Bab 22 :
Panorama Pengemis dan Pengamen di Paris

Berbagai macam dan cara pengemis bekerja secara hariannya. Ada yang
minta-minta dengan terang-terangan, minta sedekah dan uang dengan begitu
saja. Mengulurkan tangannya dan mengharapkan ba-
rangkan dua tiga francs. Ada yang main harmonica yang dengan entah lagu
apalah, asal bunyi saja. Ada
yang memang berlagu dan bagus. Ada seorang ibu sedang menggendong anaknya,
sambil menadahkan
dan mengulurkan tangan minta uang atau apa saja, biasanya tiket-restoran.
Mereka naik metro, RER, dan keretapi, atau berkeliaran sepanjang jalan,
atau menunggu di depan restoran, mengharapkan pemberian orang. Kelihatannya
mereka tidak usah begitu bersusah-payah benar, karena ada saja orang yang
memberikan uang, tiket-restoran, atau rokok, atau apa sajalah. Pengemis dan
pengamen tampaknya malah
tambah banyak di sekitar Paris ini. Apalagi zaman sangat susah mencari
pekerjaan seperti sekarang ini. Dan pengangguran kian tambah naik
angkanya, pemecatan setiap waktu mengancam para pekerja.

Ada pengemis-murni, betul-betul hanya mengemis, ada yang dengan kerja lain,
misalnya sambil main akordeon, harmonica. Dan ada yang main musik, menyanyi
dan sangat bagus dan indah. Ini tidak termasuk pengemis, apalagi pengemis
murni. Orang yang begini termasuk pengamen. Tampaknya grup
atau rombongan ini cukup banyak mendapatkan uang, karena orang-orang
menyukai permainan, nyanyian dan musiknya. Ada kalanya mereka mengedarkan
kaset musik dan nyanyian yang mereka ciptakan sendiri. Dan selalu ada saja
yang membelinya. Kebanyakan orang, termasuk aku juga, sangat jarang atau
bahkan boleh dikatakan tak pernah memberikan uang kepada pengemis-murni
ini. Terkadang dengan gagahnya, orangnya tampaknya kuat, kukuh, tapi
menengadahkan tangannya mengharapkan pemberian kita. Dan kita, agak segan
merogo kantong buat memberikannya. Karena terasa begitu mudah dia
minta-minta tanpa kerja apapun. Pandangan ini ternyata memang ada, artinya
tidak hanya dariku saja.
Tetapi itulah kata peribahasa, rezeki seseorang, selalu saja diperhatikan
Tuhan, ada-ada saja orang yang mau dan rela memberinya uang, tiket-resto,
rokok dan lainnya.

Ada pengemis di metro atau RER, keretapi yang bergrup, rombongan, atau
ibu-ibu dengan menggendong bayinya, mengemis ke mana-mana, dan selalu saja
berkata :
"Yah, tuan-tuan dan nyonya, nona-nona, saya pengungsi dari Rumania, sudah
dua hari ini tidak makan, kalau tidak keberatan, berilah saya barangkan
dua-tiga francs atau seberapa sajalah. Saya juga menerima tiket-restoran,
atau apa sajalah yang bisa saya uangkan buat beli makanan. Ya tuan-tuan dan
nona, atas kemurahan hati Anda sekalian, betul-betul saya ucapkan banyak
terimakasih dan semoga Tuhan memberkahi Anda sekalian, ------terimakasih
banyak", katanya dengan nada yang sudah amat hapal dan lancar. Yang aku
herankan, kenapa disebutkan itu asal-usul negeri mananya, yang padahal
banyak pengemis yang berasal dari negeri lain tak pernah menyebutkan asal
negerinya. Setelah lama sedikit "kupelajari" ternyata kebanyakan mereka
memang terbanyak dari kaum gipsy negeri-negri bekas
negeri sosialis. Mereka ada sindikat dan mafianya. Bayi-bayi itu ada yang
secara sewa-menyewa dari kaum mereka juga, sebagai "tameng" rasa penarik
belas-kasihan, dan pada satu petang, mereka kumpul pada satu tempat dan
menyetorkan hasil pengemisannya, lalu berbagi atas "pengaturan" kepala-grup
mafia atau sindikatnya.

Dan aku, bahkan mungkin orang lain juga yang punya pengalaman seperti
diriku, selalu saja menemui orang-orang ini yang selalu saja berkata " saya
sudah dua hari ini tidak makan------------dan seterusnya.
Tetapi orangnya itu-itu juga, kalau dijumlahkan entah sudah berapa hari.
Sebab kemaren dan kemaren
dulunya, dan hari ini dia juga mengatakan sudah dua hari tak makan. Kalau
betul, tentulah dia tidak hanya
sudah dua hari, tetapi sudah lama benar tidak makan, dan tokh badan dan
perawakannya tetap saja gagah dan kuat, tidak ada tanda kelaparan.

Namun demikian, aku dan kami para teman-temanku yang "senasib dengan kami"
sama-sama orang miskin tidak boleh mengejek mereka. Selalulah berpikir,
bukan mustahil suatu waktu nasib demikian ja-
ngan-jangan menimpa dirikita. Janganlah sombong dan mentang-mentang. Tetapi
lalu kenapa aku sendiri
tidak pernah memberikan uang kepada mereka ini. Aku selalu memberikan uang
kepada orang yang mengemis dengan sambil ada kerjanya, misalnya dia
bermusik, dia main harmonika, dia bergitar, dia menyanyi bahkan ada yang
menari dengan sangat sederhananya, apa adanya sajalah. Dan aku serta banyak
orang rela memberikan uangnya, karena mereka ini dengan simpatik dan
sungguh-sungguh menyanyi, main musik, memberikan kesenangan dan kekaguman
pada orang lain. Aku pernah berpikir, kalau mau memberikan uang dan
sedekah, berikanlah kepada orang yang juga bekerja, ada kerjaannya bukannya
hanya menadahkan dan mengulurkan tangannya saja. Apalagi kalau seseorang
itu lewat di depan kita ternyata bau alkohol, bau bir, bau minuman keras.
Orang itu mengemis mengharapkan uang
mungkin hanya mau beli minuman saja. Tetapi lama ke lama-lamaan pikiranku
ini juga kubantah sendiri,
sebab kalau semua orang berpikir seperti aku itu, lalu akan dapat apa
orang-orang yang kusebutkan tadi.
Dari mana dia akan dapat uangnya, bagaimana makannya.

Ada satu hal yang kutangkap dan kusimpulkan selama aku "mempelajari"
masalah ini. Ternyata orang yang berbaik-hati mau dan rela memberikan
uagnya itu, adalah sesama kaum miskin! Kebanyakan yang memberikan uang,
sedekah dan sumbangannya itu, pada umumnya adalah sesama kaum tidak punya
juga! Perhatikan baik-baik, ternyata orang hitam, yang berkulit-hitam dan
berwarna, lebih sering memberikan uangnya daripada orang bule asli!
Ternyata mereka lebih bersifat sosial daripada orang yang berkulit
putih-bule itu. Sorry ya, ini menurut pengamatanku selama ini. Pernah aku
menjadi sedikit agak emosi dengan cara orang-orang itu mengucapkan, "saya
sudah dua hari tidak makan-------------dan seterusnya. Lalu ketika dia
sudah agak jauh, kudekati, agak kubujuk agar dia tidak marah dan jangan
sampai salahpaham. Lalu kukatakan bagaimana kalau caranya diubahlah
sedikit. Coba pikirkan dan pertimbangkan. Kuharap "amigo jangan marah
padaku, dan boleh coba dengan resep ini", kataku pada satu kali. Untung
dia tidak marah dan tampak agak tersenyum, mungkin dia merasa lucu, kok
ngemis saja mesti ada caranya!

Dan secara tidak sengaja, terdengar padaku ketika aku sedang dalam metro,
ada yang berteriak "tuan-tuan dan nyonya-nyonya, nona-nona, sudilah kiranya
Anda sekalian sedikit meringankan beban kehidupan saya yang tidak punya
pekerjaan ini, yang sampai kini terus saja menganggur belum dapat
pekerjaan. Sejak kemaren saya belum makan, Anda dapat memberikan apa saja
kepada saya, asal saja dapat saya uangkan buat beli makanan. Dan atas
kemurahan hati Anda sekalian semoga Tuhan memberkahi Anda
sekalian-------------dan terimakasih banyak atas kemurahan hati Anda
sekalian".
Aneh suaranya lain dari yang lain. Kulihat ke arah belakang mencari suara
tadi. Salahkah mataku? Tampaknya orang itu yang setengah baya, kukenal dan
pernah kami ngomong-ngomong tentang "tehnik" mengemis. Akh, janganlah
merasa diri sombong, kataku dalam hati yang ditujukan kepada diriku
sendiri. Jangan-jangan dan pada satu kali, siapa tahu diri kitapun akan
bernasib demikian. Sekali-kali jangan mengejek dan menghina mereka,
bukankah kita ini satu asal, sama-sama tidak punya apa-apa, sama-sama
miskin?!

Dan aku sedikit demi sedikit memang merasakan diriku, bahwa kami sebenarnya
sama saja nasibnya. Hanya aku mungkin lebih sedikit beruntung, punya
pekerjaan tetap. Orang berjuang, orang berpolitik,
bertempur dan berperang, merebut kekuasaan, bukankah sebenarnya mau
memperbaiki nasibnya sendiri secara bersama-sama atau secara golongannya,
atau secara keseluruhan nasib bangsanya?! Jadi hai diriku, kataku sendiri,
kalau kau sedikit saja ada kesempatan punya uang, punya kelebihan sedikit
saja, mbok kasihlah mereka. Kau tidak akan menjadi miskin karenanya, karena
sedikit menyumbangkan "harta-bendamu" kepada nasib sesamamu sendiri, kataku
dalam hati kepada diriku sendiri. Hari ini kau bisa makan dan hidup yang
agak mapan. Tetapi apakah hal itu akan kekal-abadi? Siapa tahu, besok lusa,
kau akan seperti mereka itu, maka janganlah kau merasa diri begitu angkuh.-

23 April 1999

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.