Atas nama kebebasan, teruskan penjajahan!
Demikianlah mulanya, resolusi bersama, hasil konferensi pertama: kaum modal
se-dunia.
(Sekedar catatan: tempat pertemuan, tanggal pengesahan, hingga tandatangan,
semuanya dirahasiakan).
Lalu berjuta buruh di selatan: diperas keringatnya, dijual harapannya, dijadikan
komoditi pada bursa tenaga kerja. Mereka sekedar jadi bagian dari sistem produksi.
Mereka dicetak jadi bit dalam pacuan informasi. Kerja terus sampai pagi, menghibur
diri sampai mati. Lagi-lagi-lagi! Faktanya: mereka cuma jadi wayang milik dalang-dalang
kapital luar negeri.
Ini bukan keterlaluan, cuma penghisapan yang paling keji.
Lalu berjuta petani di selatan: kehilangan hak atas tanahnya. Tak ada modal
untuk bertani. Semua harus dibeli. Pupuk kimia, bibit hibrida, hingga pestisida:
membuat hidup mereka jadi lebih sengsara. Saat panen tiba, harga-harga dibanting
semaunya. Lalu pedagang-pedagang di kota, berpesta pora menikmati rentenya.
Selalu begitu. Mereka terbiasa diam ketika ditipu. Mereka berharap sang ratu
adil akan membebaskan anak cucu.
Atas nama kebebasan, teruskan penjajahan!
Lalu anak-anak miskin yang makin berlagak pintar: berebut mengimpor pemikiran-pemikiran
besar. Pengetahuan telah jadi alat untuk saling menguasai. Keserakahan disulap
jadi fungsi dalam pertumbuhan ekonomi. Ideologi direduksi jadi senjata untuk
saling menyakiti. Kebencian ditabur demi pembebasan materi.
Hopla! Revolusi telah berubah jadi komoditi.
Lalu hutang jadi pilihan paling ampuh untuk mengesahkan penindasan. Tak ada
MOU untuk keluar dari kemiskinan. Tak ada yang gratis dalam hukum pertumbuhan.
Semua harus diimpor dengan harga tinggi. Semua harus dimodali. Kebodohan adalah
kusta yang harus terus dimaklumi.
Atas nama kebebasan, teruskan
penjajahan?
Tidak! Aku sudah muak dengan persengkongkolan ini!
Kesadaran yang dikebiri, pembiusan yang dijejalkan dalam iklan sabun mandi,
hingga keinginan untuk melegalkan bunuh diri: Stop! Hentikan semua eksploitasi!
Di dalam penindasan tak ada hak asasi. Tak ada kebebasan atau hati nurani. Yang
ada cuma hak untuk dikencingi, hak untuk menjadi semakin tidak manusiawi.
Aku telah bosan dengan anjing-tikus-kamuflase demokrasi!
Kebebasan cuma mitologi. Dari hari ke hari kami berharap akan keadilan, tetapi
yang kami dapatkan cuma janji-janji palsu tentang pertumbuhan.
Karena itu, dengarkan, wahai kaum modal yang berkuasa: kalian boleh penjarakan
tubuh kami, kalian bisa hisap alam kami, kalian bisa kuasai budaya kami, tapi
satu yang tak akan pernah bisa kalian miliki: pikiran kami, ya, pikiran kami
untuk merdeka!
© Ahmad Yulden
Erwin. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.