Tetap saja yang terlihat
yang selalu dulu-dulu
bagaikan plat gramofone
berputar-putar jalan di tempat.
Krismon dan krisnom
resto penuh, pasar padat, hotel perang harga
orang-orang menjilati es rim
pesta babi-guling dan bule-bule
bergelamparan berjemur badan
dengan susu menggunung menantang.
Bule-bule simpang-siur saling senyum
jual-beli barang haram
ke luar masuk warung tattuage
jeprat-jepret ketika ritual agama
tiada perduli adat setempat
mahapenting : kepuasan mata, hati, dan perut
melayu pribumi tak lagi saling hormat
berburu duit memang tak perlu ada-beradat.
Tertegun diri : inikah Bali
yang katanya surgawi di bumi?
Seakan Bali bukan lagi milik pribumi
bule-bule betapa sudah
mengangkangi dan melecehkan budaya luhur
di sarang-sarang foya elite
rupiah benar-benar anjlok dan luntur
sedangkan dollar menjadi raja alat-ukur
tampaknya adat dan budaya serta seni
seakan terpatung tegak demi dollar.
Tampaknya Bali benar-benar campur berbaur
entah kepunyaan siapa
antara bule dan pribumi
kebutuhan perdagangan
tak perlu apa dan bagaimana
terpenting dan pokok : fulus tetap raja utama.-
Nusa Dua 30 Juli 99,-
© Sobron Aidit.
All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.