Bab 6 :
Sedikit Tentang Pernikahan

Setelah teman-teman kami berada dan hidup di luar Tiongkok barulah
ketentuan buat menikah dan berkeluarga ini dapat dijalankan dan ditembus.
Banyak yang menikah dengan orang keturunan Tiongkok juga
tetapi berasal dari ras-suku lain. Misalnya dengan orang yang dari
Thailand, dari Birma, dari Kamboja dan lain-lain. Sedangkan yang sudah
lama menetap di Eropa-daratan, ada juga yang menikah dengan orang
Indonesia yang benar-benar berasal dari Indonesia. Bagaimana
caranya, sedangkan pihak prianya tidak bisa pulang atau tidak pulang yang
sementara itu "menunggu" di Eropa? Melalui para keluarganya, sahabatnya,
temannya "memesan tolong carikan" jodoh buat diperisteri.

Kelihatannya hal sepele dan agak aneh, kan? Sebenarnya jauh tidak!
Teman-teman itu banyak yang "mendatangkan" isterinya berdasarkan "pesanan"
tadi, melalui keluarga, teman, sahabat atau hubungan lainnya yang saling bisa
percaya-mempercayai. Yang memesan harus siap
menanggung biaya tiket-pesawat buat dua orang. Yang seorang yalah calon
isterinya, dan yang satu lagi orang yang mengantarkan, bisa orangtuanya
"calon penganten" atau pihak keluarga yang menanggung. Dan orang ini harus
pula dibiayai buat tiket pulang kembali ke Indonesia. Jadi satu tiket pergi saja buat
"calon isteri" dan satu tiket pergi-pulang, buat yang mengantarkan atau wakil
keluarga pihak wanita.. Sedangkan biaya lainnya juga harus siap, misalnya biaya
pestanya, dan surat-menyurat melengkapi "kepindahan calon sang isteri". Sebelum
hal ini terjadi, sudah tentu dengan dihubungkan oleh pihak keluarga, wakil
keluarga, maka "kedua calon mempelai" berhubungan dengan surat-menyurat,
tilpun, fax atau apa saja. Artinya jauh sebelum ini kedua
orang itu belum saling-kenal, dan belum saling berhubungan. Betulbetul dalam
pengertian "tolong carikan"!

Kejadian begini pada mula-mulanya di suatu negeri Eropa, katakanlah misalnya
Holland. Tetapi lama kelamaan juga "merembet" ke Jerman, Swedia, dan
Perancis yang tadinya belum menemui kasus demikian, akhirnya tokh
mendapatkan cara demikian juga. Aku ingin menuliskan hal ini, benar-benar ingin
menuliskan kebenaran dan sejarah kehidupan kami selama di tanah-pengasingan
ini. Banyak teman yang membawa isterinya dari Tiongkok, yang pada mulanya
berkenalan secara cinta, asmara, asyikmaksuk, dan datang atau pindah ke
Eropa dan hidup di Eropa. Tak lama, sang isteri yang dulu hidup dalam pergaulan
yang sempit dan agak terkekang, begitu sampai di Eropa ini melihat dunia yang
begitu bebas dan luas, dan lalu berhubungan dengan dunia bebas-luas itu, maka
pada akhirnya ------minta cerai! Dan dia hidup dengan orang lain, bisa orang
sesamanya bisa juga dengan orang Eropa juga! Juga termasuk yang membawa
isteri dari luar Eropa, terkadang hanya sempat hidup beberapa tahun saja
sudah itu cerai!

Tetapi prosentase cerai dari teman-teman yang beristeri dengan "cara
pesanan" tadi, ada yang lima enam tahun bahkan belasan tahun tetap saja
kekal! Aku belum pernah dengar yang dengan cara begini lalu ada
yang cerai. Padahal mereka tadinya samasekali bukan berdasarkan
cinta-mula-pertama seperti yang diala-mi orang-orang normal biasa. Pada
mulanya mereka samasekali tak saling kenal, tak saling hubungan, bahkan
"dibantu" orang lain buat berhubungan dan menjalin cinta selanjutnya. Dan
patut dicatat, patut mendapat tempat, bahwa cara yang tampaknya aneh dan kuno
ini, ternyata sangat awet dan terbukti mereka lestari dalam mengharungi
kehidupan bersamanya selama belasan tahun ini. Sudah terbukti lestari dan
awet, lalu kita bisa geleng kepala memikirkan banyak teman yang tadinya
bercintaan
secara asmara, secara bertunangan sekian tahun, saling mengenal, tahu-tahu
sesampainya di Eropa bahtera yang dijalankan bersama itu ternyata kebocoran
dan akhirnya karam-tenggelam. Jadi jangan remehkan cara yang kelihatannya
kuno dan aneh itu!

Aku melihat dan mengetahui ada belasan pasang yang hidupnya saling sangat
mencintai, padahal pada mula-pertamanya kenalpun tidak! Dan hidup bahagia
belasan tahun sejak mula pertama mereka menikah yang berdasarkan "pesanan
cara paketan" itu. Dan ada yang anak-anaknya saja sudah hampir dewasa dan
bersekolah seperti orang-orang Eropa lainnya itu. Hal ini sangat
membanggakan. Mau hidup cara Eropa atau modern? Dengan
hidup-bersama, hidup-kumpul bersama, atau kasarnya kumpul-kebo? Boleh-boleh
saja, tetapi itu mah bukannya hidup berumahtangga, membina keluarga, tak
termasuk kategori yang
kita bicarakan dan ceritakan sekarang ini.

Ada ilustrasi lain. Seorang muda atau setengah- baya, berkenalan dengan
seorang wanita Eropa, tetapi wanita ini sudah tua dan hampir bisa dikatakan
tua-banget! Orang setengah-baya kita ini dalam keadaan
kebingungan, sebab wanita itu yang umurnya sudah 72 tahun, walaupun ada
bagian-bagian fisikal yang dapat dikatakan masih berfungsi dan dalam
keadaan mulus karena perawatan khusus, katanya sangat mencintai dirinya.
Sedangkan wanita ini sangat kaya, tetapi tak ada keluarganya, tak ada
anaknya. Wanita ini
pada suatu hari mengajak teman kita yang setengah-baya ini
kawin, berumahtangga, menikah lho maksudnya! Wanita ini juga mengemukakan
pendapat dan usulnya mengapa dia mengajak kawin teman setengah-baya kita
ini. Katanya agar nanti kalau dia mati, semua harta-bendanya akan jatuh ke
tangan suaminya ini, teman kita setengah-baya kita ini. Kalau tidak, begitu
wanita 72 tahun itu meninggal, semua harta kekayaannya akan jatuh ke tangan
pemerintah, karena memang tak ada akhli-warisnya, tak ada keluargannya. Soal
kenapa tak ada keluarganya lagi tak usahlah kita urus! Itu cerita lain
lagilah!

Teman kita setengah-baya ini sebenarnya sangat bimbang. Mau
mengawininya, tetapi ada rasa malu, masaksih menikahi orang tua-banget! Lalu
apa yang dia bisa "pakai" dengan ketuaan begitu. Teta-
pi bila dipikir-pikir secara buruk dan miring, begitu wanita itu meninggal
maka diapun akan menjadi kaya-raya.Hanya orang setengah-baya tadi tetap
dalam keadaan bingung, antara malu tetapi mengingat harta kekayaan yang
begitu banyak, lalu timbul rasa maju-mundur. Maka teman kita satu ini datang
kepada teman kita yang dapat dianggap bisa memberikan nasehat atau
usul-usul. Dan teman kita yang dianggap sesepuh ini juga sudah tua, orangtua
yang bisa diandalkanlah!

"Bagaimana Mang, menurut Mang tentang perkara saya ini"kata teman
setengah-baya itu.
"Sudahlah, kawini sajalah. Dia kan memang cinta benar kepadamu, disamping dia
juga mau mewariskan harta-kekayaannya kepadamu. Apalagi soalnya!Hanya kalau
jadi kawin, kau harus benar-benar memelihara dan mencintai isterimu
itu, walaupun umurnya sudah berkepala 7, sedangkan kau baru berkepala 4",
kata dan nasehat Mang tadi.
"Tapi aku malu Mang kalau banyak ditertawakan teman-teman lain. Kok
isterimu tua banget sih. Sepertinya ketahuan terang-terangan menunggu
harta-kekayaannya. Ini yang menjadi kebimbanganku", kata teman tadi.
"Yah kalau begitu kau pikirlah lagi baik-baik. Timbang dan putuskan
berdasarkan kejujuran hatimu. Ini perkara kawin, berumahtangga, bukan soal
sepele. Ini soal hidup-mati yang berkelanjutan panjang".
Tetap saja teman ini dalam keadaan bimbang sangat. Bimbangnya sebenarnya
soal itu tadi.Antara mau kawin tetapi malu, dan antara mengingat
harta-kekayaan akan jatuh ke tangannya dan sebenarnya mana dia akan
benar-benar cinta kepada nenek itu!

Dua tiga minggu kemudian datang lagi teman kita ini kepada Mang. Tampak
wajahnya sangat murung, terlihat lemas karena mungkin kurang tidur
memikirkan sang nenek yang benar-benar minta dika-wini. Nenek itu juga
sangat memerlukan kasihsayang teman setengah-baya itu. Dan jauh sebelumnya
teman kita ini memang selalu datang ke rumah nenek buat membantu orang tua
tersebut. Dari seringnya berkunjung ini lalu nenek punya rasa kasihcinta
kepada orang setengah-baya ini, lalu teringat akan
harta-kekayaannya, daripada jatuh ke tangan pemerintah bukankah jauh lebih
baik ke tangan "suaminya" ini. Tetapi harus menikah secara sah, ini
keharusan undang-undang.
"Jadi sampai sekarang kau belum memutuskan, mau mengawininya apa tidak?"kata
Mang.
"Belum pasti benar Mang. Tapi sudah ada pikiran yang agaknya mendekati
itu, hanya kini dia sedang tidak begitu sehat. Nanti akan saya katakan
padanya bahwa okey, saya setuju".
"Nah begitu dong", kata Mang.
"Hanya kau harus janji pada dirimu sendiri, bahwa kau harus betul-betul
mengasihi-sayang kepada isterimu itu. Bukan karena harta-kekayaannya. Kamu
harus jujur itu!"

Dua tiga minggu tak ada teman setengah-baya ini ke rumah Mang. Mang sudah
agak senang juga ketika dulu itu, sebab dia sudah punya keputusan. Dan
sebulan kemudian datanglah teman kita ini. Tetapi wajahnya sangat murung
dan sangat memelas. Hampir saja jatuh ke pangkuan Mang kalau tidak cepat
ditopang.
"Mang tak ada gunanya lagi, Mang. Semua sudah berakhir. Dia kemaren sudah
meninggal", kata teman kita ini.
"Ya Allah, sialnya nasibmu Parto! Inilah kebangetanmu, inilah hasil
kebimbanganmu. Ya, sudahlah. Semoga saja kau akan menemui yang lain yang
lebih tak punya soal", kata Mang mengakhiri kata-katanya dari sebuah cerita
kebimbangan orang-muda setengah-baya dengan nenek 72 tahun, -


Paris 7 April 1999

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.