Bab 4 :
Kehidupan Sehari-hari di Desa

Makanan di kantin sebenarnya tidak begitu cocok untuk kami. Tapi
mereka, para pekerja-dapur, kami tahu sangat berusaha agar kami bisa
menikmati makanan yang disajikan. Ini kami ketahui dari teman-teman Ti-
ongkok para penterjemah yang semuanya kebetulan dari perantauan, hoakiaw
istilahnya. Para pekerja dapur berusaha keras menyampaikan harapannya
melalui penterjemah agar kami mengajukan pendapat, bagaimana sebaiknya
masakan yang disukai "weibing" (orang-asing") itu. Ada yang
kami ajukan secara pokok saja, misalnya kalau masakan kentang mbok dikupas
dululah, juga wortel, dikupas kulitnya dulu, agar enak dan dilihat matapun
sedap, bersih, menarik dan mengundang selera. Ini masakan kentang dan wortel
yang semestinya enak, karena segar, baru saja dipetik dari ladang tanaman
kami sendiri itu, bulat-bulat tak dikupas dan kelihatannya masih kotor.
Sedangkan yang lainnya secara umum, terlalu banyak minyak. Terkadang
daging, ayam atau ikan, berendam-tenggelam dalam minyak yang penuh
menyelimuti daging. Melihatnya saja nek, agak muak dan tak menarik. Itulah
juga salah satu alasan mengapa banyak teman yang membawa makanan dari
kantin, lalu merevisinya di rumah. Karena sering bawa pulang dan merevisinya
ini, sebagian teman yang selalu bersemangat menggebu-gebu, radikal
itu, menamakannya "kaum revisionis", bukankah keterlaluan dan kekiri-kirian?

Pihak dapur mengajukan usul dan pendapat agar ada teman di antara kami yang
turut mengajar masak, yang sesuai dengan lidah kami. Lao Cang, kepala dapur
yang badannya selalu pakai singlet sete-ngah-tiang, di mana bulu-ketiaknya
selalu tampak, dan keringatnya selalu mengalir, memang berusaha untuk
mengerti dan memahami kami. Dan teman kami, hari itu membuat
acar-segar, timun, tomat, apel, sedikit daun salade lalu digauli dengan
air-jeruk dan sedikit cuka dan gula. Lalu diletakkan di atas meja-umum, di
mana semua orang bisa mengambil seperlunya. Lalu ikan-teri
digoreng, dilado, cabe dan bawang. Juga diletakkan di tengah meja-umum. Lao
Cang menyaksikan, dan dia terperangah. Semua teman rebutan, dan sekejap
habis, dan nasi juga kehabisan. Dari peristiwa ini Lao Cang banyak belajar.
Dan dia berusaha keras menuruti selera kami. Musimpanas, provinsi Ciangsi
termasuk daerah terpanas di Tiongkok. Bisa sampai 43 C panasnya. Dan kalau
sudah begitu panas siapa yang punya selera makan lagi! Maunya hanya minum
saja. Dan makanan yang disajikan Lao Cang, siasia saja, kebanyakan tak
dimakan. Dan Lao Cang kelihatan sangat bersedih-hati. Kami berusaha
menghiburnya, mengatakan hawa panas begini mana ada di antara kami punya
selera makan. Jadi bukan masalah makanannya dan masakannya, tetapi memang
tidak ada nafsu makan. Lao Cang mengerti dan memahaminya. Bagaimanapun dia
punya beban kelihatannya, sebab dia merasa bertanggungjawab atas kehidupan
dan kesehatan kami sehari-hari.

Lama-kelamaan Lao Cang sedikit demi sedikit tahu juga selera kami. Dan
diapun sudah pandai memasak beberapa macam masakan yang diajarkan
teman-teman kami. Misalnya dia sudah tahu bagaimana cara membuat
gado-gado, sambal-terasi, lodeh, sayur-asam, gulai, balado-daging, balado-teri, emp
al, dan lain-lain. Lao Cang betul-betul penduduk asli-setempat, orang
Ciangsi. Dan berpendidikan ala kadarnya, tetapi semangatnya untuk belajar
dari kami sangat besar dan sungguh-sungguh. Aku ingin mendahului cerita
ini. Setelah kami bubar, artinya perkampungan dan asrama kami itu
dikosongkan karena sudah tak ada orangnya lagi, karena kami sudah pada
berangkat dari Tiongkok, kami dengar dan kami ketahui bahwa Lao Cang sudah
diangkat menjadi tukang-masak Kelas Satu di hotel berbintang terbesar di
Nanchang ibukota provinsi. Padahal dulu itu, untuk menjadi tukang-masak
kabupatenpun belum punya kans! Dan kami mendengar ini sangat merasa
gembira. Artinya Lao Cang berhasil menjadi orang yang sempat terangkat dari
desa ke ibukota, di hotel berbintang lagi, dan kami juga merasa berhasil bisa
"mempromosi" ajaran masakan Indonesia, budaya-bangsalah! Belasan tahun
sesudah itu ada teman-teman yang berkunjung ke Tiongkok dan mencari Lao
Cang buat menyatakan selamat dan salam dari banyak teman. Dan kami dapat
kabar Lao Cang sangat merasa senang bahagia sambil mengeluarkan airmata
penuh rasa persahabatan. Terharu juga kami mendengarnya.

Sebenarnya sejak dulu bahan-bahannya banyak, dan kaya. Tetapi karena belum
tahu cara masaknya, maka
bahan-bahan itu jadi siasia. Setelah diajari barulah tahu dan kenal selera
kami. Ciangsi adalah termasuk Tiongkok Selatan. Orang Tiongkok Selatan
biasanya sangat pandai masak. Ada peribahasa Tiongkok yang menyatakan, kalau
mau cari isteri yang pandai masak, carilah orang Kwangchow(Kanton).Kalau mau
cari isteri yang cantik carilah orang Suchow, kota dekat Shanghai -, memang
benar, betapa cantik-cantiknya wanita Suchow dan Shanghai ini. Kalau mau
cari pemandangan yang indah, ada sorga di bumi, datanglah ke Hangchow. Kalau
mau mati dengan keranda terkenal bagusnya buatan dan bahan
kayunya, datanglah ke Lanchow! Jadi ada empat chow yang terkenal, dan semua
kota itu ada di Selatan bagian Tiongkok. Ada lagi pemeo yang menyatakan
bukti orang Kwangchow itu jago masak dan masakannya enak. Katanya semua
makhluk yang punggungnya menghadap ke langit, bisa dimakan dan enak di
makan. Apa saja yang punggungnya menghadap ke langit, tidak perduli
harimau, ular, beruang, kucing, buaya, unggas semua bisa dimakan dan
enak, kecuali meja dan kapalterbang! Untung saja meja dan kapalterbang i-
tu bukan jenis makhluk! Hati-hati jangan sampai ada orang berjalan seperti
monyet atau harimau, bisa dimakan orang Kanton!

Dan memang semua resto di dunia bagaikan berlomba mencari tukangmasak dari
Kanton! Aku masih ingat bagaimana persahabatan yang sangat erat antara Chou
En-lai dan Charli Chaplin. Dan ketika Chaplin bercerita tentang enaknya
masakan Bebek-Beijing, PM Chou mengirimkan tukangmasak orang Kantonnya buat
pesta yang diadakan Charli Chaplin. Sebuah hadiah-kado yang luarbiasa dalam
kesejarahan orang-orang penting di dunia.

Ketika aku masih bekerja di Beijing menjadi penyiar Radio Beijing pada
tahun 1979 sampai 1981, aku bertugas "mengawal-ruangan sastra-budaya dan
pariwisata". Aku masih ingat salah satu siaran itu menceritakan riwayat
masakan Tiongkok. Bahwa seekor ayam bisa dijadikan 300 resep, tigaratus
jenis masakan. Yang rasanya berlainan dengan bumbu yang saling berbeda.
Juga tersiar ada tukang-kue di Kanton yang bisa membuat kue sebanyak 300
jenis dengan bentuk dan rasa yang berlainan. Berita ini tersiar ke seluruh
dunia. Dan sampai di Jepang, ada seorang wartawan Jepang yang meragukan
kebenarannya. Wartawan ini juga kebetulan seorang gastronomic(tukangrasa
dan penikmat makanan). Dia diundang datang ke Kanton buat membuktikan
kebenaran siaran itu. Di sebuah hotel yang ada restonya yang kebetulan
tukang-kue itu bekerja, dia menginap dan sangat memudahkan pekerjaan sang
wartawan. Sang wartawan minta disajikan setiap hari 15 kue. Kue itu satu
persatu dinikmatinya, dilihatnya, ditelitinya, difoto, ditanyakan apa saja
resepnya. Semua kehendak dan keterangan yang diminta wartawan Jepang itu
dikabulkan. Kenapa setiap hari hanya 15 kue? Agar dapat dengan teliti dan
seksama mengetahui kebenaran berita itu. Sebab juga harus mencatat apa saja
ramuannya dan bagaimana rahasia mengadonnya.

Maka sang wartawan yang bertugas itu sesudah satu minggu merasa memang
benar semua yang diberitakan oleh koran dan radio-televisi Tiongkok. Sampai
sepuluh hari sang wartawan "menyerah", dan tokh baru 150 jenis kue yang
diteliti, dirasa, difotonya. Dia masih "punya hutang" sebanyak 150 jenis kue
lagi, dan harus 10 hari lagi dia menginap di hotel itu buat menyelesaikan
tugasnya! Sang wartawan menyiarkan pula pengalamannya, katanya "memang benar
tukang-kue itu telah dengan sukses membuat dan menguasai 300 jenis kue
buatan dan resepnya sendiri", - Maka pulanglah sang wartawan dan diantarkan
sampai lapangan-terbang oleh tukang-kue yang berpengalaman itu. Cerita
tentang Tiongkok takkan habis-habisnya, dan semua itu memang benar bukannya
dongeng. Kalau dongeng akan lebih banyak dan lebih asyik lagi.

Paris 5 Maret 1999

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.