Bab 17 :
Seni-masak - Seni-makan

Diambil rata-rata atau pukul-rata, orang Utara tak sepandai orang Selatan
dalam soal seni-masak dan seni-
makan. Dan budaya gastronomik semacam ini memang banyak didominasi
orang-orang dari Selatan, dari Tiongkok Selatan. Makanan orang Utara
tampaknya memang sangat sederhana dan kurang variasi kalau dibandingkan
dengan orang-orang dari Selatan. Dua daerah ini pernah kami masuki jauh ke
pedalaman, dan dapat dikatakan agak merata. Daerah Heilungchiang dan
Liaoning yang dulu disebut Manchuria, berminggu-minggu kami di sana, sampai
daerah ibukotanya Harbin dan Shenyang. Daerah ini sudah perba-
tasan dengan Uni-Sovyet(Russia sekarang), dan daerah yang sangat dingin.
Biasanya kalau musimdingin sampai 30 - 40 derajat dibawah nol C.

Ketika di Shenyang, di penginapan kami, pada waktu makan-siang, tersaji
ikan tenggiri-goreng, dan ada beberapa kepalanya. Teman-teman agak rebutan
menjumput kepala tenggiri goreng ini. Di antara kami kaum prianya, banyak
yang suka kepala ikan, apalagi tenggiri, dan digoreng lagi! Rupanya petugas
dapur memperhatikan tingkah-laku kami. Seperti biasa kawan Tiongkok selalu
berusaha menyenangkan para tamunya. Dan keesokan harinya ketika makan
siang, tergelarlah belasan kepala ikan tenggiri, tetapi badannya dan bagian
lainnya tak ada, hanya semata-mata kepalanya saja! Melihat yang tersaji
hanya ke-
palanya saja, teman-teman wanita yang tidak suka kepala ikan menjadi tidak
senang, dan protes kepada
kami kaum pria, kepada kami yang antara lain para isteri kepada para
suaminya masing-masing. Dan teman penterjemah yang selalu mengikuti kami ke
mana-mana lalu menjelaskan kepada tuan-rumah setempat, bahwa memang ada
yang suka kepala ikan, tetapi juga cukup banyak yang tidak suka kepala
ikan. Juga ditanyakan kepada kami, suka makan apa, daging apa. Dan rupanya
ada teman yang menjawab, kami suka kambing. Keesokan harinya di meja-makan
tersaji daging kambing, tetapi aduh mak!
Kambing yang sebenarnya begitu enak, tetapi kok digoreng! Daging kambing
itu kan yang paling enak dipanggang atau disate, atau digulai, bukannya
digoreng.

Memang bukan kesalahan petugas dapur, mungkin kami juga salah, kenapa tidak
dijelaskan bagaimana cara masaknya, diapakan, bagaimana harus masaknya.
Rupanya di daerah itu agak mudah untuk mendapatkan ikan, makanan laut.
Pernah kami disajikan ikan-pari, tetapi sayang, masaknya juga digoreng.
Padahal ikan-pari paling enak kalau digulai atau dipepes atau dipanggang,
dan bukan digoreng.
Lalu pernah makan-pagi dengan telor-matasapi, dan pakai---------madu! Kami
sangat tidak biasa makan telor-matasapi atau ceplok telor dengan madu! Apa
rasanya! Nah, hal-hal begini tak pernah terjadi di da-erah selatan. Masakan
daerah selatan selalu enak dan cocok buat kami, bahkan banyak hal-hal tak
terduga, tak terpikirkan pada kami, dan ternyata sangat enak. Namun
bagaimanapun halnya, mungkin karena faktor kebiasaan atau kebetulan banyak
persamaannya saja dengan orang-orang dari selatan, ka-
rena kami sendiri dari selatan juga!

Ada dua daerah atau provinsi Tiongkok yang terkenal pemakan serba-pedas,
yang tak kalah dengan orang Minang atau Indonesia lainnya yang suka pedas.
Provinsi Szechuan dengan ibukotanya Chengdu,
dan provinsi Hunan dengan ibukotanya Changsa. Yang pertama, di mana Deng
Sio-bing berasal, dan yang kedua, di mana Mao Tze-tung berasal, sama-sama
suka pedas. Memang makanan dua daerah itu terkenal pedas dan enak serta
cocok buat kita. Kami suka sekali masuk resto Szechuan di Beijing. Ada
jenis makanan yang namanya "sup tiga dewi", dan ada yang namanya "guopa".
Guopa ini sebenarnya goreng kerak yang masih hangat itu, lalu segera
disiram dengan saus sea-food atau saus tumis-ayam atau saus apa saja yang
kita minta pada menu yang menyertainya. Dan, nah ini yang eksotisnya,
bunyinya menggema serrrrr satu ruangan itu. Asap mengepul tinggi bermain
lengkak-lengkok sangat indahnya, dan
orang di kiri-kanan kita pada melihat "keajaiban" ini. Dan kitapun mulailah
menyantap goreng kerak yang sangat lunak setelah disiram kuah sea-food
tadi. Makanan ini sangat enak, sedap dan biasanya sambil makan sambil
berkeringat. Inilah bedanya orang melayu dengan jepang! Jepang kalau
bekerja selalu berkeringat, melayu kalau makan selalu berkeringat, begitu
gurau banyak teman, sorry ini hanya becanda saja.

Ada makanan elite, karena enaknya dan karena mahalnya, yaitu sup sirip ikan
hiu, dan tumis haysom, jenis teripang. Makanan ini biasanya hanya pada
upacara atau pesta atau perayaan dan peringatan. Jenis makanan yang luks.
Apalagi yang namanya telapak-kaki-beruang! Di Taman Beihai di Beijing ada
satu
resto yang khusus menjual berjenis kue yang kecil-mungil. Apa pasal mengapa
begitu? Dulu ketika masih ada raja dan permaisuri Tze-tsi yang katanya
sangat manis dan mulutnya kecil-mungil, suka sekali makan kue manis tapi
yang kecil sesuai dengan mulutnya. Nah, dari situlah riwayat kue-kecil itu.

Di Tiongkok ada kebiasaan dan kepercayaan bila mau masak daging atau ikan
tertentu, akan jauh lebih enak kalau airnya dari daerah tertentu juga.
Begitupun dengan berjenis teh. Teh tertentu akan jauh lebih enak apabila
disedu dengan air daerah tertentu. Mungkin ada benarnya, sebab mereka yang
gourmandes dan gastronomik begini selalu menyelidiki dengan seksama. Jenis
masakan orang Tiongkok sangat kaya ragamnya. Seekor ayam bisa dengan resep
sejumlah 300 jenis! Dan rasa serta bumbunya berlainan walapun sedikit
bedanya, namun akan terasa tidak sama satu dengan yang lainnya. Padahal
dasar bumbu Tiongkok itu yang paling pokok yalah bawang-putih, jahe, dan
beberapa daunan yang agak asing bagi kita. Dan peranan api, besar-kecilnya
api sangat memainkan peranan. Memasak jenis sayuran hijau seperti
sawi-hijau segar itu, haruslah dengan api yang sangat besar dan panas,
tetapi hanya sebentar saja. Hasilnya sayuran itu tampak segar, tidak layu,
tetapi renyah kalau sudah di mulut, bagaikan makan kerupuk yang garing. Ada
dengan api yang kecil tetapi lamanya berjam-jam, dan hasilnya seperti
daging yang lunak, lumat dan tenggelam dalam gigi dan mulut.

Ada seni-masakan Tiongkok yang agak aneh dan jadi tontonan. Seekor ikan
yang utuh yang masih hidup lalu dicelupkan dipenggorengan yang sangat
panas, dan lalu diangkat dan dihidangkan. Para tamu makan dan menjumput
ikan itu pada bagian badannya sampai dekat ekornya, tetapi jangan
kepalanya. Dan ikan itu sampai habis dagingnya, tetapi bagian kepalanya
bersama insangnya itu tetap masih ngap-ngap bernafas atau bergerak! Sampai
habis bagian dagingnya, tetapi bagian kepalanya itu masih kelihatan
bergerak seakan-akan masih bernafas. Ini dapat dikatakan seni-masak yang
jempolan. Hanya tentu saja jempolan di kalangan tertentu dan dunia tertentu
pula. Begitu seni-masak ini dibawa dan diperkenalkan di Eropa ini, lalu
banyak yang "mengutuknya" karena terlalu sadis katanya. Tampaknya
"perkenalan dan pertunjukan itu" mungkin akan lebih mendapat perhatian dan
pasaran juga bila di bagian Asia saja.

Ada buku petunjuk yang diterbitkan bagian Pharmasi dan Kedokteran yang
isinya memberitahukan, makan apa saja yang terlarang dengan pasangan atau
campuran yang tak boleh disatukan atau berdekatan waktunya. Misalnya
sekali-kali janganlah makan kepiting dengan susu! Kalau kita janganlah
begitu selesai makan duren(durian) terus minum kopi, nanti keracunan. Buku
itu memberikan petunjuk, agar berhati-hatilah dengan makanan, jangan sampai
campur-aduk lalu keracunan. Ini menandakan daerah Tiongkok
itu penuh dengan pelbagai rasa dan jenis masakan, karenanya selalu akan
menemui keracunan. Tetapi pencekal dan penawarnya cukup bagaikan benteng
yang sangat kuat. Dan banyak dituliskan berjenis penawar atau pencahar
keracunan itu di antaranya jahe, cuka dan teh-kental diminum tanpa gula.

Di daerah Liaoning - Shenyang dan Heilungchiang - Harbin, kami banyak
menemui rumah penduduk yang ada tempayan raksasanya, sangat besar. Berisi
air untuk masak. Tetapi selalu ada ikannya di dalam, sehingga sering-sering
agak keruh karenanya. Ketika kami tanyakan mengapa pelihara ikan di dalam
tempayan besar itu, jawabnya untuk mencegah keracunan dan melihat ada tidak
unsur racunnya. Sebab kalau air itu terkena racun sedikit saja, ikannya
akan mati atau berenangnya menjadi oleng seperti orang mabuk. Masuk akal
juga dan sangat bijak pengenalan dan pengetahuan rakyat setempat itu.

Dalam membuat roti-kukus, bakpau, berjenis roti-kukus dan masakan dari
gandum, peranan pengadonan tepungnya sangat penting bahkan yang paling
pokok. Seorang akhlinya akan menghasilkan jenis roti-kukus yang sangat
empuk, lunak tetapi segar dan aroma gandumnya menyebar berasap kesekeliling
ruangan. Tidak aneh, di Tiongkok, tingkat pengetahuan seorang koki
jurumasak sangat terpilih kelasnya. Ada tukangmasak kelas satu, kelas dua
dan seterusnya, dan ada yang digelari shifunya, sudah profesor aspirannya!
Dan banyak tukangmasak kelas satu serta shifunya itu dipilih dan diangkat
menjadi anggota KRN(Komite Rakyat Nasional) sejenis DPR/MPR kalau di kita.
Tak putus-putusnya mengisahkan tentang perkara makanan di Tiongkok ini.
Dulu, dulu sekali, ada tuantanah, feodal, raja-raja kecil yang begitu gila
dan cerewetnya, minta disajikan semangkuk masakan lidah-bebek, atau
lidah-ayam dengan masakan dan bumbu tertentu. Itu kan artinya satu lidah
berarti satu bebek atau ayam, nah ini semangkuk pula, entah berapa ekor
bebek atau ayam yang harus "jadi korban" kemauan dan selera gila begitu?!
Ternyata masih dalam abad tahun inipun orang yang begini masih ada!

Dulu, dulu sekali, makan secara aneh dan sinting begini masih berbekas
dalam ingatan orang. Ada sejenis keranjang atau kerangkeng kecil buat
monyet hidup. Monyet itu diketok kepalanya, tentu saja berdarah dan
menjerit kesakitan, dan raja serta tuantanah, pangeran zaman dulu itu, dari
kepala yang sudah terbuka itu menjumput otak monyet, dicelupkan pada saus
yang sudah tersedia di mejanya. Dan rumah-makan yang menyediakan makanan
seperti itu, baru saja dilarang adanya. Semoga tahun-tahun mendatang,
apapun dan bagaimanapun seni-makan dan seni-masak juga harus memperhatikan
seni-hak-azasi makhluk, termasuk binatang tentunya. Semoga saja pihak yang
mempertahankan keberadaan seni-masak dan seni-makan jenis lama seperti
dulu itu, bisa berubah dan berani mengubah pandangan lamanya.-

Paris 17 April 1999

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.