Otak-otak
kami kosong, berjejalan dalam
ruang-ruang yang bolong: entah menuju ke mana?,
mungkin
semacam ketiadaan, botol-botol
minuman, neraka yang selalu kami mimpikan,
semuanya:
berjejalan dalam pacuan tak berujung,
tidak!, kami tak ingin (dan tak pernah) sampai pada
ujung,
kami cuma ingin sekedar anarkhi,
anarkhi universal!, di mana laut akan kami
sebut
sebagai hutan, dan hutan adalah langit
yang meledak dalam jiwa kami, astaga, kami
sekarang
ingin meludah, tapi kepada siapa?,
kepada angin, aspal jalan, atau papan iklan?,
kami
letih, namun tetap terhuyung menyusuri
lorong pertokoan, astaga, kini kami (tiba-tiba)
melihat
tuhan dalam kaleng-kaleng makanan
tersusun rapi di rak-rak pasar swalayan:
"Anarkhi, kami ingin anarkhi yang lain!"
© Ahmad
Yulden Erwin. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.