Melintasi Sungai Way Umpu

Melintasi sungai Way Umpu, serasa melintasi lorong-lorong waktu. Tak ada perahu cadik memotong arus coklatmu. Tak ada gulungan ombak menghanyutkan batang-batang kayu. Hanya anak-anak dusun menombak ikan di lubukmu. Hanya semak mimosa mendekap tepi-tepimu.
Di seberang tenang arusmu, berjejer pondok-pondok bambu, di situ orang-orang pribumi mengais rejeki, memancing udang di lipatan alirmu. Tak ada lagi kebun kopi, karet atau lada: itu hanya cerita kejayaan lama, ya, semua telah habis jadi milik negara.
Melintasi sungai Way Umpu, serasa menyusuri mitos-mitos luka, di situ bermula tanah Blambangan, tanah yang dijarah dengan kekerasan, tanah orang-orang buangan, "Leluhur kami adalah buaya, putih kulitnya, sampai kini masih bertapa, dari muara ke muara," kisah Azwari, kawan aktivis Komite Anti Korupsi.
- Apa artinya mitos itu bagimu, wahai sungai Way Umpu?
Apa artinya hak asasi, jika ladang-ladang pribumi, dirampas tentara tanpa ganti rugi sewajarnya? Apa artinya peradaban, bila masyarakat asli, telah dikebiri semua hak-hak adatnya? Apa artinya kemakmuran, bila muli-muli terpaksa jadi buruh pabrik di Jawa? Apa artinya keadilan, jika mekhanai tertangkap merampok di kota? Apa artinya hidup sebagai manusia Indonesia?
- Apa artinya kemerdekaan bagimu, wahai sungai Way Umpu?
"Leluhur kami memang perampas, kami tumpas penduduk asli, kami papas setiap kepala, kami alirkan darahnya, hingga ke hulu muara, demikian warahan para tua-tua," lanjut Azwari.
"Tapi itu dulu," kataku.
"Ya. Dan sekarang kami menerima balasannya. Tapi..."
"Tapi apa?"
"Beberapa waktu lalu, di awal reformasi, selepas tanggal 27 Juli, kami temukan enam bangkai mengapung di bawah jembatan Way Umpu. Wajah mereka hancur dimakan ikan. Tubuh mereka penuh bekas siksaan. Orang bilang itu mayat aktivis dari Jakarta, mereka dibunuh setelah diculik oleh tentara."
Begitulah, sambil mengepulkan asap rokok Djambu, kami kembali menyusuri sejarah pahit penindasan, melintasi riwayat hitam kemanusiaan, mengarungi riam-riam waktu, di sini, di sungai Way Umpu.

Glosarium Bahasa Daerah Lampung:
Muli-muli = gadis-gadis
Mekhanai = pemuda
Warahan = puisi lisan orang Lampung

Daftar Isi


© Ahmad Yulden Erwin. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.