.
"Mereka ini adalah pelarian politik, mau berusaha hidup mandiri, tidak
tergantung pada bantuan pemerintah. Mereka yang di negaranya sendiri
dikejar-kejar, diancam, keluarganya dibunuhi, disiksa, digorok lehernya, sampai
kini dalam penjara, kini mereka mendapat perlindungan politik dari
pemerintah. Dan pemerintah benar-benar harus secara konsekwen melindungi
mereka, begitu dalam perjanjian yang mereka tandatangani dengan pihak
penguasa negeri ini. Karena itu badan dan alat-alat negara secara khusus
harus memperhatikan keamanan kehidupan mereka, karena mereka memang
mendapatkan hak-perlindungan tersebut", kata Pascal menegaskan.

Tampak tamu yang tak diundang itu sedikit bernada minor.
"Tapi kalau terjadi apa-apa, yang semua kita tidak menghendakinya, agar pihak
Anda sudah mengetahuinya. Bahwa kami sudah datang baik-baik menawarkan
kerjasama kepada pihak Anda", katanya.
"Antara kita punya perbedaan pandangan yang sangat besar", kata Pascal.
"Yang Anda tawarkan bagi kami samasekali bukan ajakan kerjasama, tetapi
santage, ancaman. Mereka para pelarian politik ini di negaranya yang namanya
santage itu sudah amat biasa, bahkan seperti yang saya sebutkan
tadi, pembunuhan sekalipun, penculikan, potong kepala", kata Pascal sambil
melintangkan tangannya di tengah lehernya. Aku yang duduk dekat situ menjadi
tambah semangat, karena "pidato" Pascal yang isinya semua membela kami.

Tampaknya "perundingan" itu tetap menghadapi jalan buntu. Mereka tetap
tidak melonggarkan ancamannya, sedangkan Pascal dengan teguh dan kukuh tetap
menolak kerja-sama demikian.
Kata Pascal sambil mengeluarkan kartu nama dan "markas-pusatnya" di mana
dia berkantor-tetap sehari-hari.

"Ini alamat saya yang jelas. Anda dapat menghubungi saya setiap waktu dan
kapanpun. Malampun selalu ada orang yang bertugas di tempat saya. Anda bisa
kapanpun kalau mau bertemu dan mencari saya", kata Pascal dengan suara tegas
dan terasa kemarahannya yang dalam tetapi tersembunyikan sangat. Sedangkan
orang-orang itu tak ada sedikitpun bersedia memberikan alamat
tetapnya, hanya alamat sementara katanya.

Pascal sejak resto kami berdiri, sudah kami angkat menjadi
gerant, patronnya, chef resto. Dia bekerja benar-benar mengabdi secara
sukarela. Sejak resto berdiri sampai detik ini, dia tidak bergaji. Tidak
pernah satu senpun dia mendapat gaji dari resto kami. Karena itu sebagai
imbalan terimakasih kami, setiap akhir tahun dia sekeluarga, hanya kami
hadiahi kado berbentuk barang-asli dari negeri kita. Seperti
kain-batik, patung, topeng, perhiasan-kerajinan-tangan. Dan dia kami bebaskan
untuk makan di resto, termasuk sekeluarganya dan kalau dia mau membawa
teman-temannya dan keluarga lainnya. Tetapi kalaupun dia membawa teman dan
keluarganya, belum pernah dia makan secara gratis. Dia akan selalu membayar
yang dia perhitungkan sendiri harga maupun nilai-jualnya. Semua kami
serahkan padanya. Yang padahal resto ini sebenarnya juga termasuk restonya
sendiri.

Ketenangan dan keberanian Pascal menghadapi semua ancaman apapun, bukan
hanya sekali itu saja. Kelihatannya "sudah jadi airmandinya" kata orang
kampung kami. Dan kalau orang-orang yang tak diundang tadi itu tahu, apa
sebenarnya pekerjaan Pascal, mungkin juga akan sedikit berpikir bahwa
mengancam orang kurus-kerempeng seperti Pascal itu harus dipertimbangkan
baik-baik. Pascal adalah direktur Asrama Migrant dan Pelarian Politik dari
Afrika. Ratusan bahkan ribuan anak-buahnya orang-orang dari benua hitam
itu. Dan kamipun berteman baik dengan orang-orang Afrika, baik migrant maupun
asile politiknya.

Ketika kami mula-pertama mendirikan resto di Paris, tak seorangpun di antara
kami yang sudah berwarganegara Perancis. Dan ini tidak boleh menurut
undang-undang, seorang direktur resto apalagi resto specialite(masakan
khusus Indonesia)harus warganegara Perancis. Untuk itulah Pascal sejak mula
bersedia kami angkat jadi direktur-utama resto. Dan setelah belasan tahun
sesudah itu, di mana kami semua sudah mendapat kewarnegaraan tuan-rumah,
pernah Pascal mengajukan keinginan untuk mengundurkan diri. Tetapi tak
seorangpun di antara kami yang menyetujuinya. Dan Pascal tak jadi
mengundurkan diri, tetapi tak pula mau mengubah statusnya, yaitu menjadi
patron-tanpa-gaji alias patron-volentee, sukarela, dari sejak resto berdiri
entah sampai kapan. Tapi dia tahu bahwa kami menyukai, mencintainya,
menghargainya. Sesudah 16 tahun jalan, sudah banyak di antara kami yang
pensiun bahkan ada yang sudah meninggal, Pascal dengan senyum, "jadi saya
sendiri ini kapan ya bisa pensiun?", katanya.

"Ya, seperti semua teman pensiun itu, sudah berumur lebih dari 60. Anda kan
dilahirkan pada tahun 1951, masih jauhlah", kata kami. Dan Pascal pastilah
merasakan, kesayangan kami padanya benar-benar bersih. -


27 Februari 1999

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.