Bab 21 :
Madame Eliane

Sudah kukatakan kepada Madame Albert titik-tusuk mana saja yang akan
kulakukan nanti. Dan dia siap
untuk itu, dan kuminta agar suaminya Tuan Albert juga menyaksikannya, ada
di kamar itu. Titik-tusuk ini
ada tiga jari di atas tulang kemaluan. Lalu ada koordinasi dengan
titik-tusuk lain, chusanli, dekat betis, sepasang kiri-kanan. Lalu ada
beberapa titik-tusuk lagi yang letaknya biasa-biasa saja. Semua ini
mengabdi kepada jalannya darah dan lancarnya saluran kencing, dan
berfungsinya segala aparat kemaluan. Sesudah aku diantar oleh Antoin, aku
masuk ke rumah Tuan Albert Kepala Polisi Mulhouse itu. Rumahnya besar dan
luas. Ada pekarangan dan kebun, dan ada taman yang penuh bunga, lalu
air-mancur. Bunga-bunga tulip dan mawar saling bersaing warna.

Mengapa aku agak takut dan ragu? Kepada pasien lain tak ada perasaan ini.
Mungkin karena sepasang keluarga ini adalah Kepala Polisi yang seharusnya
memeriksa diriku, kenapa praktek-gelap, tanpa diploma,
tanpa sertifikat apapun. Ada sedikit ketenangan karena pasangan keluarga
ini tampaknya baik dan ramah, dan benar-benar menyerahkan dirinya untuk
diobati secara serius. Faktor inilah yang agak menjadikan diriku tenang.
Pelan-pelan kubuka slipnya agak ke bawah, dalam hatiku sudah mengucapkan
bismillahhir-
rochman nirrochim. Dan kerjasama kami sangat baik. Madame itu membantu apa
mauku dan bagaimana letak posisi yang seharusnya. Sedangkan suaminya Tuan
Albert diam saja sedang membaca koran. Mana
dia perduli apa yang kami sedang lakukan. Lama-lama Tuan Albert malah minta
diri, mau pergi ke dinasnya. Polisi harus selalu siap, dan apalagi dia
kepalanya.

Madame Albert berperawakan atletis. Anaknya dua, satu laki-laki dan satu
perempuan, masing-masing berumur 7 dan 5 tahun. Madame ini sangat
sederhana, samasekali tidak cantik, tetapi badannya sangat indah, dan
kulitnya sangat halus dan bersih. Dia berusia belum sampai 30. Tidak pakai
lipstik, hiasannyapun sangat sederhana. Dan kalau bicara agak pelan,
satu-satu dan sangat jelas. Bagiku orang yang baru saja belajar bahasa
Perancis, sangat enak mengikuti pembicaraannya. Mudah dimengerti dan jelas
ucapannya, sehingga diam-diam kita dapat belajar bahasa.
"Kalau terasa ada reaksi yang agak keras, agar Madame katakan kepada saya",
kataku.
"Oo ya, tapi panggil saja saya Eliane. Lebih enak dan akrab rasanya", kata
Eliane kepadaku. Dan Eliane sudah kukatakan jangka waktu tusukjarum begini
biasanya setengah-jam. Dan dia berusaha agar aku banyak ngomong, agar
memecah keheningan dan dia tahu, bahwa kami kaum refugie ini perlu latihan
bahasa. Jadi dipancingnya agar aku ngomong. Banyak dia tanya tentang kami
di foyer(asrama) di Lure. Maksudnya agar antara kami ada dialog, ada
percakapan yang santai, jangan sampai tegang. Tampaknya malah dia
samasekali tak ada ketegangan, yang tegang malah diriku.

Masih sempat aku berpikir, oh nasib, yang dulu lama di Cina, tak boleh
pulang, paspor dicabut, diancam, semua karya dilarang. Dan kini menjadi
"dokter telanjang-kaki" di pedalaman Perancis dekat Suisse. Yang diobati
ini, adalah isteri pembesar daerah-setempat, yang sebenarnya punya hak dan
kewajiban mengusutku, mengapa aku berani-beraninya buka praktek tusukjarum
secara gelap. Tak punya izin praktek, tak punya diploma, tak secuilpun
sertifikat. Apakah ini artinya? Inilah saling percaya

Ada yang sangat berat yang mau kukatakan kepada Eliane. Hal ini kepada
siapa saja yang sakitnya sejenis penyakit Eliane. Bahwa selagi dalam proses
pengobatan ini, sebaiknya jangan dulu berhubungan badan, jangan dulu
bersetubuh. Bagaimana cara aku mengatakannya, dan apakah aku bisa dan
sanggup menyatakan hal itu. Tetapi setelah kupikir-pikir, aku sekarang ini
berposisi sebagai "dokter", katakanlah apa yang seharusnya tidak boleh atau
dianjurkan demi kebaikan pasien. Dan dengan "keberanian yang agak gugup"
kukatakan kepada Eliane. Eliane malah tertawa renyah :
"Apa yang Anda minta demi kesembuhan saya, tentu saja akan saya taati, dan
turuti dengan baik. Lagipula saya harapkan agar Anda bebas mengatakan apa
saja demi kesembuhan saya. Andalah dokter saya sekarang ini", katanya
dengan senyum yang sangat ramah.

Satu minggu aku terpaksa ngendon di rumah Antoin karena berselang sehari
aku berdinas tusukjarum. Pada yang ketiga kalinya, aku akan minta diri buat
pulang ke asramaku di Lure. Dan lain kali aku akan datang lagi. Dan pada
terakhir kali itu sebelum aku pulang, kutanyakan pada Eliane bagaimana
rasanya ketika kencing sesudah tiga kali tusukjarum itu. Dikatakannya
banyak perubahan, dan sudah agak lancar, tidak lagi mampet seakan-akan
selalu saja belum tuntas. Ketika keempat kalinya tusukan itu, aku berdoa
dihadapan pasienku, Elian, dengan suara yang terdengar. Doa seperti ini
selalu kulakukan apabila aku dalam keadaan ragu-ragu, tidak stabil atau
sungguh-sungguh minta bantuan kepada Tuhan. Kukatakan kepada Eliane, agar
dia juga memejamkan matanya, dan konsentrasi penuh, dan tanganku sambil
meme-gang gagang jarum. "Tuhanku, aku datang padaMU sekarang ini. Tolonglah
aku Tuhan, sembuhkanlah penyakit nyonya yang kuobati ini. Dan kuatkanlah
jiwa dan imanku menghadapi segala pekerjaanku berkenan dengan pasienku ini,
Tuhan. Sembuhkanlah dia Tuhanku, tolonglah dia, aku samasekali tak dapat
menyembuhkannya. Hanya KAU-lah yang bisa menyembuhkannya, dan tolonglah aku
Tuhan, dengan KAU menyembuhkan Eliane ini", kataku berulang-ulang. Ketika
selesai berdoa, lalu Eliane bertanya, apakah aku tadi itu berdoa untuknya,
untuk kesembuhannya?

"Ya, saya berdoa kepada Tuhan agar nyonya sembuh dan sehat".
"Sebut saja Eliane namaku", katanya ramah dan kelihatannya memang
sungguh-sungguh.
"Apakah Anda berdoa dalam bahasa Arab atau Latin barangkali?"
"Tidak, saya selalu berdoa dalam bahasa saya, bahasa Indonesia. Selalu
begitu", kataku.
Dia agak heran, ada doa dalam bahasa sendiri. Kukatakan aku sungguh-sungguh
minta tolong kepada Tuhan agar menyembuhkan Eliane.

Keesokan harinya ketika aku mau pulang mau naik kereta dari Mulhouse ke
Lure, Eliane datang ke rumah Antoine, dengan satu anaknya, mau
mengantarkanku ke Lure. Kujawab agar biarkan aku naik kereta saja, terlalu
jauh buat bermobil ke Lure. Eliane berkeras tidak akan membiarkan diriku
pulang sendirian. Dia akan mengantarkanku dengan anaknya laki-laki yang
umur 7 tahun itu. Kukatakan dia sedang dalam pengobatan. Dia tetap
mengatakan mau mengantarkan karena katanya betul-betul setelah empat kali
tusukan rasa sakit dan nyerinya ketika kencing sudah tak ada lagi. Dan rasa
mampet dulu itu sudah lancar sekarang ini. Sambil dia agak pelan kedekat
telingaku mengatakan:
"Yang Anda katakan dulu itu, saya turuti, kami selama pengobatan Anda, tak
pernah berhubungan badan. Tetapi kan Anda tidak mengatakan bahwa saya tidak
boleh menyetir mobil ke Lure hanya untuk mengantarkan Anda. Ya kan?!"
katanya.

Dan aku mengalah. Kami berjam-jam bermobil. Sambil ngobrol dengan bebasnya.
Ada dikatakan Eliane,
bahwa akan sangat senang dirinya apabila aku mau pindah ke Mulhouse, dan
nanti akan dicarikan pekerjaan buatku. Dan aku sangat mengucapkan rasa
terimakasihku. Perhatiannya kepadaku dan kepada kami kaum refugie,
pengungsi ini sangat besar. Dalam hatiku, tak pernah aku mau pindah ke
manapun dan di manapun, kecuali ke dan di Paris. Karena di sanalah banyak
teman-temanku. Lagipula kami sudah saling janji akan mendirikan sebuah
resto buat kami kaum pengungsi ini, agar jangan jadi pengangguran abadi.

Dan aku sangat berterimakasih kepada Tuhanku yang sudah menyembuhkan
penyakit Eliane. Aku sangat berterimakasih kepada Tuhan yang sudah menolong
Eliane dan juga aku. Tanpa pertolongan Tuhan tidak mungkin Eliane akan
sembuh. Dan aku mungkin hanya sebagai perantara saja adanya. Ketika aku
pamitan mau pindah ke Paris, Eliane datang dengan sekeluarga lengkapnya, ke
asrama kami. Orang-orang di asrama kami pada bisik-bisik dan ngomong,
karena ada yang tahu, bahwa yang datang itu adalah Kepala Polisi kota
Mulhouse. Tuan Albert menyalamiku, dan Eliane dengan erat memelukku
bagaikan saudaranya sendiri. Kami berpisah, dan betapa aku senangnya,
karena perpisahan ini adalah tanda kesembuhan Eliane, dan aku sebaiknya
cepat-cepat saja pergi ke Paris, agar terhindar dari segala kemungkinan
yang tidak-tidak. Namun demikian aku sudah sangat minta kepada Tuhan agar
aku dikuatkan pertahanan imanku, karena aku tahu bahwa aku punya banyak
"dosa simpanan", yang harus kubersihkan.

Paris 21 April 1999

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.