Ya, Allah Yang Maha Nyata,
Malam ini: mataku terbuka.
Kusadari kini
Ruang dan waktu
Terasa sepi
Bagi langkahku.
Ada bayang memanjang: ada terang menghilang.
Kegelapan menantang: mencari bintang-bintang.
Kulihat diri
Pecah tak menentu,
Pikir dan hati
Tak lagi bersatu.
"Apakah kita
Masih Percaya
Kepada cinta?"
Kulihat diri
Kecewa dan jemu,
Pikir dan hati
Sudah jadi batu.
Hidup yang terharu: telah hilang kalbu.
Hidup yang gembira: telah tinggal luka.
Kusadari kini
Aku harus berlari
Mencari
Makna diri!
2
Allah. Allah. Allah. Aku berlari membelah belantara kota, lalu lantang berkata: "Kini kulihat wajah Allah di mana-mana!" Namun, mereka murka. Mereka melempari aku dengan batu. Kulihat wajah kebencian menyala seperti neraka! Maka mereka caci aku: "Orang gila!" Namun, aku tidak gila. Aku cuma ingin membukakan mata hati mereka, dengan kenyataan Yang Maha Nyata, ya, inilah kenyataan yang lebih dekat dari urat leher mereka, tetapi sayang hati mereka telah buta.
Allah. Allah. Allah. Aku berlari ke tengah masjid, tetapi aku hanya bertemu
orang-orang sakit. Mereka berdiri dan rukuk, sujud dan duduk: tidak dengan hati
yang tawadhu? Apakah sholat mereka hanya dengan raga: tidak dengan jiwa? Aku
melihat luka! Aku berteriak sekerasnya: "Ini rumah berhala!" Merasa
terhina: mereka murka. Mereka caci aku kafir dan babi. Mereka lempari aku dengan
kitab suci. Mereka sepak aku keluar jendela, tetapi sejuta pintu maafku terbuka.
Allah. Allah. Allah. Dalam keresahan aku kembali berlari, mencari kebenaran
di antara gedung pendidikan, ruang kantoran, pasar swalayan, warung pinggir
jalan, taman hiburan, namun aku selalu merasa kesepian. Aku lapar dan pergi
ke rumah makan. Namun, aku hanya melihat orang yang saling memakan: karena makanan.
Ya! Kini aku melihat berhala di mana-mana. Mereka bekerja setengah mati lantaran
berhala. Mereka frustasi karena berhala. O, mereka berduka, mereka menangis,
mereka terluka, namun mengapa mereka masih saja percaya kepada berhala? Ya!
Mereka telah jadi budak dari benda yang mereka cipta.
Ya, Allah, mereka sebut aku orang gila karena aku menolak mengakui benda sebagai
tuhan kedua, karena aku menolak aturan-aturan hampa, karena aku menolak membenci
sesama manusia, karena aku menolak menjilat perut penguasa, karena aku menolak
jadi hewan pemangsa, karena aku menolak menindas kaum lemah yang terhina, sebab
aku percaya hanya Engkaulah Yang Maha Adil dan Maha Kaya!
Ya, Allah, biarlah mereka sebut aku orang gila, namun aku percaya, dalam Indah
CintaMu Yang Maha Pesona: akulah manusia!
3
"Mati bukanlah hal yang musti ditakuti, bagi hidup yang tak lagi terikat oleh duniawi."
4
Ya, Allah, aku malu pada kegilaanku. Aku tahu bahwa nilai imanku baru sebatas
kata dan ragu. Aku tahu bahwa nilai amalku baru sebatas debu. Aku hanya manusia
yang mudah jemu. Lalu kupahami kegilaan itu bermula dari tangan kotorku. Kini
kusadari pertobatan ini bermula dari Tangan KasihMu.
Ya, Allah, ampunkanlah segala hina dan salahku, terimalah selalu airmata dalam
doaku. Janganlah Kau tinggalkan aku lelah sendiri di dalam waktu. Hanya kepadaMu
kuserahkan makna adaku.
Ya, Allah, jadikan aku hambaMu yang selalu menyadari arti kegilaan diri: baik
yang nyata atau tersembunyi. Jadikan aku pedangMu yang akan menebas tiang-tiang
ketakutan, dan membabat ketidakadilan. Jadikan aku apiMu yang selalu mengobarkan
pembebasan. Jadikan aku: perlawanan!
Ya, Allah, jadilah kehendakMu: itulah batasku.
5
Ya, Allah, Yang Maha Cinta,
Pagi ini: mataku terbuka.
Kusadari kini
Ruang dan waktu
Terasa damai
Bagi langkahku.
Embun pun datang: membasuh kalbu.
Gelap pun terang: menuntun sujudku.
Kulihat diri
Bara dan abu,
Pikir dan hati
Kini menyatu.
"Ya, Allah, inilah munajatku:
Setangkai airmata
Di atas sajadah
Guguran daun-daun jambu."
Kulihat diri
Api dan nyala,
Pikir dan hati
Kini cahaya.
Langit yang tenang: fajar sukmaku.
Elang yang terbang: jadilah ragaku.
Samudra biru
Makna adaku,
Ombak menderu
Inilah wujudku.
Ya, Allah, Yang Maha Cinta,
Pagi ini: Akulah-Cinta!
© Ahmad
Yulden Erwin. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.