Kesaksian bagi Muhtar Ali
1
Di alam terbuka: kita bicara tentang cinta.
Di alam terbuka: kita bicara tentang duka.
"Cinta hanya membuat kita terlibat dalam prasangka, dalam mimpi-mimpi atau
kenangan yang mungkin sudah kelewat percuma," ujarmu sambil menundukkan
kepala. Ya, kini kulihat kau seperti telah kehilangan kendali, seperti telah
kehilangan diri. Hanya garis kecewa yang tersisa pada guratan dahimu, tetapi
kau selalu saja gigih mencoba mengalahkan rindu, meski kau selalu saja terjerat
oleh perasaan cinta, meski akhirnya cuma duka yang kau terima.
Ada hampa yang menjerat bola matamu.
Ada benci yang mengikat garis senyummu.
Ah, tiba-tiba aku membayangkan: ada sungai yang mengaliri hatimu, ada sungai
yang mengaliri dukamu.
2
Dan duka pun mengalir seperti air. Kau berkata: "Mungkin kita harus selalu
tertawa, meski hidup cuma permainan yang getir." Kulihat wajahmu menyimpan
kebimbangan yang enggan kauucapkan. Kedua bola matamu yang hampa, bersinar gelisah
memburu cinta.
Betapa cemas kini kaurasakan perjalanan waktu. Betapa kuasa tangan-tangan sunyi
menyekap ruang hatimu. Betapa banyak langkah yang kaupertaruhkan demi menuntaskan
dahaga pencarianmu.
Astaga! Kini kulihat kau tak lagi berpijak di bumi. Kini kau telah menjelma
kupu-kupu yang hinggap dari bunga ke bunga, namun kau pun merasa makin asing
dengan dirimu sendiri: ya, cinta telah membuatmu jadi hampa.
3
"Bila kausakiti hati orang yang kaucintai, maka pedihnya akan menggores hatimu sendiri."
4
Dan duka pun mengalir seperti air. Kini kau jadi seorang lelaki yang berjalan
sendirian di bawah gerimis hujan. Betapa pun pedih duka kaurasakan, kau tetap
bertahan. Hitam rambutmu basah tergerai di dahi, kini tiada kauhiraukan.
"Kekasih, mengapa cinta, mengapa penuh dengan kebencian?" lirihmu,
sambil memandang butiran hujan dan awan hitam yang bergerak perlahan. Namun
kini matamu tak lagi basah oleh airmata, maka tak ada lagi duka merayapi sepanjang
garis senyummu yang sederhana, maka kebencian berlalu bersama angin yang berhembus
perlahan sehabis hujan. Mungkin kini kau berharap cinta sejatilah yang akan
menuntunmu menjadi manusia, menghapus cemas pada sukma, membasuh debu-debu hatimu
dengan cahaya.
Namun, siapakah kekasih yang selalu kautunggu itu?
© Ahmad
Yulden Erwin. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.