Introspeksi di Negeri Kriminal

Kita jangan langsung ambil kesimpulan, kalau kriminilitas meningkat di tanah jajahan. Jangan cepat-cepat tarik pendapat: ini karena Residen dan Wedana kita salah urus, rakus, plus punya nurani kayak moncong tikus. Itu naif, sinis, dan inlender. Cobalah berpikir lurus.
Jadi, kita musti tarik kesimpulan kayak apa? Faktanya: banyak bandit-bandit pakai gelar priyayi. Mereka datang ngakali petani, kasih penerangan, begitu begini, besoknya tanah sebidang pindah tangan jadi ladang tebu. Besok-besoknya, pabrik gula berdiri di bekas gubuk reyotku. Pembangunan apa model begitu?
Yah, itu kan sudah sewajarnya. Istilahnya: social engenering. Perlu ada yang direkayasa, bila perlu manusianya. Kowe itu rakyat jelata, jadi musti tunduk sama penguasa. Sabdo Pandito Ratu. Kalau tanah kowe diminta untuk negara, kasihkan. Kalau hasil panen kowe kena rekayasa, lalu amblas di bawah harga pupuk kimia, relakan. Eiiiit, jangan langsung sinis. Kimiskinan struktural itu saintis. Istilah ilmiahnya: materialisme-metafisis.
Materialisme sontoloyo! Pantas saja, kalau sekarang banyak rakyat antri jadi inlender. Rame-rame jadi pembunuh. Rame-rame jadi perampok. Rame-rame maling sapi, maling ayam, maling sendok. Persis wabah TBC. Itu karena apa? Karena rakyat dianggap WC, tempat menampung segala kesalahan. Rakyat selalu jadi korban. Jadi, wajar saja, kalau sekarang di mana-mana terjadi pemberontakan, demonstrasi, dan kekerasan. Itu karena keadilan sekedar jadi barang mainan, hampir-hampir muskil mewujud jadi kenyataan.
Stop! Pikiran kowe sudah kelewat inlender. Rasional sedikit, jangan kelewat emosional. Kowe kira mudah apa memimpin tanah jajahan ini. Rakyat negeri ini, modelnya kayak pikiran kowe itu. Gampang diprovokasi. Gampang diindoktrinasi. Pokoknya serba gampangan. Serba ndak sabaran. Maunya rusak-rusakan. Ini kan keterlaluan. Akhirnya, ya jadi seperti sekarang: semua diambang kehancuran. Harus ada tindakan tegas, bila perlu sedikit keras, demi keamanan dan stabilitas tanah jajahan.
Stabilitas apa! Lha, yang bikin ndak stabil itu wong elitnya. Mentang-mentang lagi berkuasa: korupsi semua. Ahlinya mengadu domba: bikin kelompok massa, suruh demonstrasi, kasih sebungkus nasi, targetnya si anu tak lagi berkuasa. Ini kan pembodohan politik. Rakyat dididik munafik. Dampaknya, rusuh lagi, rusuh lagi. Padahal esensi demokrasi kan keadilan. Bukan sekedar kebebasan, apa lagi kalau kebablasan. Tapi, pemimpin tanah jajahan ini, wataknya merasa mau benar sendiri, ndak sanggup merasa salah. Lha, akibatnya, kami rakyat kecil ini yang ketiban susah.
Stop! Jangan berpikir yang neko-neko. Kowe anak jajahan bisanya cuma menghasut rakyat untuk mbalelo, untuk melawan kekuasan yang sah, merusak kewibawaan pemerintah. Kowe kriminal! Kowe subversi!
Maaf, Kakang Wedana, undang-undang subversi sudah ndak laku. Itu supremasi hukum model penjajah orde baru.
Lalu, apa maumu?
Saya ingin merdeka: sebagai manusia!

Daftar Isi


© Ahmad Yulden Erwin. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.